EP. 1 : IKY GAK MAU PISAH!!

744 48 18
                                    

Ricky menggandeng tangan Gyuvin dengan erat, karena ia merasa sangat gelisah dan gugup. Bahkan, sebenarnya ia sama sekali tidak melepaskan tangan sahabatnya sejak mereka bertemu untuk berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Mereka hanya berpisah jika memang harus.

Hari itu adalah hari pembagian kelas baru. Syukurlah, Ricky dan Gyuvin sama-sama naik kelas setelah mendapatkan nilai ujian yang sama-sama bagus. Mereka berdua bertekad untuk menyelesaikan ulangan kenaikan sebaik mungkin, dengan harapan agar dimasukkan ke kelas yang sama. Syukur-syukur, deh, kalau dapat kelas favorit, lumayan buat motivasi biar mereka berdua terus semangat belajar. Kan lingkungan sekitar bisa mempengaruhi alam bawah sadar, ya gak? Harapannya suasana kelas yang kondusif bisa membantu mereka menekuni goal mereka bersama-sama secara konsisten. Duh, doain, ya!

Di tengah perjalanan mereka menelusuri lorong yang ramai, Ricky menghela napas singkat. Akibatnya, perhatian Gyuvin pun tersita, bahkan dengan hiruk-pikuk di sekelilingnya. "Aku bener-bener pengen sekelas sama kamu lagi... Beruntung taun lalu kita bareng di kelas tujuh A. Asal kamu tau, aku doa malem, lho,... biar kita bisa sekelas lagi. Aku gak mau kita pisah..." Ricky mengungkapkan kerisauannya. Bahkan tanpa melihat, rasanya Gyuvin bisa mendengar cemberutnya bibir Ricky... atau mungkin itu gara-gara Ricky yang mengulum kata-katanya di dalam mulut.

Gyuvin tersenyum simpul. Oke, pertama-tama---murid-murid lain sedari tadi menabrak mereka dari kiri dan kanan, juga depan dan belakang, secara bertubi-tubi dan tanpa henti... Jadi, walau Gyuvin mau-mau aja nemenin Ricky membangun suasana melankolis, kan gak enak kalo pundaknya bolak-balik dijadikan bemper. Gak peot sih, kan Gyuvin anak kuat.

Tapi dia ngerti, kok, kenapa di satu sisi Ricky nggak mau jalan cepat-cepat. Sebesar-besarnya rasa antusiasme dan antisipasi yang membludak dalam hati mungil Ricky, sudah pasti sahabatnya itu juga memendam ketakutan. Ia takut kecewa dan terpuruk, takut nasibnya tak sejalan dengan yang dimaui. Aduh, kasihan banget meng-nya Gyuvin... :(

"Kita masi punya banyak waktu, sih..." Gyuvin menyeret Ricky meninggalkan area lorong yang terbuka menuju jalur tanpa atap yang lebih lebar, letaknya tepat di sebelah lorong berlantai keramik lokasi mereka ditabrak-tabrak sebelum ini. Gyuvin dan Ricky bukan polisi tidur, mana mau dilindes. "Kita kudu masuk jam sembilan, ini masih jam delapan. Apa kamu mau ke kantin dulu?"

Ricky menggeleng.

"Aku gak bawa duit." Ucap Ricky jujur. Ia sudah dibawakan bekal nasi dadar kol dan sebotol air dari rumah, dan kemungkinan nasinya baru akan ia makan sesampainya di rumah. Ia benar-benar tak punya selera, seolah-olah ada katup menyerupai pintu yang menutup akses menuju lambungnya.

Spesifik banget, sih, tapi kalo Ricky harus njelasin perasaannya ya kurang lebih kayak gitu.

Mendengar itu, Gyuvin justru tersenyum lucu, seakan-akan ia memiliki rencana pemberontakan yang mendebarkan di dalam otaknya. Ia dan Ricky sama-sama bukanlah anak dari keluarga kaya, ia tahu itu. Namun, apa salahnya, sih, nakal-nakal sedikit?

"Sebenernya aku diem-diem bawa sisa angpaoku, lho! Aku traktir, ya!"

Tidak banyak, jujur saja,... Tapi ia memang tulus ingin berbagi. Seperti sebuah kutipan yang baru saja dipelajari Gyuvin, barang yang benar-benar milikmu adalah barang yang kau berikan pada orang lain. Berarti, logikanya tuh kebahagian Ricky sama dengan kebahagiaannya Gyuvin, donk? Ya,... selama ini sih hampir selalu begitu, seperti itu sudah jalan hidupnya Gyuvin, dan dia menyukainya.

Ricky menatap Gyuvin dengan ragu. Sekilas, ia memang penasaran jika ada jajanan baru yang dijajakan di kantin. Selama kelas tujuh, ia dan Gyuvin hampir tidak pernah makan di kantin karena keduanya dibawakan bekal oleh orangtua masing-masing. Kalaupun membeli jajan, itu pasti sangat jarang.

MENG IKY!! ㅣ RICKY SHEN & KIM GYUVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang