6 - Protagonis Pria

17.3K 1.8K 103
                                    

"Ah kamu, ayo masuk nak, dan terimakasih sudah mengantarkan putraku sebelumnya," Bora mempersilahkan tamu yang berkunjung, remaja yang tadi siang memberikan tumpangan ketika Koa pingsan.

"Sama sama tante, saya hanya melakukan apa yang seharusnya. Dan ini, saya kurang tahu apa yang Koa suka, tapi mohon diterima."

Theo menyodorkan parsel buah buahan yang ia beli untuk buah tangan. Bora tersentuh, anak laki laki ini lebih baik dibandingkan putranya yang lain, kecuali Koa tentu saja. Bagaimana jika ia menjodohkan mereka saja, oh tidak tidak, Bora segera menggelengkan kepalanya.

"Tak perlu repot repot, tapi Terimakasih lagi ya. Anak baik, siapa namamu?"

"Matheo Johanson tante," Ujarnya ramah.

Bora membulatkan matanya tidak percaya, "Oh! kau putra tunggal Amber?"

Theo mengangguk sopan.

"Oh astaga kamu sudah besar ya. Bagaimana kabarnya? Amber jarang menghubungi ku akhir akhir ini."

Theo terkekeh ringan, "Bunda cukup sibuk tante, sedang mengurus keperluan untuk memutus kontrak modelnya."

"Ia akan berhenti menjadi model?" Bora cukup terkejut mendengarnya.

"Iya, bunda bilang sih, ingin menikmati masa tuanya."

Perjalanan menuju kamar Koa diiringi percakapan ringan keduanya, hingga mereka tiba di depan pintu bercat putih. Begitu Bora membukanya, retina Theo langsung tertuju pada sosok bersurai biru yang bersandar di headbord Sambil membaca buku, cahaya remang yang menembus tirai menyinari figur pemuda tersebut, membuat kesan seperti peri yang disinari bubuk bubuk ajaibnya. Satu kata yang menggambarkan pemuda tersebut, indah. Sangat indah.

"Nah, Adik ini temennya jenguk nih. Dan Matheo, tante tinggal ke sebentar ya, jangan lupa bilang ke Amber untuk segera menghubungiku."

Theo tersadar dari lamunannya, ia mengangguk sopan. Begitu punggung Bora menghilang, ia baru perlahan masuk dan duduk di kursi yang berada di samping ranjang Koa.

'Apa yang dilakukan protagonis pria disini?!'

Lain di hati lain di lisan, Koa tersenyum canggung. "Ha Halo kak, Kakak siapa ya?"

Theo menatap lamat pemuda di depannya, lalu ia membuka tasnya dan menyodorkan kotak bekal berwarna biru pastel yang di desain khusus dengan hiasan nama 'KOA' di tutupnya.

"Milikmu bukan? Tergeletak di halaman belakang, kembaranmu lupa membawanya."

Koa tersihir akan suara husky protagonis pria. Begitu dalam dan menawan, seperti yang dijelaskan di novel. Ia menerimanya dengan kikuk.

"Iyaa, terimakasih um, kak...?"

"Theo, Matheo Johanson."

"Ah Kak theo, terimakasih lagi."

Theo terkekeh, bocah di hadapannya ini sungguh lucu. Ia tidak tahan, jadi diusak nya pelan surai biru Koa.

"Bagaimana keadaanmu? Kau mimisan cukup parah sebelumnya."

Koa terkejut, tapi ia tidak menolak afeksi yang diberikan, ia cukup nyaman jujur saja. Aura Theo sangat kuat, membuat orang tertarik dan nyaman di dekatnya.

"Koa oke kok. Kak Theo yang mengantarkan Koa pulang?"

"Iya, kau tahu, kembaranmu dan gadis aneh itu sangat kalut melihatmu pingsan dengan mimisan yang tak kunjung berhenti. Jadi aku berinisiatif membantu mereka."

Koa tertawa mendengarnya, "un, mereka memang aneh, dan terimakasih lagi sudah mengantarku pulang kak."

Theo terpana begitu melihat Koa yang tertawa kecil, matanya menyipit berbentuk bulan sabit, suara tawanya renyah, sangat candu untuk di dengar.

"Keluarga Salvatore begitu suka berterimakasih sepertinya?" ucapnya dengan nada jenaka.

Saat akan menjawab, Koa dikagetkan dengan suara Evan di pintu kamarnya,

"WAH! MAMI! APAKAH MAMI MEMBUKA PENANGKARAN DI RUMAH KITA?!"

Meja makan keluarga Salvatore cukup ramai, dengan adanya dua tamu yang dipaksa Bora untuk makan malam, Theo dan Gisel.

Koa sendiri sangat frustasi kenapa dua protagonis itu malah berakhir disini. Theo yang duduk di seberangnya dan Gisel yang tengah berdebat dengan Hazel, memperebutkan kursi disamping Koa.

Koa akui Theo sangat tampan. Berbeda dengan tokoh tokoh protagonis yang biasanya memiliki sikap cuek, Theo selalu memasang senyum di wajahnya. Kelihatannya, ia memang ramah, tapi Theo seperti memberi dinding transparan. Pribadi yang tak tersentuh.

"Aku kembarannya, dan ini memang tempat duduk ku."

"Mengalah saja lah, aku tamu dan tamu adalah raja."

Koa memutar bola matanya malas melihat dua orang ini terus berdebat.

"Mami! Keluarga kita membuka pengungsian Rohingya atau bagaimana sih?!" seru Hazel. Pasalnya Gisel ini tipikal tamu yang tak tau malu, tapi Bora hanya menanggapinya dengan kekehan. Sejak mereka kecil, Hazel dan Gisel selalu berebut dan berdebat jika itu menyangkut Koa.

Evan yang masih menatap permusuhan Theo, langsung menyeletuk jengkel, menunjuk Theo bagaikan menunjuk kuman.

"Iyanih! Mami kok ya biarin si bocah bangs—"

Albert menatapnya dingin, Evan berdehem canggung, hampir saja ia keceplosan.

"—bangsa indonesia ini tidak berperilaku sesuai pancasila dengan berduaan di kamar, heheh."

Ruang makan langsung di penuhi tawa, Bora menahan malu karena tingkah putranya.

"Nak Theo maaf ya, anak ini memang rindu lemparan sandalku," Bora lalu merangkul Koa yang berada di sebelahnya, "hanya Koa yang berbeda dengan saudaranya yang lain. Kau bisa dekat dengannya saja."

Koa melotot tidak terima, "mami ihh engga ya." Bagaimana bisa ia dekat dengan orang yang membuat kembarannya berakhir tragis?!

Damian yang baru tiba di meja makan mengangkat satu alisnya, "rame banget nih, Kakak ketinggalan apa?"

"Iya kita habis bagi bagi bansos kak, nih lihat dua orang penerimanya."

Perempatan imajiner muncul di dahi Bora, Evan ini sungguh rindu lemparan sandalnya.

Mata koa menyusuri seluruh meja makan, "eum Kak Willy mana?"

"Masih di kampus, adik. Nanti beri dia semangat ya, kasian itu Kakak mu mahasiswa semester ganjil." Jawab Damian.

Bibir Koa membentuk O semourna.

Setelahnya mereka mulai memakan makanan dengan tenang. Koa menatap binar Gyoza yang tempatnya ada tepat di depan Theo. Cukup jauh, tangan kecilnya tidak menjangkau.

Theo yang peka, menyumpitnya dan meletakannya pada piring Koa. Koa tersenyum cerah, lalu teringat akan apa yang Maminya lakukan kepada Papi nya. Dengan lugu Koa berujar,

"Terimakasih hubby, mwah."

Uhuk!

Semua yang ada di meja makan serempak tersedak.








****

Terimakasih sudah memberikan vote guys! lopyuu 🙌

Rescuing My Antagonist Twin! (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang