5. Dia terlampau kuat

824 47 10
                                    

"Tolong bertahan untuk menjemput bahagia yang kamu inginkan ya, Sa?"
—Kamar untuk Sadewa, Bagian 5.





Tinggalkan vote & komen ❤️
Happy Reading

Dering bel istirahat menggema di SMA Dream Teknologi, menciptakan riuh gembira bagi setiap murid

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dering bel istirahat menggema di SMA Dream Teknologi, menciptakan riuh gembira bagi setiap murid. Satu persatu dari mereka menutup bukunya, dengan segera berlomba menuju kantin sebelum semakin ramai. Seperti Raskala, yang kini nampak buru buru untuk bergegas menuju kantin.

"Sadewa! Nakala! Gue duluan ke kantin, keburu makin ngantri ntar batagornya Mang Ipul."

Nakala menggeleng pelan melihat Raskala yang berlarian menuju kantin. Laki laki itu kemudian kembali merapihkan alat tulis miliknya, lalu menoleh kebelakang dimana Sadewa duduk disana.

"Masih belum mau jujur juga sama, Nakala?"

Sadewa yang hendak membaca buku di taman belakang seperti biasanya itu, kini menatap Nakala kikuk. Laki laki itu menggaruk kepalanya yang tak gatal, ia bingung harus menjelaskan seperti apa kepada Nakala.

"J-jujur apa, Nakala?"

"Tentu saja lukamu, Sadewa!"

Nakala dapat melihat Sadewa yang menghela nafas lalu menampilkan senyum manis miliknya. Seolah meyakinkan bahwa luka pada wajahnya bukanlah hal penting yang patut di perdebatkan.

Semenjak Nakala tertidur lebih awal kemarin malam, sebab Kakak sulungnya mendekap erat tubuhnya penuh kenyamanan hingga ia terlelap. Paginya, Nakala tidak menemukan Sadewa di setiap sudut rumah. Sampai pada akhirnya, pagi ini saat Nakala masuk kelas dan melihat banyak sekali luka di setiap inci wajah saudara kembarnya.

"Ini hanya luka kecil, Nakala. Tidak apa apa, kemarin Sadewa hanya kurang hati-hati sampai terjatuh." Kebohongan kecil yang selalu Sadewa lontarkan itu, membuat Nakala mengangguk kecil dengan raut khawatir yang belum hilang, setengah tidak percaya.

"Lain kali tolong lebih hati hati, Sadewa. Jaga dirimu dengan baik, karena Nakala hanya punya Sadewa dan Kak Amar."

Sadewa mengangguk dengan senyum kecil dibibirnya, ia usap pelan pucuk kepala saudara kembarnya sayang.

"Tenang saja ya, apapun yang terjadi kita akan tetap sama sama." Kalimat itu selalu menjadi penenang terbaik bagi Nakala, laki laki itu kini ikut menyunggingkan senyumnya.

"Sudah sana ke kantin. Raskala pasti sudah menunggu, nanti anak itu mengamuk." Lanjut Sadewa.

Nakala mengangguk patuh, laki laki itu berlarian kecil menyusul Raskala yang sudah lebih dulu menunggunya di stand batagor milik Mang Ipul. Sebelum benar benar menghilang di balik pintu kelas, Nakala sempat memelankan langkahnya kala samar samar mendengar seruan Aira kepada Sadewa.

"Sa! Ayo ke kantin." Gadis itu tersenyum riang, menarik ujung lengan seragam Sadewa.

Sadewa tersenyum, laki laki itu menggeleng kecil. Sebab selama ia bersekolah di sini, belum pernah sama sekali menginjakan kakinya di kantin. Tidak seperti kebanyakan temannya yang lain, yang dengan gembira menikmati setiap rasa makanan yang dijual disana. Sadewa hanya menghabiskan waktu istirahatnya untuk membaca buku atau hanya sekedar singgah di ruang musik. Bahkan sebenarnya Aira paham, namun mengingat bagaimana Sadewa yang entah makan apa sewaktu jam istirahat. Oleh karena itu, Aira berniat mengajak Sadewa untuk mengisi perutnya.

Kamar untuk SadewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang