3 Manipulasi

1.1K 202 12
                                    



Isabella menatap dirinya pada cermin. Ternyata walau ia berjalan-jalan di masa depan, bekas luka akibat pembulian yang pernah ia dapati masih membekas di perutnya dan bagian tubuhnya yang selama ini ia tutupi.

Sayatan, tusukan rokok, dan semua membekas menjadi keloid. Iblis Eve itu Issa pastikan akan mendapat balasan yang setimpal. Setelah semua rasa sakit yang dia torehkan, dia mau hidup bahagia di masa depan?

Entah apa yang terjadi pada hari di gudang saat itu, sehingga Issa bisa terlempar ke masa depan. Yang bisa Issa ingat, hari itu dia sekarat.

Setelah membersihkan diri dan berganti baju, Issabella keluar. Ia berjalan menuju dapur dan berinisiatif untuk memasak.

Dulu karena ditinggal orangtuanya, Issabella terbiasa mandiri. Jadi memasak beberapa menu tidak susah untuknya.

Issa membuka jendela dapur, menikmati angin sejuk kota Zenitburg pagi hari yang begitu segar dan asri.

Issa mengambil roti, sosis, dan alpukat di kulkas. Membuat sarapan simple untuknya dan juga Austin. Ini juga sebagai bentuk terimakasih atas kebaikan Austin yang telah menampungnya.

Issa seketika berpikir, sampai kapankah keadaan ini berjalan? Dan sampai kapan dia akan menumpang pada Austin dengan berpura-pura hilang ingatan? Sampai kapan ia berada di masa depan?

Memikirkan hidupnya tanpa Austin, Issabella merasa merinding. Saat ini ia berada di dunia asing dan hanya seorang diri. Sepertinya selain membalas dendam kepada Eve, memikat Austin juga menguntungkan dirinya sendiri.

Issa harus bisa merebut hatinya, bagaimana pun caranya!

Klotak!

Issabella spontan menoleh saat mendengar suara botol air terlempar. Ia terpaku saat melihat Austin terlihat sangat kikuk dan canggung saat bertemu dengannya.

Ada apa dengan pria itu? Kenapa wajahnya pucat dan rambutnya basah?

"Austin, kamu sakit?" Issabella segera mendekatinya dan ingin menyentuh dahinya untuk mengecek suhu tubuh. Namun sebelum tangannya bersentuhan dengan dahinya, Austin segera menepis.

"Jangan mendekat!" Austin memperingati seraya bersin-bersin dengan hebat. Karena terus-terusan bermimpi dan berkhayal hal kotor, Austin terpaksa mandi berkali-kali dan membuat ia demam pagi ini.

"Kenapa?" Issabella bertanya dengan raut sedih.

"Pokoknya jangan mendekat!" Austin kembali membentaknya.

"Wajah kamu pucat, kamu sarapan ya?"

"Makanlah sendiri, pokoknya jangan mendekat padaku hari ini!" Teriak Austin frustasi, lalu masuk ke dalam kamarnya kembali.

Issabella menatap Austin kebingungan. Apa dia berbuat salah? Kenapa Austin semarah itu? Jangan-jangan.... Austin ingin mengusirnya dari rumah?

Issabella segera menyelesaikan masakannya. Ia berlari ke arah kamar pria itu dan mengetuk pintunya dengan heboh.

"Austin... "

"Jangan mendekat, apa kamu tuli?" Teriak Austin dengan sangat kencang.

"Aku minta maaf jika aku salah! Tapi sekarang, aku tidak tahu apapun tentang dunia asing ini! Aku tidak mengerti harus apa jika kamu mengusirku! Aku takut jika harus di luar sana sendirian!" Issabella terisak seraya mengetuk pintunya. "Hanya kamu yang aku kenal saat ini!"

Austin memikit pelipis saat mendengar Isakan serta perkataan ngawur Issabella dari luar pintu. Sepertinya wanita itu salah paham dan mengira dirinya marah. Padahal, Austin hanya takut jika dia tidak bisa menahan gejolak hasrat dan rasa penasarannya terhadap Issabella.

Let Me Tease YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang