Yang haksa tau, dia ini anak tunggal. Tak punya saudara kandung, dan menjadi satu-satunya ahli waris harta ayahnya. Yang di angankan haksa, dia akan menikmati uang ayahnya itu tanpa bekerja dan berfoya-foya sampai tua nanti tanpa mau berbgai dengan siapapun. Bahkan istri dan anaknya nanti tak akan dia beri. Semua angan haksa rasanya terasa begitu sempurna, sebelum sapaan ceria itu masuk menyapa pendengarannya.
"Halo, haksa! Aku hasya, kakak kembar kamu. Kata ayah mulai hari ini aku bakalan tinggal disini sama kalian. Salam kenal ya, dek, semoga kita cepat akrab!"
Haksa merengut tak suka. Dia mengibarkan bendera perang, Sapaan dari orang yang katanya kakak kembarnya itu diabaikannya. Matanya menatap sengit kepada ayah. "Minimal jelasin ke aku, yah."
Ayah menghembuskan nafasnya pelan, lagi. "Ayah gak bisa jelasin semua sekarang, haksa. Habis ini ayah agak sibuk sama kerjaan ayah, enggak bisa pulang ke rumah sementara waktu. Nanti pas ayah agak senggang, ayah ceritain semuanya." Jawaban ayah selalu berhasil membuat haksa kesal. Dari dulu pasti selalu begitu, ayahnya lebih mementingkan pekerjaan ketimbang anaknya sendiri. Tapi tak apa, haksa sudah biasa dengan ayah yang seperti itu. Namun untuk kali ini, dia tak bisa bersikap biasa saja.
Di depannya sekarang ada orang yang berwajah sama dengannya, sedang menatapnya dengan senyum sumringah, dan ingin mengakrabkan diri dengannya. Haksa tidak bisa. Dia lebih nyaman dengan kehidupannya yang damai tanpa saudara.
"Bawa dia balik." Haksa menatap tak suka kepada orang itu, "aku gak mau tau, bawa dia balik pokoknya. Aku gak mau punya saudara, yah!"
Ayahnya menggelengkan kepalanya, "jangan ngomong begitu, haksa. Dia ini kakak kamu. Kalau pun dia mau balik, ayah gak akan ngasih izin. Dia sendirian aja di tempatnya sana. Lebih baik disini, supaya bisa ayah awasi." Jelasnya mencoba membuat haksa paham, walau tak berhasil.
Haksa berdecak, "terserah deh, aku lagi gak mood ngomong sama ayah. tapi aku gak mau orang ini ganggu aktivitas aku. Awas aja lo!" Dia menunjuk wajah kembarannya dengan raut marah. Kemudian segera meninggalkan kedua orang itu di ruangan yang mendadak hening.
"Maaf ya, hasya. Adek kamu memang agak pemarah orangnya." Ayah menatap hasya dengan raut tidak nyaman.
Hasya tertawa kecil, "enggak papa yah, hasya paham aja, kok! Nanti hasya bakalan coba buat ngomong lagi sama dia. Haksa cuman merasa belum terbiasa aja sama aku, nanti kami pasti akrab. Ayah tenang aja, ya!" Ujarnya pantang menyerah dengan senyum lebarnya.
Ayah tersenyum, merasa cukup senang karena ternyata anak sulungnya ini lebih ramah dan pengertian dari yang ia kira. Karakternya begitu berbeda dengan haksa yang cuek dan tak peduli apapun. Tapi ayah harap, dengan perbedaan yang ada ini mereka berdua bisa saling mengakrabkan diri.
Ini baru permulaan, ayah sangat menantikan kemajuan hubungan keduanya di masa yang akan datang nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello My Bro!
Fanfictionhaksa lupa, kapan terakhir kali ia merasa terkejut luar biasa seperti saat ini. ini hari minggu, cuaca di luar sangat cerah dan terik. ia baru saja terbangun dari tidurnya, dan sudah mendapatkan kejutan luar biasa dari sang ayah. "the fuck? who the...