I.L.U 8

3 1 0
                                    

- Confess

Zea sudah memberikan proposal kembali kepada Farid di depan ruang kelasnya yaitu XII IPS 1

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Zea sudah memberikan proposal kembali kepada Farid di depan ruang kelasnya yaitu XII IPS 1.

Farid kemudian menerimanya dengan senyum kecil sebagai balasan terimakasih untuk Zea.

"Gue cek ulang gaada yang perlu dibenerin lagi. Dan malah terlalu detail menurut gue." Farid membuka proposal yang ada ditangannya. Dan tatapan Zea yang mengikuti gerakan tangan Farid.

"Oh ya kah. Gue takut ada yang kurang bener atau ada yang kurang rapi kayak tanda bacanya atau paragrafnya." Zea menggeleng.

Farid yang selesai mengecek proposal akhirnya mengangkat kepalanya dan menepuk pundak Zea dua kali.

"Thanks atas kerja samanya." Zea mengangguk dengan mengacungkan jempolnya ke atas.

"Gue gak sebegitu membantu tapi okey terimakasih kembali."

"Gapapa, udah lo bantuin ngecek ulang aja gue udah berterimakasih banget kok." Zea tersenyum tipis.

Kemudian Farid berpamitan untuk pergi setelah mengatakan hendak memberikan proposal kepada ketua osis.

Kemudian Zea memasuki kelas dan langsung duduk pada bangkunya.

Ia melirik sedikit ke arah bangku Raka. Ternyata cowok itu tengah bermain game bersama Oji dan kawan-kawan lainnya.

Zea menghela nafas dan kembali menghadap depan.

Sampai kapan perasaan ini berlanjut. Apakah dirinya harus confess di ig kelas atau bagaimana agar Raka sadar akan perasaannya.

"Bukan waktu yang pas untuk memikirkan itu."

Zea melipat kedua tangannya di atas meja dan meletakkan kepalanya di atas lipatan tangannya.

Kemudian dia mendengar suara dari sampingnya seperti tengah berbisik karena kepo ia mengangkat kepalanya dan terkejut bukan main ketika kepala Raka berada 1 cm di depannya.

"Astaga." Zea refleks memundurkan kepalanya.

Raka tertawa ditempatnya begitu melihat wajah terkejut Zea. Karena menurutnya itu lucu. Zea yang masih mematung itu hanya menatap bingung Raka.

"Muka lo gak kuat gue lihatnya." Lihatlah dia masih saja tertawa padahal sudah membuat jantung Zea berdegum tak karuan.

"Lo itu ya," kesal Zea yang sudah tidak mengerti lagi hendak mengatakan apa. Rasanya seperti ada sesuatu menyangkut tenggorokannya.

"Apaa. Gabisa ngomong lo." Dan dirasa-rasa Raka ini makin menyebalkan.

"Tau ah." Zea membalik tubuhnya menghadap depan.

Dan tiba-tiba Raka menyeret kursi yang didudukinya hingga sampai disamping kursi  Zea.

"Mau ngapain lo." Tanya Zea menatap Raka yang menunjuk ponsel miringnya.

"Game, ayo mabar." Mata Zea menatap setiap pergerakan yang dilakukan Raka.

"Mau mabar cacing? Lo kira gue bisa main ML huh?!" Raka mengangkat bahu acuh.

"Kalo gak salah liat gue pernah liat lo main ML bareng Alea deh." Alea yang sedari tadi sibuk bermain game mendengar namanya disebut dengan cepat kepalanya menoleh dan mempause sebentar game cacing yang sedang di mainkan nya.

"Ho'oh Rak, bener. Nih anak mayan jago main ML. Sana lo main, lumayan anjir bisa mabar sama crush lo." Dan kalimat akhir tadi tentu saja Alea sampaikan dengan berbisik ke telinga Zea.

Bukan masalah bisa main atau engga sama crush, masalahnya tuh ini jantung Zea udah berdegum tidak karuan di dalam. Apalagi dengan jarak sedekat ini dengan Raka apakah tidak memalukan jika Raka bisa mendengar detak jantungnya.

"Lo nyaranin jangan yang sesat dong." Bisik Zea ke telinga Alea.

"Kesempatan lo anjir." Balas Alea ikut berbisik.

"Ekhm mon maap nih, ngapain jadi bisik-bisik dah." Ujar Raka menengahi perselisihan kedua sahabat itu. Alea menyenggol lengan Zea.

"Tau nih Zea bisak bisik. Dikira asmr kali." Zea melototkan matanya. Alea kembali melanjutkan game cacingnya.

"Ayo Ze. Main di rank aja, gue bantu naikin rank lo." Zea kembali menatap Raka.

Buset ini deket banget coyy.

Bahkan sekarang dirinya dibuat gagal fokus dengan tatapan Raka.

"Ze, mata lo kemana sih natapnya." Raka menyentil dahi Zea. Bulu kuduknya sampai meremang ketika Zea menatapnya seperti itu.

"Awshh," Zea menggosok dahi bekas sentilan Raka.

"Gue lagi ngomong malah lo cuekin." Zea menggaruk belakang lehernya.

"Y-ya, a-ayo. Tapi lo bisa agak jauhan gak!"

"Oh, ga nyaman ya." Tanya Raka dengan sedikit mengeser kursinya ke belakang.

Iya ga nyaman. Hati gue yang ga nyaman dodol, mana pengennya segera gue pacarin. Haduh, pusing ah!

...

Pusing liat ayang cakep banget

I.L.UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang