Wanita itu terbaring anggun di atas sebuah ranjang bergaya abad pertengahan yang terlihat mewah. Mata cantik itu masih terpejam, belum menunjukkan tanda-tanda sang wanita akan bangun dalam waktu dekat. Ia tampak tertidur dengan tenangnya.
Bagaikan sebuah lukisan putri tidur.
Kelopak mata itu akhirnya terbuka, menampilkan iris cantik berwarna keemasan yang tampak bersinar di tengah redupnya pencahayaan kamar tersebut. Ia perlahan terbangun, duduk dengan pergerakan ringannya di atas kasur. Wajah cantik namun terlihat pucat itu tampak linglung, merasa bingung dengan lingkungan asing yang tak pernah ia sambangi tersebut.
Lee Sera mengerang begitu kepalanya berdenyut, terasa begitu menyakitkan seperti kepalanya ditusuk oleh ribuan jarum. Bergerak sedikit saja, rasa nyeri itu menjadi terasa begitu luar biasa. Kerongkongannya pun terasa kering, rasa haus bagaikan berada di sebuah padang pasir itu dengan perlahan mulai muncul ke permukaan, membuatnya merasa gelisah dan bergegas ingin mendapatkan seteguk air untuk mengatasi kehausannya. Namun nihil, Lee Sera tidak menemukan satu gelas air pun di sekitarnya. Bahkan untuk keberadaan teko air pun tidak ada dalam kamar ini.
Mengikuti nalurinya, Lee Sera turun dari ranjang. Kedua alisnya saling bertaut, tampak bingung dengan pergerakan tubuhnya yang entah kenapa terasa ringan, seringan bulu angsa yang terbang terbawa angin. Wanita itu semakin kebingungan saat ia melangkahkan kakinya, benar-benar terasa ringan seakan-akan ia telah kehilangan berat badannya sebanyak belasan kilo.
"H–haus," gumamnya, menepis jauh-jauh kebingungan terhadap perubahan pada tubuhnya.
Belum sempat Lee Sera meraih gagang pintu, pintu tersebut sudah lebih dahulu terbuka. Sontak Lee Sera mengambil langkah mundur demi menghindari ayunan pintu tersebut. Matanya membulat, merasa takjub dengan apa yang baru saja dilihat olehnya.
Sesosok pria bertubuh tinggi menjulang berada di hadapannya, menjadi pelaku dibalik terbukanya pintu tersebut. Wajahnya begitu tampan hingga membuat Sera mematung selama beberapa saat, terpesona dengan ketampanan yang terpapar di hadapannya.
"Oh? Sudah bangun?"
Lee Sera mengerjap, menggelengkan kepala pelan kemudian alisnya bertaut bingung. Bukan karena pertanyaan konyol tersebut, tetapi karena kehadiran pria berparas tampan tersebut.
"Apa maksudmu? Dan ..., siapa kamu?"
Pria berparas tampan itu tampak terdiam dengan wajah yang menumpul tanpa ekspresi, kedua iris mata yang berwarna keemasan itu tampak terkunci pada satu objek di depannya. Kesunyian yang diciptakan olehnya mampu membuat Lee Sera merasa canggung dan bersikap kikuk.
"A–aku bertanya ..., karena tempat ini begitu asing bagiku," terang Sera berusaha menjelaskan maksud dari pertanyaannya tersebut. "Dan ..., bukankah aku tertusuk dan sekarat? Kenapa aku sehat kembali seolah-olah tidak terjadi apa-apa?"
Mulut Sera kembali tertutup ketika pria di hadapannya itu menyerahkan sebuah gelas berisikan cairan merah yang sedikit kental. Perasaan curiga lantas mulai tumbuh, namun bertabrakan dengan rasa haus yang terasa semakin menjadi. Yang membuatnya ingin bergegas meneguk cairan merah itu untuk memuaskan dahaga.
"Minumlah. Kau pasti haus," pria itu kembali bersuara.
Suara berintonasi rendah itu berhasil menghipnotis Sera. Wanita itu meraih gelas tersebut, meminum cairan merah tersebut tanpa rasa ragu ataupun curiga. Lee Sera terus meminumnya hingga tandas, meskipun kedua alisnya kembali bertaut karena bingung.
Rasanya manis. Bahkan Sera merasa minuman ini adalah minuman termanis dan terenak yang pernah ia minum selama hidupnya.
"Ini ..., apa?" tanya Sera seraya memperhatikan gelas yang telah kosong tersebut. Masih Terdapat satu tetes dari cairan merah itu di dalam gelas tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENAMOUR | Byeon Wooseok
Vampire[18+] Manusia ketika berada di ambang kematian, akan melakukan berbagai cara agar terus hidup, meskipun harus menjalin kontrak dengan iblis sekali pun. Gagasan tersebut tampaknya berlaku pada Lee Sera. Suatu malam, wanita itu diserang oleh orang a...