2 Teleportasi Paksa

262 21 7
                                    

[Kota Liv, Lantai 1]

Di depan bangunan putih bertingkat. Seorang gadis berambut oranye panjang berdiri menunggu kehadiran seseorang. Wajahnya terlihat sedang terusik saat ini, sepertinya seorang pemain asing yang sedang mengajaknya berbicara cukup mengganggu. Seakan mengaburkan perkataan pemain itu angin berembus cukup kencang menaburkan helai-helai rambut sang gadis yang berwarna oranye hingga terlihat begitu menawan.

"Bergabung saja dengan kami! Kau akan masuk ke dalam party yang akan menyelesaikan lantai pertama," bujuknya agak memaksa.

Liza masih terlihat acuh dan diam saja.

"Ayolah, siapa yang kau tunggu? Apa dua orang pengecut itu?!" tanyanya kesal karena tak dihiraukan sejak tadi.

Tapi Liza lebih kesal lagi setelah mendengar ucapannya itu. Dia menendang selangkangan pemain itu dengan cukup keras, ia juga memiting kepalanya hingga terjatuh.

"Tarik kembali kata-katamu, atau kau akan hancur berkeping-keping!" serunya dengan geram dan mata dingin yang menatap tajam.

Wajah Liza tidak main-main dia benar-benar terlihat menyeramkan saat ini. Pertama kalinya kulihat dia semarah itu. Sepertinya meski dia tahu kalau tubuhnya tak akan mati walau Liza mencoba membunuhnya, pemain itu melarikan diri segera setelah dilepaskan, membuat Liza ikut terjatuh saat melihat kedatanganku.

"Kau baik-baik saja?" tanyaku pelan sembari menjulurkan tangan untuk membantunya berdiri.

Wajah Liza kembali normal tapi dia terlihat gugup saat ini. "Ah, ya, aku baik-baik saja."

Dia menerima bantuan tanganku untuk berdiri. Dari samping kami, terdengar seorang berbisik. "Berani sekali di pagi-pagi begini sudah bermesraan."

Kupalingkan pandanganku ke samping dan terlihat wajah Dicky yang paling menyebalkan saat itu, dia cekikikan di balik telapak tangannya itu. Buk. Plak. Dua serangan beruntun dariku dan juga Liza, memberikan bekas telapak tangan dan pukulan. Itu pasti sakit walaupun garis hijau di sudut pandangannya―HP bar-nya tak berkurang karena serangan yang diterimanya dilindungi oleh sistem.

"Apa salahku?" keluhnya memegangi wajah dengan kedua tangannya tepat dibekas pukulan kami berdua sebelumnya.

"Salahmu... Kamu ter-lam-bat."

"Hanya itukah, Liza," kata Dicky yang kemudian menjelaskan alasan keterlambatannya yang Aku rasa hanya dia buat-buat saja.

Liza kembali tertawa mendengar bualan yang dikatakan Dicky padanya itu. Aku hanya tersenyum melihat mereka sebelum pergi meninggalkan mereka.

"Oy, Aryn, tunggu Kami!" seru Dicky saat menyadari Aku meninggalkan mereka.

Ya, hari ini tanggal 21 tepatnya pukul 7 pagi, dan kami sudah siap dengan perbekalan Potion. Butuh waktu sekitar setengah jam untuk sampai di pintu masuk dungeon utama. Di depan kami sudah berkumpul beberapa orang, entah apa yang mereka lakukan di depan pintu masuk dungeon.

Mereka terlihat sedang membicarakan sesuatu, begitu mereka sadar kami mendekat, mereka dengan cepat menodongkan senjata mereka masing-masing karena terkejut akan kedatangan kami.

"Kalian sedang apa?" tanya Dicky yang sudah penasaran sejak tadi dan itu menggantikanku berbicara di depan mereka karena Aku tak suka banyak bicara.

"Ternyata kalian rupanya 'Trio Pemburu Malam'" ujar salah satu dari mereka.

"Kami baru saja kembali dari hutan dan sedang melakukan pembicarakan penting yang kalian ganggu. Kalian sendiri untuk apa mendatangi Dungeon Utama? Meski kalian bertiga kuat, dungeon ini berbeda dengan yang ada di dekat Kota Awal dan Kota CO."

ALFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang