Ketua kelas

500 54 8
                                    

Maaf banget udah telat beberapa Minggu buat update ini cerita, padahal udah diketik dari lama. Singkat-singkat aja yaa. Kalau ada yang mau ngasih kritik atau saran, silahkan aja, author siap menerima..




Natha duduk di kursi taman dan memejamkan matanya ditemani alunan musik yang menyambung dari ponsel ke telinganya melalui headset. Rasanya suasana begitu tenang sebelum dia merasakan seseorang sedang menatapnya dengan intens.

"Natha?"

Mata rubah itu langsung terbuka, jantung Natha berdetak kencang saat ini. Bagaimana tidak? Ada orang yang memanggil nama aslinya padahal dia sedang berpenampilan seperti laki-laki sekarang.

Di depannya ada seorang siswa yang menatap intens padanya, itu membuat Natha sedikit gugup, dia takut ketahuan oleh siswa yang baru dilihatnya namun mengetahui nama panggilannya itu.

Gadis dengan rambut gaya two block tersebut mencoba tidak membuat gerakan yang mencurigakan. "Maaf?" ucapnya senatural mungkin.

Laki-laki dengan alis terbelah itu menggelengkan kepalanya, "sorry, muka lo mirip sama orang yang gue kenal dulu."

Natha hanya diam, dalam diamnya dia berpikir apakah mereka pernah mengenal dulu? Sepertinya tidak. Di sekolahnya dulu dia terkesan menutup diri, tak mengizinkan siapapun untuk mendekat dan mengetahui kehidupan kelamnya.

Laki-laki itu duduk di samping Natha, membuat gadis itu reflek menggeser pantatnya menjauh dari lelaki asing di sampingnya.

"Kaiden," ucap lelaki itu sambil menatap profil samping Natha.

Natha menoleh dan langsung disuguhi wajah tampan pemuda bernama Kaiden yang menatapnya intens. "Nathanael," balasnya.

Dua orang itu saling menatap lama tanpa ada yang memutus kontak mata lebih dulu. Suasana begitu canggung, namun Natha tidak berniat memecah keheningan ini dan terus menatap pemuda di sampingnya.

Suara bel berdering tanda jam istirahat sudah habis memutus kontak mata keduanya. Natha melangkahkan kaki pergi tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, menjauhi pemuda aneh yang baru saja ditemuinya itu.

Kini, dia berada di kelas menelungkupkan kepalanya di atas meja. Kelas sangat ramai dan itu menguntungkan Natha, napasnya yang memburu itu tersamarkan dengan teriakan mereka. Tangannya mengepal kuat hingga kuku yang baru saja dipotong itu melukai telapak tangannya hingga berdarah. Namun dia abai.

Selalu saja seperti ini, rasa takut atas tatapan menyelidik orang-orang membuatnya kembali teringat dengan siksaan orang itu. Rasa sakitnya masih terasa, sekalipun bekas luka itu sudah menghilang dari tubuhnya.

Natha sama sekali tidak menyangka ada siswa yang mengetahui nama aslinya. Dia takut siswa itu adalah orang yang satu sekolah dengannya, dia takut siswa itu mengetahui identitas aslinya kemudian menyebarkannya, dia takut.. . Dugaan-dugaan yang belum tentu akan terjadi itu semakin membuat kepalan tangannya semakin kuat.

Menarik napas kemudian menghembuskannya secara perlahan, kegiatan itu diulanginya terus menerus agar mengurangi ketakutannya. Tangannya mencari sebuah benda dari tasnya dan setelah ketemu ia genggam erat benda itu sekalipun akan mengotorinya dengan darah yang keluar dari telapak tangannya.

Setelah beberapa saat ia mulai tenang, napasnya pun tak lagi memburu. Natha meletakkan benda di tangannya itu ke laci meja. Ia mendongak ketika seseorang menepuk bahunya. Seorang siswi mengulurkan secarik kertas sambil menunjuk papan tulis, Natha hanya mengangguk. Siswi itupun menghampiri murid lain dan memberikan secarik kertas.

Ia mengambil bolpoin dan menuliskan nama kandidat yang menurutnya aneh tapi bagus. Ia menggulung kertas kemudian mengumpulkannya di wadah yang telah disiapkan.

Ia bertopang dagu sambil melihat pemungutan suara untuk menetapkan perangkat kelas. Jarak suara untuk penetapan sekretaris dan bendahara cukup jauh namun saat penetapan ketua kelas jumlah suara cukup seimbang, itu membuat Natha cukup penasaran siapa yang akan menjadi ketua kelas. Entah itu yang bernama Jevan atau Sagara. Ia ingat tadi menulis Sagara karena namanya cukup unik, ia berpikir apakah nama panggilannya Raga?

15 suara untuk Jevan dan 16 suara untuk Sagara. Murid di kelas XII IPS 1 berjumlah 30, namun Bu Melani selaku wali kelas juga turut menyumbang suara.

Ketika perangkat kelas maju di depan dan menyebutkan namanya lagi ia membelalakkan matanya.

'Kalau gitu tadi gue pilih si Jevan aja!' teriaknya kesal dalam hatinya.

Bagaimana tidak, orang yang mengatai Natha pendek itu menjadi ketua kelas. Dia berdiri dengan wajah songongnya itu, meskipun begitu ada saja yang menatapnya dengan berbinar. Kalau saja tadi Natha tidak ketakutan kemudian melihat siapa saja kandidat yang ada, pasti dia akan memilih Jevan yang terlihat sangat sopan dan rapi bukan si Sagara yang sangat tengil itu.

Pasti yang ngurusin ujung-ujungnya juga si Jevan. Pikir Natha.

Bel pulang berbunyi, mereka segera berkemas dan keluar dari kelas setelah wali kelas mengucapkan beberapa patah kata. Namun, Natha masih di dalam kelas sembari menatap boneka abu-abu yang tadi digenggamnya. Bulu boneka itu tidak hanya berwarna abu-abu sekarang, tapi ada warna merah yang ikut menghiasi. Ia harus membersihkan boneka itu setelah di rumah nanti.

Setelah Natha melihat lagi ternyata tangannya juga terluka namun darahnya sudah mengering karena terlalu lama dibiarkan. Dan sekarang luka itu terasa perih, mungkin karena ia mengetahui letak lukanya.

Gadis dengan rambut two block itu menyimpan boneka miliknya ke dalam sebuah tas kecil dan memasukkannya ke tas sebelum beranjak pergi dari kelas.

Langkahnya mendekat pada keran air di depan kelas. Ia meletakkan tangannya di bawah aliran air dan dalam sekejap air berubah menjadi sedikit merah.

Pandangannya menatap lurus pada tangannya yang kini mulai bersih, tak ada ringisan karena lukanya yang dibasahi air.

Kejadian udah lama dan gue sama sekali belum bisa berhenti takut.

Kebiasaan buruknya kembali begitu Natha merasa takut. Mungkin akan hilang begitu dia bisa menunjukkan identitas aslinya kepada semua orang,  bahwa dia seorang perempuan. Dan Natha tidak tahu kapan itu akan terjadi.





(Ini bonekanya Natha, aku gatau itu boneka apa, kucing kah? kelinci kah?)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Ini bonekanya Natha, aku gatau itu boneka apa, kucing kah? kelinci kah?)

Next?

Natha(nael)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang