HALO! author masih hidup, bukan ahli fisika apalagi guru fisika ( ・ั﹏・ั) jadi silahkan enjoy ajahh!!
.
.
.
.
.
Hati seorang Ricky Shen yang mungil sebenarnya menahan beberapa ketidaksukaan, walaupun itu murni seperti susu. Ketidaksukaan pertamanya mencakup perpisahan pahit dengan Gyuvin tersayang---maksudnya itu nasib mereka yang pisah kelas---dan yang kedua adalah mata pelajaran fisika. Memusingkan dan tak dapat dimengerti, jika ia harus menjabarkan kesan dari mapel itu. Mungkin IPA secara keseluruhan, namun fisika sudah tertanam di benaknya sebagai momok yang memegang peran pengusik ketenangan.Guru-guru di masa SD dulu juga sama sekali tidak membantu---mereka semua penggerutu dan tua dan membosankan, itulah mengapa Ricky tak bisa mendapati dirinya menikmati mata pelajaran satu ini. Mungkin ia tetap mengerjakan tugas-tugasnya hingga rampung tanpa keluhan selayaknya murid bertanggung jawab. Itulah integritas, walaupun rasa malas suka merayu, tetap harus dilawan donk. Yah, kalian mengerti lah rasanya. Memangnya siapa, sih, yang suka tugas-tugas nunggak? Jangan ditunda, yuk! Semangat dari Iky dan Kibin! Bisa, lah!
"Guru IPA di kelasku bakal pensiun, omong-omong...," Ricky berucap pada si sahabat di suatu pagi. Hari Minggu yang cerah, angin sedikit kencang, mentari pagi berpendar hangat. "Yang suka cemberut itu, lho... yang pipinya sampe molor."
Mendengarnya, telinga Gyuvin terasa seakan-akan meliuk ke atas seperti anak anjing, dan kemudian ia berelasi dengan kabar itu. "Oh! Maksudmu bu Sinta? Iya, aku juga denger kok. Katanya kelasmu sampe niat-niat kasih kue buat perpisahan, bener?"
Mata Ricky membulat. "Iya! Mana habis itu orangnya langsung jadi baik hati!"
Olalah, minta disuap dulu.
Mending kas kelas buat beliin perangkat kebersihan baru aja gak sih? Ijuk-ijuk sapunya pada bengkong, susah buat nyapu.
Gyuvin meringis geli mendengarnya. Ia sudah cukup tau soal bu Sinta yang selalu cemberut tanpa alasan, bete 247, dan dia juga sudah tau bener soal Ricky yang tegang ketika berhadapan dengan wanita tua itu---yah, berarti boleh donk menganggap pemberhentian masa kerja manusia itu sebagai kabar gembira? Soalnya, kalau mau kalimat jujurnya dipangkas dikit anggep aja akhirnya dia bisa menikmati masa tua, mungkin duduk di kursi teras untuk berjemur di bawah sinar matahari atau membuat casserole jika bosan. Anda telah mengabdi kepada negara, wahai saudariku, bolehlah Anda beristirahat!
Namun, tetap saja pada akhirnya kepergian bu Sinta membimbing mereka ke satu buah pikiran---siapakah penggantinya kelak?
"Kalo gitu, apa mungkin pak Uchida bakal ngerangkep ngajar ke kelasmu?" Gyuvin menggagas. Pria itu cukup membosankan (dan tua) dan samar-samar beraroma koyo, namun tak seburuk itu.
Kepala Ricky condong sedikit ke kiri ketika ia merenungkan probabilitasnya. "Bisa jadi," gumamnya, "atau ada orang baru?"
"Orang baru?" Kedengarannya tidak buruk. "Mudah-mudahan ganteng."
"Ganteng?" Ricky mengerutkan keningnya, bingung. "Atau cantik?"
Tetapi Gyuvin hanya mengendikkan bahu sambil terkekeh. Itu hanya lontaran konyol, ia menyadarinya. Pikirkan saja---guru rupawan yang pintar menyampaikan materi. Tidak ada yang salah dengan itu, bukan?
Mungkin ia sekedar bercelatuk, mungkin itu intuisi (berhubung dia lebih condong ke N ketimbang S), atau Gyuvin diam-diam diberi bakat memprediksi masa depan?
Karena sekarang Ricky tengah berhadapan dengan seorang pria tampan, tinggi semampai dan bersurai kelam, berombak lembut membingkai wajahnya seperti kelambu sutra.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENG IKY!! ㅣ RICKY SHEN & KIM GYUVIN
Fanficmemang bener sih umurnya Ricky sama Gyuvin itu sama, cuman kalo urusannya udah sama si cemeng, Gyuvin kudu sabar, kuat dan tabah selalu, soalnya bocah itu bener-bener gak ketebak! kalo gak kuat, malah bisa frustasi, lho! yah, mungkin lebih ke stres...