Hujan kembali turun membasahi bumi. Tampaknya, ia tidak akan melewatkan waktu di musim peralihan ini sebelum musim panas tiba dan hujan tidak diizinkan untuk turun lebih sering. Bahkan, suhu akan naik beberapa derajat yang menyebabkan hawa panas berbulan- bulan. Manusia di bumi pun tampaknya menikmati musim penghujan kali ini. Ada yang memotret jalanan yang sepi, ada yang memotret rintikan hujan pada daun bahkan ada yang mencoba untuk melukiskan hujan diatas canvas.
Sosok pria dengan iris berwarna cokelat itu kembali disibukkan dengan kegiatan melukisnya di ruang seni. Ruangan itu selalu kosong setiap kali bel sekolah berbunyi. Tak ada yang tinggal untuk sekedar bercerita mengenai lukisan ataupun pahatan patung di sisi ruangan. Mungkin, seluruh pelukis dan pemahat memiliki kepribadian menyendiri hingga ruang lukis hanya tempat untuk menyimpan barang- barang. Bahkan, untuk mendaftar perlu melakukan komunikasi dengan ketua tim dan membawa bukti lukisan.
Melakukan komunikasi itu mudah, tetapi membawa lukisan seolah ia akan berlomba itu cukup sulit. Tema dibebaskan hingga ia tak tahu apa yang harus dilukisnya kali ini. Pikirannya melayang entah kemana, mencoba membayangkan apapun yang pernah ia lihat dan akhirnya keputusan sudah ditangan, hanya satu yang ingin ia lukisan dari ribuan hal yang ada dunia. Yaitu, hujan.
Seseorang mungkin akan menganggap nya terobsesi pada hujan karena sudah dua lukisan berlatarkan hujan. Sebenarnya bukan Kim Taehyung terobsesi pada hujan yang dingin dan basah, tetapi pada kenangan yang didapatkan ketika hujan. Kenangan itu membuatnya lebih bersemangat untuk melukis, rasanya seperti ia ditarik ke masa di mana dirinya hanya bermain dan saling tertawa tanpa ada beban. Benar, tak ada beban apapun ketika ia masih kecil, bahkan penilaian sekolahpun tak pernah ia pikirkan.
Lagi- lagi, Taehyung melukiskan sosok anak kecil tanpa menggunakan payung dan juga jas hujan. Dia berdiri seorang diri di tengah hujan yang turun begitu deras, pandangannya menunduk dan masih menggunakan seragam lengkap. Anak kecil itu bahkan mengabaikan lampu yang berubah menjadi hijau dan berubah kembali menjadi merah. Dia tidak terganggu dengan percikan air dari ban mobil ataupun langkah kaki orang lain.
Taehyung masih mengingatnya begitu jelas, tatapan tanpa ada bahagia dan binar yang dulu pernah ia lihat. Tatapannya begitu redup dan Taehyung tak mengetahui alasannya hingga hari ini. Teman masa kecilnya seolah menyembunyikan ribuan luka yang entah dari mana datangnya. Bukankah, dia masih terlalu kecil untuk memiliki tatapan redup seperti itu? Taehyung tak bisa melupakannya, kenangan singkat bagai senja, tetapi tersimpan di memori paling dalam. Entah karena iba atau karena teman masa kecilnya itu istimewa.
Istimewa seperti yang pernah ia katakan pada Jeon Jungkook. Dia memiliki tempat tersendiri dalam memori nya dan terkadang Taehyung berdoa pada buddha walaupun ia bukan hamba nya, berharap jika ada satu waktu yang semesta berikan untuknya bertemu dengan teman masa kecilnya itu. Taehyung hanya ingin mengetahui kabarnya dan mengapa dia menghilang tanpa pamit padahal keduanya pernah berjanji untuk terus bertemu di tempat yang sama. Tangga menanjak di kampung tengah kota.
KAMU SEDANG MEMBACA
Glimpse Of The Past
RomanceDia seperti bulan. Memiliki tempat tersendiri walaupun musim berganti, malam menepi, awan beralih. Dia masa lalu yang ku kira tak akan pernah menjadi masa depan. Namun, di balik lukisan Senja Yang Tak Terlupakan, aku menemukannya. Rembulan yang aku...