لا تحزن ان الله معنا....
"Jangan lah bersedih, sesungguhnya Allah bersamamu... "
***
"Malik, hari ini kamu ada agenda enggak, Nak? " tanya ibu sembari mengambilkan secentong nasi untuk sang ayah. "Lauknya apa Mas? " tanya ibu kepada Suaminya.
Malik menatap ibunya yang begitu lihai melayani ayahnya. "Enggak ada Bu, sampai siang nanti, mah. " senyumnya terbit melihat kerukunan ayah dan ibunya. Cinta yang mendominasi membuat mereka semakin romantis saja.
"Enggak usah senyum-senyum kamu, " sindir ayah. Ibrahim.
"Mass! " teguran lembut Ibu. Sarah.
Malik mencebik. "Ayah sensi terus deh, sama Malik. Kenapa sih, Yah? " tanya Malik penasaran. Pasalnya ayahnya ini terus saja menjulidi dirinya. Dari awal dirinya menyapa sang ibu, ayahnya melarangnya untuk tidak menggoda. Siapa yang menggoda siapa? Sekedar menyapa sang ibu apa salahnya? Gondoknya dalam hati.
"Eh, Bu, tahu enggak? " seloroh Malik.
Ibu menatapnya, "apaan, tuh? " tanya Ibu penasaran.
"Tadi Ayah ketemu sama Pak Jamal. Nah, ketika beliau mau pamitan pulang. Ayah bilang 'jangan lupa cari yang lain', " ungkapnya yang sedikit garing. Karena memang ibu menangkap ungkapan Malik masih dengan terheran-heran. Apa yang di maksud anaknya ini?
Ayah tertawa mengejek. "Rasain. Kamu cerita garing banget. Ibu sampe melongo itu. " Ayah tiba-tiba memasukan satu sendok nasi beserta lauknya kedalam mulut istrinya. Ya. Apalagi kalau bukan karena cerita garing Malik yang membuat istrinya melongo sehingga sedikit membuka mulutnya.
Ibu pun reflek menerimanya. Tapi, dalam hatinya mimpi apa semalam sehingga suaminya tiba-tiba menyuapinya begini.
Ah. Ia harus berterima kasih kepada putranya, Malik. Karenanya suami menyuapinya.
"Ya allah, Yah, Bu. Stop mesraan di depan Malik sih. Dosa, " kesal Malik. Karena melihat keromantisan kedua orang tuanya. Berniat untuk membuat sang ayah di marahi sama ibunya dengan bercerita seperti itu. Malah dirinya yang kena mental.
"Makanya nikah, Lana. Kamu itu sudah berumur, mapan, dan agama juga enggak sia-sia Ayah ajarin kamu agama. Insya allah ada hasil. Apa lagi yang membuat kamu menunda-nunda untuk menikah? " Ayah bukan apa berkata demikian. Pasalnya putranya ini memang agak lain dari kedua anaknya yang lain.
Maryam anak pertamanya sudah menikah dan mempunyai 2 anak. Raden anak keduanya juga sudah menikah dan memiliki satu anak. Dan Malik anak terakhirnya sudah berumur 24 tahun, pendidikan sudah selesai, soal penghasilan juga tidak diragukan lagi. Malik putranya satu-satunya yang sudah bisa berpenghasilan dini. Di umur nya yang 24 tahun masih bisa di bilang dini bagi seorang laki-laki untuk bisa mapan.
Karena memang ada benarnya di umur 20 sampai 25 tahun tidak ada seorang pemuda yang bisa mapan hidupnya kecuali orangtuanya kaya raya.
Tapi, itu semua adalah praduga manusia. Jalan Allah lain jalur lah. Buktinya Malik yang masih 24 tahun sudah bisa berpenghasilan.
Ya. Walaupun bisnis kecil-kecilan. Malik membangun bisnisnya dengan tekadnya yang kuat. Meski di awal sering jatuh, terpencil, bahkan terseok-seok. Dirinya masih bisa berdiri di kaki sendiri. Selama ini juga terkait uang jajan ia tidak meminta kalau memang ayahnya tidak memberi.
Namun, bagi Ibrahim yang mana kewajiban seorang ayah untuk menafkahi anaknya salah satunya memberi uang saku dan memfasilitasi kebutuhan nya, tetap ia penuhi entah itu di pakai oleh Malik atau tidaknya. Setidaknya kewajibannya terpenuhi soal nafkah materi.
KAMU SEDANG MEMBACA
PELITA
RandomSedekah paling murah dan ringan adalah senyum. Cerialah hati. Walau duka melanda sanubari. Suka duka, senang sedih, bahagia susah seakan datang terus silih berganti. Tanpa itupun hidup tidak akan semenarik yang kita lalui.