12 Jebakan, Bagian Satu

105 9 0
                                    

[Beberapa Hari Lalu]

[Sebuah Gua Misterius, Lantai Tengah]

"Dia tidak lebih dari seorang pecundang yang munafik." Orang itu berkata pada seluruh pemain yang berada dihadapannya, suaranya bergema di seluruh gua yang kurang penerangan itu.

Percakapan sudah berlangsung cukup lama dalam gua misterius itu. Jika dihitung, jumlah orang yang ada dalam gua cukup banyak hingga mencapai angka ratusan. Mereka juga tampak mengenakan pakaian yang sama, mantel kelabu dengan sebagian wajah tertutup. Di depan mereka semua tampak seorang yang mendominasi pembicaraan sejak tadi dia sedikit berbeda, mengenakan topeng putih dengan senyum lebar dan mata yang menerawang, mungkin dia pimpinan dari mereka semua.

Di samping orang itu, seorang lagi yang sangat kontras dengan yang lainnya itu tampak dari armornya yang berwarna biru dan hitam, seorang werebeast tipe serigala, dia dijaga sangat ketat oleh yang lainnya dan tampak mengenakan rantai di kaki dan tangannya.

Seorang berada di barisan ketiga berseru. "Jika dia memang seorang pecundang. Lalu apa tindakan yang akan anda lakukan, Master?!"

Dia mungkin sedang tersenyum dalam topengnya yang juga tersenyum mengerikan. "Kita akan menjebaknya... lalu kalianlah habisi mereka semua," ujarnya sedikit mencondongkan tubuh lalu menelengkan kepalanya.

Sorak-sorai para pemain dalam gua meledak seketika. Dan orang yang di sebut sebagai master itu pun tertawa dengan suara yang sedikit menyeramkan.

"Apa tujuanmu sebenarnya, dasar berengsek?!"

Seruan itu terdengar keras dan tajam hingga semua tiba-tiba terdiam, semua pandangan kini tertuju padanya.

Si pimpinan menatap ke arahnya seraya berkata, "Oh astaga, apa kau marah karena aku mengabaikanmu?" tanyanya.

Werebeast serigala itu bisa merasakan tatapan tajam si pimpinan padanya, tatapan amarah karena kesenangannya diganggu. Namun hal itu tak dihiraukannya, dia menyeringai sebelum berkata, "Jangan pikir aku akan takut dengan tatapanmu itu. Bahkan jika kau ingin membunuhku, silahkan saja!" suaranya terdengar menantang.

Sebuah pukulan melayang dari arah kiri, sepertinya salah satu penjaganya yang melakukan itu. "Diam, kau! Dasar jalang! Kau tak sopan dengan master kami," serunya.

"Tidak apa, Koko..." ujarnya menatap ke arah penjaga yang ada di sebelah kirinya sebelum kembali menatap si werebeast. "Tapi sayangku, kau terlalu berharga untuk dibunuh saat ini. Karena kau adalah kunci dari rencanaku saat ini."

"Aku tak sudi bergabung dalam rencanamu, berapa kali pun kau menyiksaku."

"Jangan keras kepala begitu sayang, wanita cantik sepertimu tak boleh keras kepala... atau kau ingin melihat semua anak buahmu mati di tangan kami," ancam si pimpinan.

Raut wajah si werebeast mulai berubah. Dari posisi setengah berdiri pada lututnya, dia beringsut dan menundukkan punggungnya hingga terlihat sedang berlutut. Sepertinya ancaman dari si pimpinan ini sangat berpengaruh padanya. Dia mulai ketakutan dan gemetaran, mungkin jika cahaya dalam gua tersebut cukup terang, wajahnya akan tampak pucat sekali.

"Hah? Ada apa sayang? Apa yang kau takutkan? Bukankah itu bagus karena bukan dirimu yang mati."

Mereka semua mulai tertawa melihat wajah ketakutan si werebeast meski tak begitu jelas.

"Gehaha, mungkin sudah waktunya bagiku untuk berkenalan dengan musuh," ujarnya saat melepaskan mantel kelabunya.

Tampak sosok seorang pemain bertubuh cukup tinggi untuk seorang ras manusia. Topengnya tampak kontras dengan rambut hitamnya yang pendek dan topi berpita putih. Dia mengenakan kemeja hitam, dasi putih dan jas hitam dengan celana yang sama seperti kemejanya. Di sabuknya menggantung dua buah pedang berukuran pendek di kedua sisinya, tampak seperti seorang pesulap yang besiap melakukan atraksi sirkus. Senyum di topengnya tampak menyeramkan selaras dengan mata sedih mengerikan yang terpampang.

ALFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang