Bunyi pantulan bola basket menggema di lapangan. Riuh sorak sorai meramaikan suasana. Menyerukan nama kelas masing-masing.
Entah ide darimana, Pak Gu Won mencetuskan untuk melakukan battle kecil-kecilan antara dua kelas yang kebetulan mendapat jadwal olahraga di waktu yang sama.
Sang pengendali bola terus men-dribble sembari berjalan-jalan mencari celah untuk masuk ke daerah point lawan.
Rekan satu tim memberi isyarat mata bahwa mereka siap untuk menerima bola. Sedetik kemudian lelaki itu melempar basket pada sosok tambun.
Kemudian dirinya dengan cepat beralih masuk di antara mereka. "Pass!"
Ia mendapat umpan balik dari rekan-rekannya. Kedua kakinya dengan lincah melakukan gerakan lay up dan memasukkan bola ke dalam ring.
Suara peluit terdengar dari arah Pak Gu Won sambil mengarahkan tangan pada ring pencetak score. "Two Point!"
Kemudian peluit terdengar tiga kali beruntutan yang menjadi pertanda bahwa permainan telah selesai. Tepuk tangan mengudara di lapangan indoor menyeru nama jagoan mereka.
"Kim Edward!"
"Kim Edward!"
"Good Job!" seru seorang laki-laki sambil melempar sebotol air.
"Thanks!"
Dengan sekali sentakan, tutup botol terbuka. Edward meneguknya hingga tandas selaras dengan bulir keringat yang berjatuhan.
"Edward!" panggil sosok perempuan dari arah pintu masuk. Dia melambaikan tangan lebar.
Lelaki itu membalasnya juga dengan senyuman. Perempuan yang rupanya Yeji itu mendekat ke arahnya sembari melompat-lompat kecil.
"Aku dengar kau menang tanding dari kelas sebelah itu?" Edward mengangguk.
Yeji terperangah. "Bukannya mereka banyak atlet?"
"Basic-nya lebih ke futsal daripada basket."
Edward melirik ke belakang punggung gadis itu. "Sendirian? Kemana Hae-In?"
"Dia sedang di to—Nah itu orangnya!"
Hae-In datang dengan raut masam. "Aku mencarimu kemana-mana. Rupanya di sini."
Sang empu malah menyengir tanpa dosa. Edward justru tersenyum melihat ekspresi Hae-In. Entahlah, dia cukup menikmatinya.
Merasa diperhatikan, ia melirik laki-laki yang duduk di sebelah Yeji. "Kenapa tersenyum begitu?"
Edward segera menetralkan air muka seraya menggeleng. "Tidak. Perasaanmu saja mungkin!"
"Oh iya, bagaimana kalau sepulang sekolah kita ke cafe dekat sekolah? Katanya ada menu baru,"usul Edward.
Yeji menggeleng. "Tidak bisa, kami berdua sudah lebih dulu membuat janji."
"Kemana?"
"Time Zone," sahut Hae-In.
Besok adalah hari libur, kedua gadis itu berniat menghabiskan waktu di tempat ramai itu.
"Hei! Kalau begitu ajak aku." Lelaki itu nampak antusias.
Yeji menggerakkan telunjuk ke kanan dan ke kiri. "No. It's girl time you know?"
"Oh i see," ujar malas Edward.
Hae-In menoleh pada rekan kelasnya. "Ayo kita ke kelas. Bisa-bisa Bu Jessi kesal karena kita terlambat masuk."
Yeji bangkit dari duduk dan berpamitan pada Edward lewat kata. "See you next time!"
____
Mereka berdua keluar kelas bersamaan. Di musim gugur ini, angin sepoi terasa menggelitik kulit. Namun, blazer seragam cukup untuk menghalaunya.
Keduanya tengah menunggu kedatangan bus di halte. Hae-In menilik ponsel untuk melihat jadwal kendaraan umum itu.
"Tiga menit lagi sampai," katanya pada Yeji.
Banyak siswa keluar dari gapura sekolah. Berjalan kaki ataupun mengayuh sepeda pulang ke rumah masing-masing. Selain itu mungkin sama seperti mereka, menghabiskan waktu bersama teman.
Yeji yang tengah bersedekap dada itu menghela napas. "Mulai minggu besok, aku sudah bimbingan belajar lagi."
Sang lawan bicara mendongak. "Tidak hanya kau saja."
"Sulit sekali menikmati masa-masa kelas dua belas. Maka dari itu aku mengajakmu bermain time zone sebelum hari sibuk kembali dimulai."
Sepertinya tidak perlu jawaban dari Hae-In karena dia pun merasa hal sama. Cukup mendengar keluh kesah temannya saja.
Bukannya bus yang seharusnya berada di hadapan mereka, melainkan sebuah mobil familiar. Kaca bagian kemudi diturunkan hingga nampak seorang pria ber-kupluk abu dan bermasker putih.
"Hi, girls! Where are you going?"
Yeji membelalak kemudian mendekat dan berbisik, "Kenapa Kakak di sini?"
Alisnya terangkat satu. "Salahkah jika aku ingin menjemputmu?"
"Tentu sana salah. Lagipula aku tidak ingin langsung pulang. Aku dan Hae-In akan pergi ke mall."
Sunghoon menjawab enteng. "Kalau begitu, aku ikut."
"Tapi—"
"Cepat masuk sebelum bis selanjutnya datang."
Yeji memanggil Hae-In yang masih setia berdiri di sana. Gadis itu pun menghampiri. Dia cukup terkejut ketika mengenali pria tertutup masker itu usai menatapnya lekat.
"Masuklah, Kakak akan ikut dengan kita." Yeji menunjuk Sunghoon dengan dagunya.
"Eh?"
Sunghoon tersenyum di balik maskernya sampai kedua matanya tenggelam dalam lengkungan sabit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck With You
FanfictionLike the title of a love song, stuck with you. Whenever and wherever -Park Sunghoon.