Wahana

2 2 0
                                    

Sunghoon turun bersama dengan dua gadis muda di belakangnya. Mantel coat cokelat melekat sempurna di tubuh tinggi pria itu.

"Memangnya tidak masalah jika kau berada di keramaian?" tanya Hae-In mengingat Sunghoon ialah seorang idol.

"Setidaknya wajahku tersamarkan dengan apa yang sedang kupakai sekarang," jawabnya menunjuk kupluk dan maskernya.

"Jangan menantang penggemar, Kak. Entahlah, penglihatan mereka sangat jeli," tukas Yeji.

Sunghoon mengedikkan bahu. "Aku hanya ingin menikmati waktuku di sini. Besok aku harus kembali ke Seoul."

Sang adik menoleh menampilkan wajah sedihnya. "Secepat itu? Kenapa hanya dua hari?"

"Aku mengambil cuti bukan untuk berlibur tapi untuk bertemu eomma. Dia begitu merindukanku. Tidak sepertimu." Pria itu menarik hidung mancung Yeji.

Hae-In tersenyum melihat kedekatan mereka berdua. Sayang sekali ia menjadi anak tunggal yang tidak bisa merasakan kasih sayang saudara.

Sunghoon menekan tombol lift. Tanpa butuh waktu lama, kedua daun pintu silver bergeser ke arah saling berlawanan.

Beruntunglah tidak ada siapapun selain mereka bertiga di dalan lift tersebut. Pria itu menoleh pada Hae-In yang sibuk menatal kesibukan setiap lantai mall melalui kaca tembus pandang yang terus menarik ke atas.

Sunghoon berdiri di sebelahnya. "Kau tidak takut?"

Hae-In menoleh. "Dengan ketinggian?"

"Hm."

Gadis itu terkekeh. "Ketakutan muncul karena sugesti. Lagipula kita terlindung oleh kaca di sekeliling. Untuk apa harus takut?"

Sunghoon mengangguk mengerti.

Ting!

"Ayo kita bersiap untuk bersenang-senang," katanya kepada dua perempuan itu.

Mereka bertiga berjalan beriringan menuju kasir. Antrean lumayan panjang mengharuskan salah satu dari mereka harus berkorban. Sebagai pria sejati, tentu saja Sunghoon maju tanpa bicara.

"Aku beli roti panas dulu. Tunggu di sini," ujar Yeji sebelum menjauh.

Hae-In merogoh dompet pada ranselnya. Ia menepuk punggung pria itu. "Ini untuk mengisi kartuku."

Sunghoon memandang lembaran uang di genggam tangan gadis itu. Ia tersenyum kecil melipat kembali jemarinya.

"Sudahlah, ada aku di sini."

Pria itu melirik sekitar kemudian memajukan tubuh sedikit menunduk ke arah telinga Hae-In. "Sekali-kali kau harus mencoba penghasilan seorang idol."

Hae-In menganga tidak percaya.

Rupanya pemilik wajah tampan ini cukup besar kepala ya?

Ekspresi Hae-In memantik senyum di bibir Sunghoon. "Duduklah di sana. Biar aku saja yang mengantri."

Gadis itu menurut. Ia bisa melihat Yeji dari sini yang sedang mengantre roti panas. Katanya itu roti paling enak di mall.

Kemudian netranya beralih pada Sunghoon—

Bukan.

Bukan kepada Sunghoon.

Melainkan dua perempuan yang berdiri tak jauh darinya tengah mengarahkan ponsel kepada pria itu.

Seharusnya sang empu juga sadar. Tapi melihat Sunghoon bergeming, Hae-In berasumsi bahwa pria itu tidak mempermasalahkannya.

_____

"Whoaaaa!!"

Seruan penumpang kora-kora memecah rekor di area time zone. Yeji berteriak kegirangan sambil mengangkat kedua tangan.

Hae-In berkata, "Yeji, kau harus berpegangan!"

"Santai saja! Kita tidak akan jatuh!" teriaknya.

Berbeda dengan Hae-In. Ia sama sekali tidak bisa menikmati wahana kapal raksasa yang terus mengayun dengan kecepatan tinggi ini.

Sedangkan Sunghoon tetap duduk seperti biasa. Rileks. Tanpa raut tegang sedikitpun. Seolah tidak mampu mengguncang adrenalinnya.

Begitu ayunan berhenti total, Hae-In berjalan sedikit sempoyongan. Beruntunglah Yeji menahan tubuhnya sebelum temannya hampir jatuh.

"Astaga kau kenapa?" ujarnya khawatir.

Hae-In menggeleng menghalau rasa pusing di kepalanya. "Aku sedikit mual."

"Kak kau tunggu di sini saja, kami akan ke toilet sebentar. Hae-In merasa tidak enak badan," katanya membuat sang empu menoleh pada sosok yang dimaksud.

Hae-In memasuki salah satu bilik toilet kemudian memuntahkan isi perutnya. Dia segera mengguyur jamban dan membersihkan sekitar bibirnya.

Ceklek

"Bagaimana sudah membaik?" gadis itu mengangguk.

Yeji mengeluarkan beberapa lembar tisu. "Pakailah."

"Terimakasih."

"Seharusnya kau bicara jika tidak biasa naik wahana itu. Aku dan Kak Sunghoon pasti mengerti."

"Sudahlah, tidak masalah. Sesekali aku ingin mencobanya. Rupanya sangat buruk." Yeji terkekeh melihat wajah masam temannya.

Ketika keluar dari toilet perempuan. Sunghoon tengah menunggu dengan sekotak kecil aroma terapi di tangannya.

"Ini untukmu. Supaya rasa mual segera hilang."

Hae-In menerima seraya tersenyum tipis. "Terimakasih, Kak."

"Kita pulang saja?" tanya pria itu.

Hae-In menggeleng cepat membentuk tanda silang dengan kedua tangannya. "Jangan menggangu waktu bermain kita dengan hal sepele ini, Kak. Aku sudah jauh lebih baik."

"Serius?" Hae-In mengangguk mantap.

Yeji menarik napas memindai sekitar. "Baiklah .... Permainan apa lagi yang harus kita coba?"





Stuck With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang