"Kamu enggak suka filmnya?"
Pertanyaan Erlan itu membuat Asa menyudahi lamunan. Ia memalingkan wajah dari jendela. Gadis itu berikan gelengan pada si lelaki.
Sebenarnya Asa agak heran. Tadi sore Erlan menelepon dan bilang ingin mengajaknya nonton film. Yang lebih mengejutkan, pria itu ternyata pergi kencan dan mengajaknya ikut. Asa baru tahu kalau Erlan sudah punya pacar.
Sempat menolak, Asa setuju ikut karena om Rudi ikut menyarankan. Sekarang, mereka sedang dalam perjalanan pulang, setelah mengantar pacarnya Erlan . Asa tidak tahu kapan Erlan memperhatikannya hingga bisa bertanya demikian. Malah pria itu salah paham pula mengatainya sedih.
"Suka." Asa mengangguk.
Ia tidak sedih. Film tadi hanya membuatnya sedikit haru dan diam-diam bersemangat. Ide-ide konyol muncul di kepalanya sejak tadi.
"Terus, kenapa wajahmu malah kelihatan makin sedih?"
Yang ditanyai mengukir senyum. "Enggak, kok," bantahnya.
"Jangan bohong, kamu enggak bakat," komentar Erlan sungguh.
Asa melipat bibir ke dalam. Tatapannya lurus ke depan. "Filmnya bikin aku berkhayal ketinggian."
Senyum tipis Erlan terbit. "Misalnya?" pancingnya.
Tatapan mata Asa menerawang. "Misalnya, malam-malam gini aku kabur sendirian ke pantai?" Gadis itu tersenyum, senyum yang kali ini sampai ke mata.
Senyum yang pelan-pelan lesap seiring dengan memelannya laju mobil Erlan, sebelum akhirnya berhenti. Suasana sepi jalanan dan gelap membuat Asa pelan-pelan diliputi rasa takut.
"Kenapa, Mas?" tanyanya cemas. "Mogok, ya?" Asa memajukan tubuh, mengintip tanda jarum penunjuk jumlah bahan bakar. Masih ada, berarti bukan bensin yang membuat mobil itu berhenti.
Ia menaikkan satu alis saat Erlan tidak kunjung menjawab dan terus menatapi.
"Mas Erlan?" panggilnya cemas.
"Pengen banget ke pantai?"
"Kenapa jadi bahas pantai? Ini mobilnya kenapa? Mogok? Jalanan sini sepi, Mas. Kalau ada begal gimana?" Asa menoleh kiri dan kanan memeriksa.
Erlan meraih lengannya. Pria itu menyuarakan pertanyaan sama seperti tadi. "Pengen banget ke pantai?"
"Hah?" Asa menyuarakan keheranan yang bercampur kecemasan.
Pria di belakang kemudi mengulas senyum. "Yuk, aku ajak ke pantai kamu malam ini juga." Erlan menggeser persneling, lalu mulai menginjak pedal gas.
***
Hal pertama yang Asa lakukan saat matanya menyapu pemandangan pantai adalah menangis. Di dalam mobil Erlan yang terparkir, gadis itu tersedu-sedu. Emosinya campur aduk. Ia senang, ia gugup, takut, tetapi juga haru.
Mimpi apa ia bisa melihat laut lagi setelah bertahun-tahun? Sepanjang jalan menuju sini, Asa terus mengingkari. Mana mungkin Erlan sungguhan membawanya ke pantai? Namun, setelah melihat hamparan air laut yang berkilau-kilau dari sini, Asa tak bisa menahan tangis karena terlampau bahagia.
Kalau bisa Asa ingin segera melompat turun. Ia ingin berlari, lalu menceburkan diri ke air. Namun, bayang-bayang Joash yang marah membuat niat itu mengabur.
"Asa." Di kursi kemudi, Erlan yang sudah menekuk dahi akhirnya buka suara. "Kenapa kamu malah nangis? Bukannya kamu suka pantai?"
Si gadis menoleh. Bahunya bergetar makin parah. Dengan punggung tangan, ia hapus air mata.

KAMU SEDANG MEMBACA
Menggenggam Asa
RomanceErlan tidak percaya cinta. Peristiwa di masa lalu membuatnya enggan menjalin hubungan serius dengan perempuan mana pun. Pada Asa, ia hanya iba. Namun, siapa yang menyangka kalau hatinya akan tertambat. Asa hanya menginginkan hidup yang normal, lepa...