V I D I ABocah itu... mati.
Diikuti gema pistol yang mendebarkan seluruh sabana, mengubah segala yang kami tahu.
Kelopak mataku masih buram terbakar, tapi bisa kulihat tubuh Kapten oleng jatuh meringkuk ke depan.
Beliau tertunduk mencengkeram kain terpal kargo dan jerami. Matanya membelalak, mulutnya menganga ngos-ngosan.
Janggut lebat bercabangnya mengibas sejenak, sebelum tersentak dan menengadah meraung lantang ke kami semua.
"97!! DIIZINKAN PAKAI SENJATA API!!"
Ngilu kepalaku berdengung hebat bersama gema teriakan beliau.
Taburan nomor simbol masih mengkeroyok secercah penglihatanku yang tersisa, namun jiwaku bergidik pada sebuah satu pertanyaan; darimana suku sabana ini mendapat senjata api!?
"Cepat bangun!" Kapten Jaka mencengkeram scarf biruku dan segera menarikku menuruni atap kereta logistik.
Tanganku menggapai apapun yang bisa kupegang sementara desingan peluru satu per satu mulai melesat entah darimana.
Kusempatkan melihat ke kereta Navigasi di kiri; kadiv Anur sedang menarik Nova yang lemas ke dalam. Kudapati tangan saudaraku tertancap sesuatu dengan darah mengucuri lantai dan karpet kabin.
"Tunggu... Nova..."
Sesampainya di depan pintu, tangan panjang Dokter DJ menarikku cepat ke dalam kabin logistik. Bau kayu manis dan rempah mengisi kembali hidungku di antara anyir darah.
"Kalian dengar itu!? Kalian dengar Letusan tadi!?" Teriak heran kadiv Polkka sambil mengemudi kereta.
Matanya membelalak dari balik kacamata angin bulat yang berbingkai rambut oranye ikal sebahunya.
"Itu jelas tembakan peluru," Dokter memperhatikan aku dan Kapten dengan raut tegang sementara Fupa tampak aktif menerka jendela dengan dua telinga hitam berdiri ke atas.
Aku diletakan terlentang di atas kasur medis. Kulepas helm pengapku dan memijat-mijat pelipis agar rasa menusuk di otakku mereda.
Kapten menyingkap baju flannel biru toska-nya, memperlihatkan setitik peluru kecil yang menempel gepeng pada rompi.
Dokter DJ terpaku nggak percaya, "Itu 9mm. Tidak mungkin... sejak kapan mereka punya?!"
Nggak menjawab, Kapten segera menyebrang jejeran tas dan suplai ke kursi depan, melompat ke sebelah kadiv Polkka yang mengecek amunisi pistol dengan gigitan mulut.
Beliau keluarkan satu buah pistol dari saku kiri sementara tangan kanannya meninju radio dinding.
"Bawa kembali striker-nya! Ambil formasi bertahan!"
"Striker! Balik!! Balik!!" Kadiv Polkka turut berteriak ke sayap kiri.
Di sana Rael masih meluncur mengketapel batu ke arah penjarah dengan tawa liarnya seperti biasa. Entah ia memang nekat atau belum tahu situasi genting sebenarnya.
Getaran kereta mulai bergerak lambat. Kereta navigasi Nova di sisi kiri mendekat, diikuti kereta militer Lishya di belakang dan kereta teknisi di kanan.
Empat kereta 97 kini membentuk garis lurus horizontal dengan urutan dari kiri; Militer, Navigasi, Logistik dan Teknologi.
Petikan gitar dari robot 97 kini nggak lagi terdengar dan semua perintis terlihat mengeluarkan rencana darurat yang harusnya jadi opsi terakhir; yaitu penggunaan senjata api.
KAMU SEDANG MEMBACA
CARAVAN 97
AventuraHidup di dunia hancur 2211, Nova dan Vidia bertanggung jawab untuk membangun kembali sisa-sisa umat manusia melalui tim karavan Koloni. Namun, kecelakaan teknis mengirim dua bersaudara pada perjalanan yang akan menentukan nasib peradaban. Berbekal p...