12; Perjalanan Waktu

187 68 120
                                    

"Radenmas—!"

"—Sstttt! Gendis, sudah ku bilang jangan panggil dengan kata itu, kan? Panggil dengan namaku saja!" geram Raden pada Gendis yang terus-terusan mengeluh sejak tadi.

Gendis mendesis, sama kesalnya. "Hishh, iya, iya. Jagad, untuk apa kita kemari?" tanya-nya kemudian. Tak pernah sekalipun dirinya menginjakkan kakinya di pekarangan milik warga dengan pakaian sederhana.

"Kan sudah ku bilang, disini tempat terjadinya hal itu. Kita harus bergegas sebelum para warga melihat kita," jawab Raden sekali lagi. Padahal sudah berkali-kali ia jelaskan pada saudarinya itu.

"Baiklah, baiklah. Apa masih jauh? Tadi kamu bilang hanya tinggal lima menit, bohong! Kita sudah jalan kaki lebih dari satu jam, tuh!" pekik Gendis kembali. Yah, memang pantas saja kesal kalau seperti itu.

Tak ada jawaban, Raden memilih untuk membiarkan perkataan Gendis mengudara begitu saja.

"Disini."

Bruk!

Raden menoleh ke sumber suara, suaranya getar menahan tawa. "Humph— lho, lho. Malah klekaran," ledek Raden saat melihat Gendis yang terjatuh di tanah akibat tak sengaja menabrak dirinya yang berhenti secara iba-tiba.

#GAMAERI; Malah Klekaran = malah tiduran.

"Klekaran matamu! Aku jatuh begini gara-gara kamu, tahu!" ketus Gendis, yang hanya dibalas gelak tawa oleh saudaranya. Huhh, tahu begini tidak jadi ikut saja. Malah bikin kesal sepanjang perjalanan, batin Gendis cemberut.

"Hahahaha iyo, iyo. Maaf. Kene, tak tulungi,"ucap Raden seraya mengulurkan tangannya dengan niatan membantu. Namun, tak diterima oleh Gendis.

"Moh! Aku isa dewe, wlek!" jawab Gendis sarkas, yang malah membuat Raden semakin terbahak-bahak dengan ulahnya.

Gadis itu pun berdiri, tanpa bantuan dari Raden, sedikit menepuk-nepuk pakaiannya 'tuk membersihkan debu yang menempel. Setelahnya, ia pergi begitu saja dengan kaki yang dengan sengaja menghentak-hentakkan tanah selayaknya anak kecil berusia lima tahun yang tengah merajuk.

Raden terkekeh melihat ulahnya seraya menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Gendis benar-benar seperti gendis. Manis sekali.


┈─┈─┈─┈ #GAMAERI; terjemahan.

* "Iyo, iyo. Maaf. Kene, tak tulungi" = "Iya, iya. Maaf. Sini, aku tolongin."
** "Moh! Aku isa dewe, wlek!" = "Gak mau! Aku bisa sendiri, wlek!"
*** Gendis = gula.

┈─┈─┈─┈─┈─┈─┈─┈─┈─┈─┈─┈─┈




Gendis menatap pohon di hadapannya lekat-lekat, lalu mengalihkan sepenuh perhatiannya pada amben yang berada tepat di sebelah pohon tersebut. Benar, tempat dimana Raden sempat 'tertidur'. Tanpa berpikir dua kali, ia lantas mendudukinya, menunggu apa yang akan terjadi jika dirinya duduk di atas amben ini.

Sepersekian detik, hening. Tak ada yang terjadi.

"Aman aman saja, tuh?" ucapnya pada Raden yang sejak tadi mengamati gerak-geriknya.

Raden yang melihat tak ada keanehan dengan amben itu pun ikut terheran-heran. Padahal saat itu, ia benar-benar terbangun di masa waktu yang berbeda. Tentu ia tahu betul kalau itu bukanlah mimpi semata.

"Kamu yakin disini, Jagad?" tanya Gendis sekali lagi, yang kini mendapati anggukan penuh yakin dari Raden. Gendis berpikir, apa mungkin harus Radenmas orangnya? Tapi mengapa harus dirinya?

"Benar disini kok, lihat. Aku sengaja membuat ini untuk petunjuk," ucap Raden yang ntah sejak kapan sudah berada di belakang pohon besar ini. Gendis yang merasa penasaran-pun tentu saja menghampirinya, dan benar saja. Terdapat ukiran nama 'Jagad/ꦗꦒꦢ꧀' dalam bentuk aksara jawa yang sengaja dibuatnya.

Radenmas JagadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang