"Ngomong Gak?!! " Tegas Ulin sembari mendelik dan tak lupa mencondongkan garpu ke arah Abyan.
Abyan mengelus dadanya sabar.
Calon istri Saya galak amat, Allah.
"Ulin?! " tegur Wulan lembut namun keras.
Ulin mencebik. Lantas meletakkan garpu dengan kasar.
Sebenarnya Abyan memang sudah gatal ingin menjelaskan alasan mengapa ia tidak datang saat malam itu. Namun, ada saja halangannya. Ketika dirinya hendak berbicara makanan datang. Alhasil niatnya ia urung untuk menjelaskannya. Ada waktu habis makan bukan? Abyan santai saja.
"Cepat jelaskan, Saya masih ada kerjaan. " alibi Ulin. Abyan tersenyum.
"Dengarkan Saya menjelaskannya dengan semampu Saya. Jangan ada yang di potong. "
Ulin mengangkat alisnya. Oke.
"Sebelumnya saya minta maaf atas kelalaian saya dengan janji saya pada malam itu. Saya tidak ada niatan buat mengingkari. Namun, selepas saya mengajar Saya langsung pulang. Rencana setelah pulang Saya akan langsung menemui kamu. Tapi, Umi mengajak Saya berbincang yang mana membuat hati saya bergerak untuk meminangmu, Lin. Malam itu saya benar-benar lupa akan janji temu dengan kamu, demi Allah tidak ada niatan saya mengingkarinya. Murni karena saya lupa. "
Abyan menatap Ulin yang masih enggan menatapnya. Ulin memasang telinganya siaga, walau dirinya tidak menatap si empu suara yang berusaha menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi. Tapi ada alasan dirinya tidak menatap Abyan. Yaitu satu. Ia takut akan goyah dengan pendirianya yang berusaha membentengi gejolak rindu di hatinya.
Abyan menghela napasnya, Ulin tetap saja tidak menatapnya sedikitpun. " dan malam itu juga, Abi jatuh sakit yang harus di larikan ke rumah sakit. Karena hal itu juga yang semestinya Abi mengajar yayasan, Saya yang harus menggantikan jadwal mengajarnya. Saya memberi alasan ini untuk membenahi kesalahpahaman yang terjadi di antara kita, Lin. Maaf membuatmu menunggu dan bodohnya Saya baru menemuimu setelah 5 hari berlalu.
Saya benar-benar minta maaf atas hal itu. Karena kesibukan itu membuat mu terlupakan. Maaf, maaf. "Abyan menatap Ulin dengan sendu. Ulin tak mengindahkan kata maafnya. Bahkan tidak menatap nya sedikitpun apalagi melirik.
" Ulin, jika memang kesalahan saya benar-benar tidak bisa membuat kamu kembali, dan soal pinangan tersebut. Anggap saja angin lalu Jika itu membuatmu bertambah benci kepada Saya. Kamu pasti butuh waktu juga untuk memikirkannya secara matang. Itu hak Kamu. Kamu yang berhak memilih hidupmu. Saya tidak akan memaksamu.
"Dan satu lagi, ada salam dari Umi dan maaf karena Umi membuat mu menunggu. Kamu tahu apa yang Umi katakan pada malam itu?" Abyan bertanya menerawang kembali malam itu. Meski Ulin enggan sekali menatapnya.
Abyan tersenyum mengingat pesan Uminya. "Beliau berpesan kepada Saya. Bahwa secepatnya harus membawamu ke rumah bertemu Umi." Abyan kembali menarik sudut bibirnya membentuk garis lengkung tipis.
Jantung Ulin berdetak agak cepat. Ada sedikit rasa haru menyeruak dalam dirinya. Ia tertarik lebih jauh dengan cerita Abyan. Ia penasaran seperti apa sosok Umi Abyan itu?
"Umi yang mendorong Saya untuk segera menghalalkanmu, Lin. Dan kalau saja Umi tidak mengingatkan Saya kemarin, mungkin Saya akan terus membuatmu terjerumus dalam maksiat ini, hubungan yang jelas-jelas haram. Saya hanya ingin menyelamatkanmu dan tentunya Saya dan keluarga kita dari fitnah. Apa Saya salah ingin memutuskan tali fitnah itu dan menyambung nya dengan ikatan halal? "
Enggak ada yang salah, Mas. Justru kamu benar. Jerit Ulin dalam hati. Air matanya ingin sekali keluar membobol dinding kokoh itu.
"Kamu tahu?" Abyan bertanya walau tidak mendapat respon dari Ulin. "Ana uhibbuki Fillah, Ulin. Sebegitu dalamnya cinta ini karena itu juga Allah mendorongku untuk segera meminangmu. "Abyan mengatakan itu hingga setetes air mengalir dari pelupuk matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PELITA
RandomSedekah paling murah dan ringan adalah senyum. Cerialah hati. Walau duka melanda sanubari. Suka duka, senang sedih, bahagia susah seakan datang terus silih berganti. Tanpa itupun hidup tidak akan semenarik yang kita lalui.