V I D I A
"Tetaplah hidup, rubah kecil...""Ayah..."
Benderang cahaya mulai silaukan mataku.
Kukucek mata, menatap atap kabin mobil bersanggahkan besi-besi ringan.
Jendela berteralis ada di kanan, memisahkanku dari hiruk pikuk luar. Cahaya mentari menyisip masuk darinya, tampak berkedip-kedip terhadang rimbun dedaunan.
Jemariku menjelajahi alas lantai. Terasa matras dari kulit hewan; mungkin rusa atau kuda.
Aku di dalam kereta karavan.
Aroma ini; daun mint, daging bakar, lalu gingseng, dan... hmmm, thyme kering?
Gemrisik menarik pelan mataku ke sudut kiri. Ada pria botak berjubah putih lusuh penuh alat medis. Ia membelakangiku, tampak menumbuk sesuatu.
"Ayah?"
Pria itu menoleh sedikit, lalu kembali menatap depan, "Ah, syukurlah."
Itu bukan ayah. Dua lengannya masih ada. Ayah juga nggak botak.
Bersamaan kesadaranku perlahan pulih, sesuatu tiba-tiba mengendus dan menjilat pipiku kiri ku.
Ada seekor rubah.
Eh, Rubah?!
"Uwah!!" Aku kaget, memepet ke dinding kabin.
Muka lonjong berbulu oranye putih itu barusan menjilati pipiku!
"Fupa, nona Vidia sudah steril!" Pria botak itu berbalik badan, menampakan dua mata mesin seram yang menyala hijau.
"Gyah! D-drone?! Apa kau ini!?"
Aku coba duduk dan seketika terasa kalau nggak ada apapun menutupi dadaku kecuali bra warna merah muda.
"Mana bajuku!? Apa yang kau lakukan padaku!? Kenapa matamu begitu?!"
"Tak pernah saya lihat gadis baru membuat Rael pingsan tergeletak sambil berteriak sebagai dewi, lalu jatuh terkena serangan jantung. Hehe, butuh 360 joule untuk menghidupkan nona lagi."
Aku peluk lutut sambil mengerling ke rubah di pojokan yang anteng memperhatikanku.
"Ah... aku mengacau ya tadi malam?"
"Tuan Nova sangat ketakutan. Tapi jika bukan karena dia dan kesigapan nona Lishya, anda mungkin tak akan ada di sini," pak botak itu tuangkan air panas ke gelas kayu penuh ramuan.
"Sial, botol fermentasi kentang itu enak rasanya," kuusap dahiku. Aku susahkan Nova dan Lishya lagi.
"Tunggu, hari ini kan hari kita berangkat ekspedisi!" Aku meninjau panik interior kabin.
Sabuk harness dan kaos lengan pendek polosku di bawah pot-pot tanaman dan laci dinding penuh peralatan. Tapi scarf biruku; mana scarf biruku!?
"Jantung nona bergedup 110 detak per menit. Tenanglah sejenak," mata mesinnya berkedip-kedip sambil memberiku rebusan panas.
Aku menerima gelas itu, "Eh, kau bisa baca detak ku?"
Mata mesin itu berhenti berkedip, "Dengan memantulkan jutaan gelombang radio per nanodetik ke dada nona, saya bisa kalkulasi detak dengan presisi. Yah, mirip ekolokasi kelelawar."
Aku merangkak mendekat, memelototi seksama mata mesin itu. Pak botak mulai sedikit canggung.
"Implan? Liar banget. Aku nggak percaya Koloni bisa pasang benda ini ke kepala mu dengan teknologi kita sekarang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
CARAVAN 97
PrzygodoweHidup di dunia hancur 2211, Nova dan Vidia bertanggung jawab untuk membangun kembali sisa-sisa umat manusia melalui tim karavan Koloni. Namun, kecelakaan teknis mengirim dua bersaudara pada perjalanan yang akan menentukan nasib peradaban. Berbekal p...