Wilona menghampiri Jaglion yang sedang duduk tak jauh dari sebuah pohon besar di halaman belakang sekolah. Akar pohon itu menjulang cukup tinggi, yang sengaja dijadikan tempat duduk oleh murid yang biasa ke tempat itu.Jaglion adalah salah satu penunggu pohon besar itu. Wajahnya sama menyeramkan seperti atmosfer di dekat pohon itu.
Gadis itu sedikit gugup, karena halaman belakang itu tampak lebih sepi dari biasanya. Hanya ada dirinya dan Jaglion sekarang. Dia takut terjadi sesuatu yang tidak dia inginkan.
"Gue punya sesuatu buat lo," kata Jaglion sambil mengirimkan pesan pada Wilona. Gadis itu langsung membuka ponselnya setelah bergetar beberapa kali.
Foto editan yang sangat rapi, membuat Wilona tertegun. Foto itu terlihat begitu nyata.
"Editannya mulus banget," sindir Wilona.
"Tapi foto ke dua itu tanpa editan," balas Jaglion. "Gimana kalo sampe orang lain tau, bahwa Wilona yang selama ini menolak kehadiran Jaglion, ternyata semurah itu," lanjutnya.
Wilona terdiam membisu. Tangannya mulai gemetar setelah melihat foto kedua. Dia tidak menyangka kalau Jaglion ternyata selicik itu.
"Gue tipe pendendam, asal lo tau," ucap pemuda itu. Wilona menelan salivanya pelan, dan menggenggam erat rok seragamnya.
"Lo bisa tampar gue sebanyak yang lo mau, asal hapus foto-foto itu," Wilona tidak ada jalan lain selain pasrah kali ini.
Jaglion yang sedari tadi duduk santai, kini tersenyum smrik dan menatap remeh gadis itu.
"Gue nggak mau tangan gue kotor buat nyakitin orang."
Wilona mengerenyitkan dahi. "Bibir lo udah kotor semenjak nyentuh gue. Kenapa nggak sekalian kotorin tangan lo buat mukul gue?" Jawab gadis itu, lugas.
Nampaknya jawaban Wilona membuat Jaglion kesal. "Luka di bibir lo kemarin belum sembuh. Jangan sampe gue gigit lagi."
Gadis itu menggigit bibir bawahnya, sedikit gugup.
Pemuda itu memperlihatkan jari-jarinya yang penuh luka baru. "Tangan gue terlalu sakit buat nampar lo. Kita tunggu Hery datang."
Tak selang beberapa lama setelah Jaglion mengatakan itu, Hery datang membawa 3 minuman yang berbeda.
Pemuda itu sedikit terkejut dengan kehadiran Wilona di sana.
"Duduk, dek," tawar Hery sok ramah, membuat Wilona mendengus pelan.
"Lo alergi strawberry, kan?" Tanya Jaglion sambil membuka susu rasa strawberry. Wajah Wilona sedikt tegang karena itu rahasia yang tak banyak orang tahu.
"Her, gue punya kerjaan buat lo," Jaglion menghabiskan susu strawberry itu dalam 3 kali teguk.
"Apaan?" Tanya Hery sambil meminum sekaleng soda.
Wilona masih diam memperhatikan kedua pemuda itu. Ada rasa ingin lari, tapi dia tahu dia tidak bisa.
"Balasin dendam gue," jawab Jaglion, enteng. Hery terbatuk beberapa kali. Dia nampak terkejut, tapi wajahnya juga senang.
"Gue yang eksekusi? Mana mungkin gue tolak," katanya dengan nada senang. Wilona merasa gugup, meski ini bukan pertama kali dia dikerjai seperti ini.
Hery berdiri di hadapan Wilona yang nampak gugup, tapi tetap terlihat tak gentar. Gadis itu bahkan membalas tatapan Hery yang justru tersenyum manis.
"Gue ada satu syarat buat lo. Kalo lo setuju sama syaratnya, gue nggak akan nyentuh pipi mulus lo," kata Hery sambil menoleh pada Jaglion.
Sepertinya Jaglion setuju karena hanya menyunggingkan senyum sinis.

KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITES
Teen Fiction(Tersedia Versi eBook) Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangannya saja. Jaglion, si cowok paling sadis 'katanya'. Bukan hanya wajahnya yang...