Chapter 12: Tentang mama dan hasya

219 27 2
                                    

Setelah memakan beberapa batang es krim, keduanya pergi menuju kamar dan membaringkan tubuh di atas kasur empuk milik haksa. Ah, memang betul ternyata kalau kasur itu adalah surga dunia kita.

"Cel, gue boleh nanya gak?" Haksa mengarahkan tubuhnya ke samping, dan menemukan hasya yang ternyata juga sedang menghadap ke arahnya.

"Boleh, haksa mau nanya apa?"

"...gue...boleh tau cerita tentang hidup lo gak, sebelum datang kesini?" Pinta haksa ragu.

Hasya terdiam selama beberapa saat, kemudian menganggukkan kepalanya. "Boleh, haksa mau tau tentang apa?"

"Gue mau tau cerita tentang mama..."

Hasya mengulas senyum lembutnya. Kemudian beringsut maju dan memeluk haksa. Dalam pelukan haksa, tangannya menjulur maju untuk mengusap punggung adiknya.

"Mama, ya? Aku enggak punya banyak cerita tentang mama. Tapi aku bisa kasih tau haksa beberapa hal tentang mama." Mata hasya terpejam, pikirannya melayang ke masa lalu dimana dia hidup hanya berdua dengan sang ibu.

"Mama itu cantik. Rambutnya bergelombang sedikit, terus bulu matanya panjang lentik. Kulit mama putih bersih, terus badannya juga tinggi. Mama orangnya jarang ngomong, beliau lebih suka banyak bergerak dari pada berbincang sama orang." Hasya memulai kisahnya. "Kami hidup sederhana di tempat asal kami, tapi bukan berarti kebutuhan kami enggak cukup, malah kelebihan lagi. Soalnya mama jago mengatur keuangan dan suka menabung."

"Mama jarang ada di rumah, kayak ayah." Tawa kecil keluar dari bibir hasya, "mungkin 2 bulan sekali mama baru bisa pulang sama istirahat di rumah."

"Jadi lo tinggal sendirian waktu mama kerja?"

Hasya menggelengkan kepalanya. "Aku di jaga sama ruru."

"Hah? Kok ruru?"

"Ruru itu penjaga sewaan mama buat aku."

"Ohh." Haksa mengangguk-angguk. "Umur ruru itu berapa, sih?"

"Kalau gak salah ruru tahun ini 27 tahun."

'Bjir, tua juga.' Batin haksa.

"Kalau lo gimana? Lo dulu sekolah dimana?" Tanya haksa yang kini pemasaran tentang kehidupan sekolah hasya.

Kakaknya itu pasti sangat di sukai semua orang. Dia baik, rajin, sopan dan ramah. Haksa bertaruh, bahkan guru pun pasti sangat menyayangi hasya di sana.

"Aku homeschooling, enggak pernah sekolah kayak anak-anak yang lain."

Haksa ternganga mendengar jawaban hasya, "lah? Kok gitu?"

"Eum..." keraguan terdengar dari nada hasya, dia bimbang untuk menjawab kali ini. "Mama gak suka kalau aku sering keluar dari rumah."

"Anjir, tega bener dah."

"Dari kecil aku enggak di izinin mama keluar rumah. Kalau keluar pun itu cuman buat belanja kebutuhan di dapur, atau beli jajan. Itu pun harus selalu sama ruru." Ungkap hasya sedih. "Mama bakalan marah kalau aku ketahuan keluar diam-diam tanpa sepengetahuan beliau sama ruru."

'Kesannya kok lo kayak dikurung sih, cel?' Haksa mengusap lembut surai hasya, kemudian menepuk-nepuk punggungnya pelan.

"Kalau gue boleh tau, ayah mengambil lo karena tau kelakuan mama, kan?" Tebak haksa yang di beri anggukkan oleh hasya.

"Waktu itu memang agak kacau. Ayah tiba-tiba datang waktu mama lagi pusing-pusingnya sama pekerjaannya. Bikin kepala mama enggak bisa berpikir jernih. Mama bahkan ngurung aku di kamar bawah tanah supaya ayah gak bisa nemuin aku." Cerita hasya kali ini membuat haksa tegang dengan jantung yang berdetak kuat.

Kamar bawah tanah?

"Mungkin sekitar 2 bulan kalau gak salah, aku enggak bisa keluar dari kamar itu. Setiap pagi sama malam, mama datang buat ngasih aku teh manis yang sudah di kasih bubuk supaya aku tidur." Hasya jadi ngeri sendiri ketika mengingat hal itu. Karena pada waktu itu, hasya tak bisa mengenal yang mana malam dan yang mana pagi saking banyaknya tertidur akibat minuman yang di sajikan mama nya.

"Terus, sekarang mama dimana?"

"Aku...aku enggak tau. Aku enggak mau tau. Maaf ya, haksa, aku enggak bisa cerita lagi."

Haksa bisa merasakan pelukan pada pinggangnya semakin mengerat, begitu pula dengan wajah hasya yang semakin tenggelam di dadanya. Haksa paham, mama sudah memberikan banyak kenangan buruk untuk hasya. Jadi dia tidak heran jika hasya menunjukkan sebuah penolakkan saat bercerita tentang mama sekarang.

"Iya, udah. Gue udah puas kok denger cerita lo." Haksa mencium kening hasya berkali-kali. "Udah, ya. Sekarang lo udah disini. Sama gue, sama ayah. Mama enggak bakal datang lagi."

"Haksa, mau di nyanyiin."

"Boleh, mau di nyanyiin apa?"

"You are my sunshine, boleh?"

"Siapa yang bilang enggak boleh. Kalau lo minta ke gua, pasti akan selalu gue turutin."

Sudah lama sekali rasanya, sejak hasya di beri nyanyian begini ketika hendak tidur. Dulu, ruru lah yang selalu menyanyi ketika dia hendak tidur. Tapi sekarang, kalau dia meminta ke haksa, tak apa kan?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hello My Bro!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang