Rey membawa tubuh Lava yang tertidur pulas masuk ke apartment nya. Pria itu dengan hati-hati merebahkan tubuh mungil gadis yang telah menjadi istrinya selama satu bulan itu. Lava tertidur didalam mobil setelah bertengkar hebat dengan Rey tadi, mungkin itu salah satu efek yang terjadi setelah obat penenang yang Lava konsumsi sembarangan.
Setelah menyelimuti tubuh Lava, Rey menghela napasnya gusar. Rey pikir Lava sudah tidak mengonsumsi obat itu lagi tapi nyatanya Rey melihat sediri gelagat Lava yang mencurigakan hari ini.
"Hallo Je?"
"Apa kegiatan yang dilakukan Lava hari ini dengan gadis itu?'
"Jadi begini pak ..."
Jean menjelaskan semua secara detail sesuai dengan apa yang Aiko laporkan padanya setelah dari mall tadi. Mulai dari mereka pergi ke mall, membeli buku, hingga menonton film romans yang sedikit fulgar.
Ah ya sepertinya Rey tau letak dimana kejanggalan nya.
Lantas Rey beralih menelpon Psikiater dan menceritakan kejadian hari ini. Rey memang sudah lama berkonsultasi kepada psikiater semenjak kejadian dimana lava yang mengamuk berat saat dia mencium Lava malam itu. Sebenarnya dokterpun menyaran kan Rey membawa Lava untuk pergi berkonsultasi.
"Baik dokter, saya akan mencobanya."
Pukul 8 malam, Rey membangunkan Lava untuk makan malam. Pria itu tidak akan membiarkan Lava tidur hingga pagi dengan perut kosong.
"Lava ayo bangun, ini sudah malam."
"Saya sudah menyiapkan makan malam."
Lava terbangun dengan kebingungan dan kepala yang sedikit berputar, tapi gadis itu mengangguk dan melakukan apa yang di intruksikan Rey kepadanya.
Rey mengamati Lava makan dengan tatapan yang kosong, gadis itu memang melakukan apa yang Rey perintahkan, hanya itu saja.
"Maafkan saya, saya tahu kata-kata saya tadi menyakitimu." Lava hanya diam mendengarnya.
"Saya sangat menyesal telah mengatakan nya."
"Gak usah dibahas!"
"Kamu memaafkan saya?" Lava mengambil piring nya dan beralih ke wastafel begitu saja.
Rey tak kehabisan cara, dia menghampiri Lava yang tengah mencuci piring nya. Pria itu mengikuti kemana pun Lava pergi.
Sampai Lava berada dibalkon pun Rey juga membuntutinya, dia membiarkan Lava menyulut rokok nya.
"Mungkin lo bener, gue cuma bakal nyusahin lo. Gue gak berguna sama sekalikan disini? Gue juga sering melanggar aturan lo." Lava berkkata sambil menuyemburkan asap nikotin ke bawah.
Gadis itu kemali menghisap dalam-dalam rokok nya. "So, biarin gue pergi dari sini."
Rey menggeleng mendengar perkataan Lava barusan. "Tidak Lava, kamu tidak boleh pergi dari sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
LAVANYA
Romance"Ketika cinta dipercaya, melahirkan kecewa belaka yang menjadikannya luka dan menyalakan semesta." Lavanya Qinata Mahasiwa tahun kedua yang hidup dengan ayah yang mengidap Stroke, dan memiliki kehidupan yang sangat bebas sejak bangku SMP. Trauma ya...