BAB 1

2.9K 224 28
                                    

Rintikan salju mulai menyapa remahan tanah kering, di bawah pohon rindang yang masih mampu untuk mempertahankan helaian daunnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rintikan salju mulai menyapa remahan tanah kering, di bawah pohon rindang yang masih mampu untuk mempertahankan helaian daunnya. Tampaknya, itu adalah satu-satunya pohon yang berhasil bertahan, di tengah terpaan angin yang begitu kering menandakan musim dingin di akhir tahun kali ini. Musim dingin datang lebih cepat, begitu juga dengan rintikan bola putihnya.

Kali ini dingin seolah menguap, mungkin benar yang dikatakan seorang Kakek di persimpangan jalan, mengatakan jika salju turun maka dingin akan sedikit berkurang. Namun, tetap tak memberikan celah bagi setiap pejalan kaki untuk melepaskan mantel ataupun sarung tangan hangatnya. Dingin menguap, tapi tetap tak ada perubahan.

Angin kembali melangkah melewati setiap jalanan yang cukup sepi untuk akhir pekan seperti ini, mungkin karena prakiraan cuaca telah memberikan peringatan jika salju akan turun lebih banyak dibandingkan sebelumnya hingga membiarkan angin itu untuk menari-nari begitu bebas dan mengganggu helaian daun yang masih setia pada dahan, sebelum akhirnya daun itu perlahan jatuh, karena udara yang terlalu kering.

Daun jatuh itu mendarat di atas tanah kering serta sepatu olahraga milik seorang pemuda yang kini tengah duduk di atas ayunan. Lamunan yang cukup panjang dihancurkan begitu saja hingga bola mata berwarna hitamnya turut mendarat pada satu helai daun yang jatuh begitu tidak beruntung.

Tatapannya terlihat sayu ketika lengannya bergerak untuk mengambil daun kering di bawah kaki. Tangannya terlihat memutih karena dingin, bahkan hembusan napasnya telah merubah udara sekitar menjadi embun yang bergerak. Namun, ia terdiam di tempatnya dan hanya menatap kosong pada daun yang kini ada dalam genggaman.

Tampaknya tak ada yang menarik dari daun kering itu hingga iris hitam nya teralih pada pohon besar yang berada di sisi lain taman bermain. Helaan napasnya terlihat muram, lebih muram dari sebelumnya yang membawa tatapan itu kembali pada daun yang masih ia genggam. Daun itu memang menarik daripada salju yang turun semakin deras senja kali ini.

"Kau tidak beruntung rupanya," ucapnya dengan suara yang begitu pelan, bicara pada sehelai daun yang kini dibuang begitu saja. Iris hitamnya kembali melirik ke arah pohon besar di sana dengan kumpulan daun yang tampaknya berpegangan erat pada dahan. "Kalian sangat beruntung." gumam nya lagi ketika melihat ratusan daun yang berhasil melewati hembusan angin musim dingin kali ini.

Pandangannya pun menunduk, menatap salju yang perlahan menumpuk sebelum suara teriakan anak kecil membangunkan lamunannya lagi, membawa pandangannya untuk terangkat dan kembali menangkap suara langkah kaki. Irisnya melebar, tubuhnya bergerak dengan leher yang memanjang untuk memastikan siapa yang membuat suara.

Ia menangkap seorang anak kecil yang berlari di bawah salju dengan sosok pria dewasa yang mengejar diikuti tawa seolah dingin tak mempengaruhi kehidupan mereka. Hal itu membuatnya bangkit, mengambil langkah pelan hingga hadirnya ditemukan oleh pria dengan iris berwarna hitam jelaga di sana.

"Jungkook?"

Suara itu menghentikan langkah pemuda yang sedari tadi menunggu di taman bermain, menunggu sejak mentari belum terbit. Tatapannya masih terlihat sendu walaupun segaris senyum kini terukir di wajahnya yang cukup pucat, jantungnya berdetak lebih cepat dan helaan napas dilakukan cukup berat ketika pria dewasa itu melangkah mendekat. Ayah nya, mendekat ke arahnya dengan seorang anak kecil yang menatapnya kebingungan.

Glimpse Of The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang