Liburan akhir tahun sudah berakhir, masa bersantai dan berleha-leha milik haksa telah habis. Sekarang, sudah saatnya dia kembali bersekolah.Hasya mengantar kepergian adiknya pagi ini, rasanya ia sedikit sedih, karena setelah haksa pergi dia akan menyendiri di rumah besar ini bersama beberapa petugas yang di tinggalkan ayah mereka untuk berjaga dan melayani mereka.
"Haksa, hari ini aku bikinin kamu bekal. Jangan lupa di makan, ya?" Ingat hasya kepada sang adik yang sibuk mengecek atribut sekolahnya.
Setelah merasa atribut sekolahnya sudah lengkap, haksa mengangguk kecil. "Iye, nanti gue habisin. Buset dah, kenapa tu muka sedih bener? Kayak mau di tinggal pergi jauh aja." Ia tertawa ketika melihat wajah murung sang kakak yang kelihatan tidak rela.
Hasya menghela nafasnya, "aku sedih, soalnya hari ini haksa pulangnya sore banget. Enggak sempat buat main banyak-banyak sama haksa." Ungkapnya dengan bibir melengkung kebawah.
Haksa menggelengkan kepalanya pelan, "Dih, lo bayi apa sampai harus kayak gitu? Ya lagian lo sih, di suruh ayah sekolah malah gak mau." Ucapnya terdengar heran.
"Aku mau, kok!" Seru hasya, "tapi bukan sekarang. Nantiii, waktu aku sudah bisa menyesuaikan diri sama orang-orang di jakarta."
Haksa mencibir, "menyesuaikan diri pantat lo. Banyak-banyakin noh keluar rumah. Lo kalau pergi keluar cuman ke supermarket aja buat beli bahan masak sama isi kulkas kita."
Hasya menundukkan kepalanya, masih dengan bibirnya yang melengkung. "Ya habis...aku kan gak cepat akrab sama orang baru..."
Hasya bisa merasakan usapan lembut di kepalanya, itu adalah tangan haksa. "Cemen lo, kenalan sama orang aja takut. Lo mesti berguru sama gue nanti." Ucap haksa sombong di sertai tawa kecil di akhir.
Haksa benar-benar sudah melunak kepada hasya. Sejak hari dimana hasya merawat haksa yang tengah sakit, adiknya itu menjadi pribadi yang sangat berbeda dari pertemuan pertama mereka. Lebih lembut, lebih penurut, dan lebih perhatian.
Hasya sih, senang, jelas. Tapi terkadang kebingungan juga ketika perhatian yang di berikan haksa terlalu berlebihan. Mungkin karena ini pertama kalinya ada seseorang yang sayang dan memberikan banyak afeksi serta atensi kepada haksa, anak itu menjadi lebih sensitif jika sudah menyangkut orang yang dia sayangi.
"Ya udah, gue berangkat ya. Telpon aja kalau ada apa-apa." Haksa menjentik kening hasya pelan, kemudian memasuki mobil hitamnya.
Hasya melambaikan tangan ketika suara klakson mobil berbunyi dan menjauh meninggalkan halaman rumah. Haksa sudah pergi.
"Aduh, jadi aku harus ngapain habis ini?"
•••
"Eh, sa! Duduk di sebelah gue sini!" Yang ini namanya jevian, salah satu teman akrab haksa yang sudah berteman dengan haksa sejak SMP. Tubuhnya seperti atlit, tinggi dan besar. Wajahnya pun terlihat garang. Tapi tenang saja! Saat jevian tersenyum, maka semua kesan 'nakal dan jahat' di dirinya akan hilang seketika.
Aslinya, jevian adalah anak baik yang suka membantu orang. Tapi karena wajah kakunya, banyak yang mengiranya sebagai anak langganan BK. Padahal, melihat kucing di pinggir jalan tak makan saja dia sudah sedih hendak menangis.
"Eyyo, bro! Gimana kabar lo?" Haksa melakukan tos dengan jevian, kemudian mendudukkan dirinya di kursi yang sudah di sediakan kawannya itu. "Jangan lupa hutang lo 300 ribu ya ke gue."
"Anjir lah lo, hahaha. Baru juga duduk, udah nagih hutang aja." Yang recehan ini namanya malvin. Ketua tongkrongan mereka. Dia adalah anak OSIS di sekolah mereka. Jika sekolah akan mengadakan sebuah acara, teman-temannya pasti akan memintanya untuk cepu.
Malvin tinggal di indonesia sejak berumur 9 tahun, sebelumnya dia tinggal di kanada. Karena itu, malvin memiliki aksen yang paling bagus ketika sedang berbicara bahasa inggris di bandingkan yang lainnya. Kalau ada kebingung tentang bahasa kalbu itu, tanya saja ke malvin ya kawan-kawan!
"Tega lo ngingatin gue tentang masa gelap itu, sa." Ujar jevian dramatis sambil menyeka air mata palsunya.
Kembaran jevian, nathan, merotasikan matanya. Agak lelah dengan sifat lebay saudaranya itu. "Lebay lo." Komentarnya.
Berbeda dengan jevian yang mudah berbaur dan banyak bicara, nathan adalah orang yang agak pendiam dan irit kata. Tipe orang yang berbicara seperlunya. Tapi, jika sedang dalam mood yang bagus, dia akan tersenyum sepanjang hari dan menjadi sedikit jahil.
Nathan adalah definisi yang sebenarnya dari 'Big boy'. Tinggi tubuhnya sama dengan jevian, tetapi massa ototnya jauh lebih besar dari kakak kembarnya itu. Hal ini dikarenakan hobi nathan yang suka berolahraga dan ngegym. Banyak orang yang takut pada anak ini.
"Raihan, coba liat si nathan." Adu jevian pada kawan mereka yang bertubuh kecil.
Orang yang di panggil raihan itu melototi jevan, "Apasih cot, geli tau gak!" Marahnya sambil menjauhkan tangan jevan yang berusaha meraih lengan bajunya.
"Hiks, sakit hati dedek."
"Plis stop jadi alay, jev."
Tubuh raihan memang kecil, tapi tenaganya tak boleh di remehkan. Terutama tangannya. Anak tongkrongan mereka akan menghindari raihan sebisa mungkin jika tangan anak itu sudah terkepal dan siap melayangkan tinjuan kepada orang di sekitarnya. Karena, bro, bahkan tinju milik malvin pun tak sekeras itu.
Raihan hobi bernyanyi, suaranya sangat merdu dan halus. Di sekolah mereka, raihan adalah ketua eskul paduan suara. Tapi ketika di luar, dia hanya lah remaja yang gemar memainkan gitarnya sambil mengelilingi pasar malam atau jalanan sekitar. Raihan sangat mencintai musik.
"Udah, udah. Kasian noh si jevan, betulan sedih dia. Btw, cakra sama jihan mana?" Haksa bertanya tentang 2 anak termuda di tongkrongan mereka.
Raihan menghembuskan nafasnya pelan, "lo ini kebiasaan banget gak pernah buka hp. Mereka udah bilang mau bolos hari ini di grup."
"Hah? Masa sih? Hp gue ketinggalan di rumah anjir."
"Cih, pantesan. Katanya mereka izin pakai rumah lo buat main sama rebahan."
"Ohh- HAH! Apa tadi!!?"
Raihan menyerngit, haksa tak pernah seterkejut ini hanya karena anak tongkrongan mereka menjadikan rumahnya sebagai tempat pelarian untuk bolos. "Mereka ke rumah lo, buat main sama rebahan." Ulang raihan.
"ANJIRRR!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello My Bro!
Fanfictionhaksa lupa, kapan terakhir kali ia merasa terkejut luar biasa seperti saat ini. ini hari minggu, cuaca di luar sangat cerah dan terik. ia baru saja terbangun dari tidurnya, dan sudah mendapatkan kejutan luar biasa dari sang ayah. "the fuck? who the...