bagian 32

3.4K 225 58
                                    

agak 18+
Tapi gak explicit!
_______________

"Joan. 'Dia' lagi apa?"

Pemuda bernama lengkap Javier Anggara itu menghampiri anak lelaki yang sedang memainkan pistol mainannya. Bermain seorang diri di lorong gelap. Lampu yang menerangi hanya berupa remang yang pucat. Dan hanya ada satu ruang di lorong gelap ini. Sebuah kamar yang ditempati wanita cantik dengan bibir plum merahnya.

Anak yang dipanggil Joan itu pun bangkit menghampiri pria dewasa ini. Dengan pistol mainan di tangan, mata yang sama dengan Javier berupa anak anjing pun mendongak, menatap pria tinggi di hadapannya ini. Di usia yang menginjak empat tahun ini kadang Joan ingin memeluk dengan berani kaki jenjang itu. Tapi, niat itu dirinya urungkan, dimana ketakutan akan ditendang menggenapi pikirannya.

"Lagi merajut Javier," pungkasnya tegas akan 'dia' yang dimaksud Javier. Bibir kecilnya lalu kembali terlipat dengan getar yang coba Joan tahan.

"Udah sehat berarti," gumam Javier setelah mendengar balasan Joan.

"Ya udah lanjut main sana," titah Javier pada Joan setelah mendapat balasan yang membuat dirinya sedikit senang. Itu berarti, wanita itu sudah baik-baik saja sekarang.

Dan tanpa menjawab, Joan kembali pada kegiatannya memainkan pistol mainannya. Duduk seorang diri tanpa teman yang menemaninya. Ibunya sedang memasak kue kering seperti biasa melakukan hobinya.

Kadang ingin meminta pria dewasa yang baru saja berbincang dengan dirinya untuk menemaninya bermain. Seperti dalam ponsel yang dirinya lihat. Video ayah dan anak bermain bersama. Tapi, apa benar mereka ayah dan anak? Javier saja tak mau dirinya panggil papa.

Mendengar suara pintu terbuka lalu tertutup di belakangnya, Joan akhirnya menoleh setelah keberadaan Javier sudah tak ada. Menatap sendu pada pintu bercat hitam itu. Joan tau, Javier pasti sedang menyapa wanita cantik itu juga adik bulatnya.

"Lagi merajut papa Javier." Seharusnya itu kalimat yang benar Joan ucapkan pada pria dewasa tadi.

***

Suasana kamar yang temaram. Tanpa sentuhan apapun yang menghiasi dinding warna abu-abu itu. Hanya berupa ranjang dan lemari baju. Lalu meja dan kursi menghadap jendela kamar. Gorden warna putih berkibar di pinggirnya. Dengan jendela yang terbuka. Menghadap taman buatan dengan tanaman bunga melati yang mendominasi. Lalu anggrek putih juga banyak terlihat di setiap sudut taman.

Dan wanita bergaun putih itu duduk di kursi dengan fokus akan rajutannya. Angin sepoi melambai membuat rambut hitam legamnya sedikit berkibar. Wajah putih sedikit pucat itu membuat Javier yang melihatnya segera menghampiri wanitanya yang tak menyadari akan keberadaannya sekarang.

"Kalau udah sehat tuh jangan langsung merajut dulu. Nanti sakit lagi kamu," berdiri tepat di belakang wanitanya. Dengan tangan yang bertumpu pada kursi. Bisa Javier lihat wanita itu sedikit berjengit akan suaranya yang tiba-tiba terdengar.

Dan wanita itu selalu tak mendengarkannya. Kembali fokus pada rajutan bajunya yang tak pernah selesai wanita ini buat. Padahal sudah banyak baju yang sudah wanita itu rajut. Jika dibuka itu lemari pasti didominasi barang rajut yang sudah wanita dengan tahi lalat di dekat bibir itu buat selama ini.

"Kapan sih kamu mau nurut, sama aku?" mencondongkan tubuh tepat di telinga wanitanya, dan aroma bunga-bunga liar langsung tercium oleh indra pernafasannya begitu wajahnya menghadap tepat leher wanitanya.

Dan wanitanya tetap diam. Tak menggubris sama sekali perkataannya.

Javier mulai geram.

Segera menutup jendela terbuka itu lalu dengan gordennya yang ikut tertutup. Menghalau cahaya yang masuk. Dimana kamar ini hanya dengan lampu yang minim cahaya.

𝐏𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧𝐭𝐢𝐧 𝐏𝐞𝐧𝐠𝐠𝐚𝐧𝐭𝐢 (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang