sepuluh

2.2K 247 34
                                    

🐈‍⬛ corpse bride.

Sebenarnya apa yang Jeno cari dalam kehidupan ini? Terlahir dalam pahatan sempurna, hidup berkecukupan oleh kedua orang tuanya dan di umurnya yang kedua puluh lima tahun dia telah berhasil menjadi pengusaha muda yang sukses.

Namun tetap saja rasanya masih ada yang kurang dari hidupnya? Apa yang telah ia lupakan?

"Akh Ibu! lepaskan aku hm? maafkan aku—aduh!"

"Dasar anak nakal! bagaimana bisa kau masih berbau sapi panggang padahal kau adalah pemiliknya ha? Apakah kau kekurangan karyawan?"

Jeno terkekeh, mengusap punggungnya yang baru saja dipukuli sang Ibu. Dia kini menarik tangan wanita yang telah melahirkan nya itu; berusaha membujuknya.

"Ibu tahu tidak apa-apa untuk sedikit membantu, benarkan?"

Wanita paruh baya itu pada akhirnya hanya bisa menggeleng kalah—seperti biasa.

"Pergilah mandi, kau tidak lupakan bahwa hari ini ulang tahun nenek mu? cepatlah! mereka menunggu kita."

Oh lagi. Hal yang paling Jeno hindari beberapa bulan belakangan ini ialah bertemu dengan keluarga besar Ibunya.

Sebenarnya ada satu hal yang menganggu Jeno tiap kali berkumpul bersama. Itu mungkin saja sejak pernikahan Lee Heeseung—sepupunya.

Pria pekerja kantoran biasa yang memutuskan untuk menikah di saat Jeno lebih unggul dua kali lipat dari segi kemapanan.

Sangat mengejutkan bagaimana pencapaian nya benar-benar tidak ternilai di mata para bibinya hanya karena dia yang masih melajang di usianya.

Itu sungguh amat mengganggunya.

Bohong jika Jeno tidak bereaksi. Segala macam kencan buta sungguh sudah ia jalani hanya demi temukan seseorang itu. Seseorang diantara mereka yang nyatanya tidak ada satupun yang berhasil memenangkan hatinya.

Jeno bahkan sudah hampir pada tahap frustasi. Sampai acara reuni SMA yang dia datangi mempertemukan ia pada titik terang saat salah seorang temannya menunjukkan foto seorang lelaki muda berwajah kecil kepadanya.

"Namanya?"

"Huang Renjun. Dia temanku semasa kuliah. Saking sibuknya mengajar anak-anak di SMA—sama seperti mu dia juga tidak punya waktu untuk mencari pasangan."

Janji untuk bertemu lantas dirancang sedemikian rupa. Rambut di tata kebelakang, kemeja biru muda yang telah disetrika sedemikian rapinya, semuanya—benar-benar telah diatur secara sempurna.

Namun masih saja sesuatu yang entah apa itu tiba-tiba saja memberatkan hatinya. Rasanya masih ada yang kurang, benar. Jeno sepertinya perlu membeli bunga.

Laju mobilnya lantas sedikit diperlambat guna belokan stir nya ke toko bunga yang ia kira berada tidak jauh di depan sana.

Saat kakinya melangkah turun, ia sejenak sempatkan membaca plang nama toko yang berada di depan. Sejujurnya, ini kali pertama Jeno mengunjungi toko bunga ini.

Lonceng yang terdapat pada pintu otomatis berbunyi begitu dia melangkah masuk.

"Selamat datang! Ada yang bisa saya bantu?"

Bak pertemuan pertama dua orang di dalam sebuah drama romansa—ini memang terdengar sedikit murahan, tapi itulah kenyataannya, bagaimana Jeno tiba-tiba saja membeku ditempat saat bertatapan dengan lelaki muda yang menyambutnya dengan senyum paling menawan sedunia.

"Apa—kita pernah bertemu?"

"Ya?"

Jeno mengerjap. Pada akhirnya tersadar oleh tingkah lakunya saat ini. Dia mengusap tengkuknya.

"Oh i-itu .... bisakah kau merangkaikan bunga untuk ku?"

Florist itu mengangguk. Menggeleng kecil oleh sebab air muka Jeno yang menurutnya lucu. Lelaki muda bersurai kecoklatan itu lantas segera mengerjakan permintaan Jeno.

Sepuluh detik saat Jeno keluar meninggalkan toko dengan membawa buket bunga di tangannya—kembalinya laki-laki itu yang tiba-tiba kali ini lebih mengejutkannya.

"Nama mu?"

"A-apa?"

"Kalau boleh aku tahu—"

"Na Jaemin."

"Bagaimana kalau aku tidak mengenalimu?"

"Kalau begitu biar aku yang menemukan mu."

Janji itu, pada akhirnya membuat mereka saling menemukan.

🐈‍⬛ the end.

Corpse Bride nomin ver.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang