"Tuhan sudah percayakan aku untuk menjalani takdir-Nya. Sesakit apapun, masih banyak alasan lain untuk bertahan."
—Kamar untuk Sadewa, Bagian 1.
******
Pagi itu, Amar Samudera si sulung dari keluarga Jonathan Samudera baru saja tiba dirumah setelah melakukan pekerjaan bisnis di Canada. Laki laki berusia 25 tahun itu, menjadi CEO muda menggantikan mendiang Ayahnya selaku pemilik Jonathan Music Corp. Pandangan Amar mengedar menelisik seisi rumah, mencari keberadaan Adiknya.
"Kak Amar!" Seruan itu membuat Amar tersenyum hangat.
Dia, Nakala Samudera. Remaja laki laki berusia 16 tahun itu berlarian kecil menghampiri sang kakak yang langsung dibalas dengan pelukan kerinduan. Amar mengelus surai Adiknya dengan penuh kasih sayang.
"Nakala, baik baik saja kan saat kakak tidak berada di rumah?"
Nakala mengangguk, "Nakala baik baik saja, Kak. Kan ada Sadewa yang merawat Nakala."
Mendengar nama Sadewa membuat Amar terdiam sejenak. Lalu ia mengalihkan perhatian Nakala dengan memberinya banyak bingkisan yang sengaja ia beli untuk sang Adik.
Sementara itu, di ruang tamu. Sadewa Samudera, adik kembar Nakala itu berdiri dengan bantuan tongkat sebab salah satu kakinya lumpuh. Ia menatap pemandangan itu dengan sendu.
"Kakak, Sadewa juga ingin dipeluk." Entah dorongan dari mana, Sadewa berani menyampaikan perasaannya.
Amar yang mendengar itu menoleh ke arah Sadewa. Senyum yang sedari tadi terpancar dari bibir Amar, kini menguap begitu saja. Sekarang berubah menjadi tatapan kebencian untuk Sadewa.
"Ngapain lo disitu? Pergi! Jangan pernah nampakin muka lo di depan gue."
Pedih, rasanya begitu sakit dan sesak setiap kali kata itu keluar dari bibir sang kakak. Sadewa jadi bertanya tanya, sebenarnya apa salah Sadewa hingga di benci sebegitunya?
"Sadewa hanya ingin berpamitan ke sekolah, kak. Mau cium tangan kakak."
Sadewa berjalan tertatih tatih menghampiri Amar, membuat laki laki itu semakin kesal. Ia menyeret tubuh Sadewa yang kesusahan berjalan, bahkan tongkat Sadewa sudah jatuh tergeletak di lantai. Seruan Nakala agar kakakmya tidak berbuat macam macam kepada Sadewa pun tak di hiraukan.
"Udah gue bilang berapa kali? Gue nggak suka liat muka lo!"
Amar mendorong tubuh Sadewa hingga tersungkur, perut Sadewa sampai terbentur kursi yang tak terpakai disana. Sadewa merasakan nyeri yang teramat pada perut bagian kirinya. Badannya gemetar, lagi dan lagi ia harus kembali menikmati pengap dan kegelapan gudang. Laki laki itu hanya bisa meringis kesakitan, menunggu pertolongan dari saudara kembarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamar untuk Sadewa
Подростковая литература"Harusnya dulu, lo yang mati! Bukan ayah."Amar Samudera. "T-tidak apa apa, kak. Pukul Sadewa sepuas Kakak jika itu buat kakak lega. Tapi jangan teriak ya, Kak? Takut Nakala terbangun." Sadewa Samudera. "Nakala, Sadewa lelah ingin tidur di kamar juga...