15 - Baikan

12.6K 1.4K 168
                                    

Hazel duduk di bangku yang berada di balkon kamarnya. Memandang kosong bulan yang bersinar di gelapnya malam dengan gitar yang ada di pangkuannya.

Jemarinya dengan lihai menyesuaikan stem sehingga menghasilkan suara yang pas dan nyaman didengarnya. Bermain musik merupakan salah satu pelampiasan jika pikirannya tengah berisik. Hazel belum sepenuhnya bebas dari jeratan trauma Suster Lina. Hilangnya Koa pada pesta Jessi memicu terbukanya trauma lama yang dia kubur dalam dalam.

Menghela nafas kasar, jarinya mulai memetik senar gitar. Suara nyanyian Hazel menyebar, mengundang atensi Koa yang kebetulan berada di ambang pintu kamar Hazel, dengan dua gelas cokelat panas di tangannya.

Koa tidak bergerak seinci pun, tidak ingin merusak nyanyian kembarannya yang sarat akan emosi. Di pikir pikir, sudah lama ia tidak mendengar Hazel bernyanyi.

Suara Hazel melirih di akhir lagu, menyelesaikan nyanyiannya dengan mulus. Koa tidak bisa untuk tidak memuji Hazel, kakinya melangkah pelan menuju balkon, "suara hajel bagus."

Fokus Hazel buyar, menoleh dengan terkejut ketika mendapati Koa yang berdiri di sampingnya sambil tersenyum cerah.

"Diem! Jangan hindarin aku lagi!" Koa buru buru menghentikan Hazel yang sudah berdiri, takut jika dia akan kabur lagi seperti sebelumnya.

Hazel menggeleng, meletakan gitarnya di sudut balkon, "engga, mau ambil selimut."

Tanpa menunggu jawaban Koa, dia langsung masuk dan mengambil selimut bulu yang ada di atas kasur. Semua itu tak luput dari pandangan Koa.

Hazel kembali lagi ke balkon, dan duduk di kursi yang sempat ia duduki.

"Sini pangku."

Koa sempat tertegun sebentar, tapi dia buru buru meletakan gelas cokelat panas yang dibawanya di atas meja kecil, lalu mendudukkan dirinya di pangkuan Hazel.

Selimut bulu abu abu—yang Hazel bawa—membalut dua tubuh anak kembar non identik itu; berbagi kehangatan.

"Suara kamu sekarang ear catchy banget, kaya... suara penyiar radio gitu." Koa mencoba membuka topik, membahas suara Hazel yang lebih berat dibandingkan sebelumnya.

Koa mengadahkan kepalanya karena tak kunjung mendapat jawaban. Pantas saja, Hazel tengah terdiam, menatap bulan dengan pandangan kosong.

Tangan Koa terangkat, menyentil main main bibir tebal kembarannya. Dapat dilihatnya raut muka Hazel yang terkejut, "kamu tuh, aku tanya dari tadi malah ngelamun."

"Maaf, tadi adik bilang apa?" Sesal Hazel.

Koa berdiri, lalu mendudukan dirinya lagi di pangkuan Hazel, dengan posisi berhadapan, bukan memunggungi.

"Answer me, kenapa kamu jauhin aku?" Tanya Koa langsung pada intinya.

"...."

Koa memutar bola matanya jengah, "masih teringat Suster Lina?"

Mengangguk, Hazel makin menundukkan kepalanya. Koa mengerucutkan bibirnya, kemana perginya Hazel yang ia kenal? kenapa malah menjadi anak anjing yang ketakutan pada dunia luar, huh?!

Dengan gemas, tangan Koa menangkup pipi Hazel, menaikannya keatas agar pandangan mereka saling bertemu.

"Lihat, aku baik baik aja. Suster Lina udah ngga ada. Kamu...." Koa meletakan jari telunjuknya pada dada Hazel, lalu beralih pada dadanya sendiri, "...dan aku, sekarang kita aman."

"Jangan inget inget masa lalu oke? Kata dokter, harus melihat ke depan loh~"

"But I was very scared when you disappeared, adik..."Ada nada frustrasi dari ucapan itu, Koa menyadarinya.

"Maaf, sebenarnya aku bermimpi buruk. Kamu... sama kak Jessi, um..." Koa menatap ragu ragu pada Hazel.

Hazel mengangkat alisnya, "Ya? Aku dan Jessi kenapa?"

Koa membuat lingkaran dengan telunjuk dan ibu jari kirinya, lalu telunjuk jari kanannya ia masukan ke lingkaran tersebut; memberi tahu secara halus hal yang ia maksud.

Dengan canggung Koa berkata, "kalian begituan, aku.. aku takut banget."

Wajah Hazel memerah begitu menangkap maksud perkataan Koa.

"Naur way! Aku ngga bakal nafsu sama Jessi, she's not my type."

"Oh ya? Terus tipe kamu yang gimana?" Koa tidak bisa menahan rasa penasarannya

"Kaya Koa." Hazel menyatukan hidungnya dengan Koa, menggesek gesekannya, membuat sensasi geli.

Koa terkikik dibuatnya, "yang kaya aku ngga ada sepuluh loh~"

"Iya, kamu yang ori. Makannya aku mau cari Koa versi KW."

Mereka menghabiskan malam dengan obrolan ringan dan canda tawa. Dinginnya angin malam tidak membuat keduanya menggigil, justru mereka semakin menghangat karena kesalahpahaman keduanya terselesaikan.

"Sekarang kita baikan nih?"

"Hm, kenapa?"

Koa merentangkan tangannya, "peluk aku peluk aku~ kamu loh udah ngga peluk aku tiga hari." Pinta Koa dengan nada manja.

Hazel langsung memeluk kembarannya, ia juga merasa bersalah karena tidak memeluk Koa belakangan ini.

Koa makin menelusupkan dirinya pada pelukan Hazel, hangat. Ia sangat suka ketika dipeluk.

"Sekarang kalo ada apa apa bilang ya? Jangan diemin aku lagi."

Koa melepaskan pelukannya, membuat Hazel mendengus kesal.

"Iya adik."

"Pinky promise?"

Hazel tersenyum teduh, lalu mengaitkan jari kelingking nya dengan kelingking Koa yang disodorkan padanya.

"Promise."

"Nah gitu~ Gendong dong jel, aku bobo sama kamu ya."

Hazel mengusak gemas surai Koa, "iyaa, bawel banget sih."

"Bodo bodo bodo." Koa menelusupkan wajahnya di ceruk leher Hazel.

Hazel berdiri, menggendong Koa yang masih memeluk erat lehernya. Tidak begitu berat, karena tubuh koa yang terbilang kurus untuk anak seusianya.
Begitu merebahkan Koa di kasur, anak itu justru langsung terduduk dengan wajah bingung. "Bolu mana?"

Bolu, nama dari boneka Alpukat yang sudah menemani Koa sejak berusia 2 Tahun. Koa tidak bisa tidur tanpa Bolu, itu sudah menjadi hal yang umum bagi keluarga Salvatore. Pernah sekali Bora mengganti boneka itu dengan yang baru karena sudah terlalu usang, tapi malamnya Koa justru tidak bisa tidur hingga berakhir demam. Sehingga akhirnya boneka tersebut menjadi boneka 'keramat', karena punya sihir tersendiri untuk membuat Koa tertidur.

"Oh iya tadi ketinggalan di kamar Kak Epan."

Koa beranjak dari kasur, melangkah menuju kamar Evan yang berada di pojok. Koa sudah mengetuk pintu kamar Evan, namun tidak kunjung juga mendapat sahutan. Karena tidak terkunci, jadi Koa memutuskan untuk langsung memasukinya.

Manik amber itu mendapati Evan yang tengah berkutat serius di depan komputer. Karena penasaran, Koa membawa langkahnya mendekat.

"Ka Epan, aku mau ambil bol—"

Begitu terkejutnya Koa ketika mengintip apa yang tengah Evan lihat di komputer. Evan menoleh, matanya membulat, dia buru buru mematikan layar komputernya dengan panik.

"MAMIII KAK EPAN NONTON MBA MBA PAKE BEHAA!!!"

Oke, mari kita bersama sama mendoakan Evan agar selamat dari amukan Debora.






****
Hazel itu tinggi besar ya, tipikal badan yang tulang gede gitu dah. Kalo Koa mah kurus kerempeng, lemaknya lari ke pipi semua.

26/1/24

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rescuing My Antagonist Twin! (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang