Sena menatap putranya yang sedang merajuk di atas ranjang, pakaian sekolah juga tas ransel sudah rapih di pundaknya.
"Hyune, ini hari pertama sekolah. Ayo nanti terlambat."
"Tidak mau, sebelum Mommy dan Daddy mengabulkan keinginan Hyunjin." Bibir tebalnya semakin maju, dengan tangan terlipat di dada.
Sena menatap suaminya yang hanya terkekeh. Sampai akhirnya pria dewasa itu mendekat, ikut bergabung dengan istrinya.
"Weekend nanti, kita ke panti untuk mencari adik mu ya?"
Mata Hyunjin seketika berbinar, "benar ya?"
Sang Ayah hanya mengangguk, ia mengelus bahu istri nya yang hendak protes.
"Jadi ayo berangkat sekolah sekarang!"
"Okay. Yeaay, Daddy yang terbaik."
Hyunjin berlari lebih dulu keluar kamar.
"Sayang, kau tahu aku sibuk jika harus mengurus satu anak lagi kan?" Sena menatap suaminya kesal.
"Kita suruh Bibi mengurus nya, lagi pula jika tidak di turuti kau tau Hyunjin itu duplikat mu."
Sena memutar bola mata malas, suaminya benar sekali. Hyunjin itu dia versi laki-laki.
"DADDY MOMMY, COME ON!"
"Lihatkan?" Ucap suaminya sembari tertawa.
"Berhenti mengejek ku!"
Mereka akhirnya berjalan menuju mobil, Hyunjin sudah duduk rapih dengan belt di belakang.
-
Sesampai di sekolah dan mengurus administrasi, Hyunjin di tinggal sendiri ia masuk kelas dan duduk paling depan.
"Uh, boleh duduk disini?"
Hyunjin yang semula tengah melihat seisi kelas menatap anak laki-laki di sampingnya, lucu menggemaskan. Ia pun mengangguk, "boleh."
Anak itu duduk lalu mengulurkan tangannya, "Han Jisung. Siapa namamu?"
"Hyunjin, senang mengenal mu."
Mereka akhirnya asik mengobrol sampai bel berbunyi.
-
"Anak-anak ingat ya, harus bersikap baik."
"Baik Bu."
Seluruh anak panti berdiri rapih di depan pintu masuk, mereka memasang senyum secantik dan seramah mungkin, kala mobil bus masuk melewati pagar.
Satu persatu mahasiswa fakultas kedokteran itu turun, di sambut dengan teriakan senang anak-anak.
"Waah selamat datang Kakak."
"Sini aku bantu."
Semuanya berhamburan mendekati, entah untuk membantu ataupun penasaran dengan kotak-kotak yang mereka bawa.
Lain Hal nya dengan Felix, anak bersurai pirang itu setia berdiri di belakang Minki. Meremat baju yang di kenakan sang Ibu panti erat.
3 orang pria menghampiri Minki dengan senyuman ramah.
"Ibu, apa kabar?"
"Baik, Nak."
"Felix ayo sapa mereka!"
Anak itu menggeleng ribut, semakin bersembunyi di belakang.
Ketiganya maklum, ini bukan kali pertama mereka kesini.
"Felix, Kak Chan punya coklat loh."
Pria dewasa itu merogoh coklat di sakunya, ia menunduk agar bisa melihat Felix.
Tangan kecil itu malu-malu, coba raih coklat yang Chan sodorkan. Membuat ketiganya menahan gemas.
"K-kasih." Ucapnya setelah mengambil coklat itu.
Minki terkekeh, "Terimakasih." Ucapnya.
"Ayo masuk kedalam."
Mereka mengangguk lalu mengikuti Minki, hari ini rencananya akan melakukan vaksin juga memeriksa kondisi anak-anak disana.
Felix kini sudah pergi dengan sebatang coklat tentu setelah bungkusnya di buka oleh sang Ibu.
"Nak, apa Felix bisa sembuh?" Minki berucap ragu, ia tatap Chan yang sedang menata alat dokter nya.
Tangan itu terhenti di udara, Chan lalu tersenyum. "Felix itu istimewa Bu, setiap anak punya keistimewaan nya sendiri. Bagaimana pun kondisinya."
"Bukan seperti itu, Ibu hanya khawatir. Sebentar lagi dia masuk sekolah, takut tidak punya teman."
"Kurasa Ibu bisa menyewa guru pribadi." Chan usap lembut bahu Minki.
"IBU!"
Keduanya terperajat mendengar teriakan salah satu anak panti, Minki tergopoh ke taman belakang di ikuti Chan.
Jantung keduanya terasa mencelos, bagaimana tidak? Felix berdiri dengan bata merah dengan bercak darah.
"FELIX."
Anak itu terperajat mendengar teriakan sang Ibu, bata di tangannya jatuh begitu saja.
"B-bu."
Ia berbalik, berdiri takut.
Minki menutup mulutnya melihat seekor kucing yang sudah mati di penuhi darah, kepala kucing itu sudah tak berbentuk.
"FELIX, IBU BILANG JANGAN NAKAL!"
Minki menjerit, ia tarik paksa Felix. Lebih tepatnya menyeret anak itu hingga masuk ke dalam rumah.
"B-bu, Tidak. F-fe, t-tidak."
Chan menatap miris kucing itu, beberapa temannya yang datang segera membungkus kucing itu dengan kain lalu menguburkan nya.
"K-kak." Tangan Chan di raih oleh salah satu anak, ia berjongkok untuk menyamakan tingginya.
"Ya? Kau takut ya?"
Anak itu menggeleng, "Fe menolong Rose, kucing itu tadi mencakarnya dan Rose berteriak."
"Lalu Fe berlari datang dengan batu dan memukul kucingnya."
"Fe tidak salahkan? Kenapa ibu marah?"
Chan yang mendengar itu hanya mengangguk, "sudah, kalian main lagi ya."
Chan sekarang paham, ia akan membantu untuk menenangkan Minki. Bisa ia lihat jika wanita itu ketakutan.
"Nakal, kenapa nakal Felix."
Minki cekal bahu Felix hingga anak itu meringis. Air matanya tak henti turuni pipi, yang Minki takutkan terjadi juga.
Felix menggeleng ribut, ia merengek dan berteriak.
"Aaaa, hnng.."
Byur
Byur
Byur
Minki menyiram tubuh yang masih lengkap dengan pakaian itu, Felix kelabakan. Air dingin itu terus membasuh tubuh Felix yang mulai menggigil, "B-bu.. Hikss.."
Felix berjongkok, sembunyikan wajahnya di lutut.
Minki lempar gayung di genggaman nya, sadar dengan apa yang ia lakukan sudah keterlaluan.
Wanita itu menangis sembari memeluk Felix, "kenapa Felix? Kenapa? Hiks.. Kenapa kau sakit? Kenapa kau tidak normal seperti yang lain?"
Chan sebenarnya mendengar suara frustasi itu, ingin menolong Felix namun terhenti.
-
"Dadah Jisung, aku duluan ya." Hyunjin melambaikan tangannya sebelum masuk ke mobil.
"what you day, jagoan?"
Hyunjin tersenyum lebar, lalu ia mulai mengoceh tentang betapa menyenangkan nya sekolah.
23-12-23
KAMU SEDANG MEMBACA
Mianhe (END)
Fiksi PenggemarHwang Hyunjin adalah putra tunggal ia ingin sekali memiliki seorang adik untuk menemaninya ketika sang ibu dan ayah pergi bekerja. Hingga akhirnya ia dapatkan seorang peri cantik yang tidak sempurna. "Dad, aku mau dia!" End 09/10/24