Bagian 1

449 35 0
                                    

"Daddy dan Mommy pergi dulu ya, ingat tetap di rumah!"

Surai itu di usak lembut, Sena kecup pucuk kepala anaknya sayang sebelum menyusul suaminya keluar.

"Mm, hati-hati Dad, Mom."

Hyunjin kembali menaiki tangga menuju ke kamarnya, ia masih ingin melukis.

"Heum, kapan aku masuk sekolah? Padahalkan sudah 6 tahun." Bibir tebal itu mengerucut kecil.

Masih dengan tangan yang bergerak di atas kanvas, sesekali tangannya menggarui kecil pipi gembulnya buat jadi berwarna.

"Tuan muda, camilan nya." Seorang maid yang sudah berumur itu masuk dengan nampan berisi cookie juga susu coklat.

Hyunjin tersenyum lalu mengambil nampan itu, "Bibi Seol terimakasih."

"Baiklah, panggil Bibi jika butuh sesuatu ya."

Hyunjin mengangguk sekilas, sebelum makan ia membersihkan dulu tangannya ke kamar mandi.

Hyunjin buka pintu balkon di kamarnya, ia menarik bantal besar sebelum menduduki nya.

"Haahh lelah sekali, uhh.."

Tangan nya tak henti menyuap cookie hingga mengembung lucu.

Mata nya menatap ke luar pagar balkon, lebih tepatnya ke taman yang tak jauh dari rumahnya, bisa ia lihat beberapa anak-anak bermain disana.

"Daddy tidak akan marah jika aku pergi sebentar kan?"

Hyunjin berlari ke luar dengan senyum lebar, ia ingin pergi bermain dengan anak seumuran nya.

Setiba disana Hyunjin langsung bermain ayunan.

"Huwaa, haha menyenangkan."

Bruk

"Aduhh, hiks.. Huaaaa.."

Hyunjin yang semula ingin menolong anak perempuan yang terjatuh itu terhenti.

"Yak, Oppa bilang jangan berlari, kenapa nakal?"

"Oppa, hiks.. Sakit."

Kedua bersaudara itu saling berhadapan, anak perempuan yg baru saja jatuh itu merengek merasa sakit di telapak tangannya.

"Huuh huuh.. Sudah sembuh, jangan nakal lagi!"

Mereka akhirnya pergi dengan bergandengan tangan, Hyunjin yang melihatnya seketika sedih.

"Aku juga ingin punya adik kecil."

Bibirnya melengkung sedih, di taman yang banyak orangpun ia masih merasa sendirian.

"Fe ayo ikuti Ibu, A.."

Anak bersurai pirang itu menatap segala arah, duduknya tak diam di atas kursi.

Perempuan di depannya menghela nafas lelah, bukan sekali dua kali. Ia mencoba untuk mengajari salah satu anak istimewa di panti ini.

Tangannya raih bahu kecil itu, "Fe lihat, lihat Ibu!"

"Ngg.."

Yang di cekal tetap bergerak gelisah, ia meronta minta di lepaskan. Di ruang itu tak hanya mereka berdua, pemilik panti ada disana untuk mengawasi guru baru itu.

"Hahh, nanti kita belajar lagi ya."

Merasa sia-sia akhirnya ia lepaskan tubuh itu, "maaf Bu, kurasa aku menyerah."

Wanita yang berdiri di depan pintu itu hanya mengangguk dengan senyum yang tak pernah luntur, "maaf merepotkan."

Setelah kepergian guru itu, Minki masuk duduk di depan anak nya.

"T-tidak, s-suka."

Ia usap surai pirang Felix sayang. "Maafkan Ibu ya."

Kepala itu mengangguk, Minki tidak tau seberapa banyak luka yang di terima Felix di masa lalunya. Entah mengapa ia sangat ketakutan jika bertemu orang baru. Belum lagi jika sedang tantrum ia bisa mengamuk seharian.

Jika di lihat sekilas Felix seperti anak pada umumnya  namun ia mengidap 'Autisme' ia cukup cerdas untuk memahami pelajaran di umurnya yang ke 6 tahun.

Hanya saja tatapannya tak bisa fokus jika sedang bicara, arah matanya bisa kemana saja. Belum lagi sebelah tangannya yang sering ia mainkan di samping wajah.

"Besok ada kunjungan mahasiswa, Felix jadi anak baik ya?" Tangan kecil itu Minki raih agar berdiri.

"Mm, Fe anak b-baik, b-bu."

Minki tersenyum hangat, lalu menggandeng tangan Felix untuk memasuki kamar, ini sudah masuk jam tidur siangnya.


23-12-23

Draft udah berdebu sekali🤣🫣

Mianhe (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang