contain sex scenes, rough activities and drunk.
***
Ini adalah kali pertama bagi Anindya untuk datang ke acara little party yang didominasi dengan kegiatan minum-minum oleh teman satu jurusannya. Sebagai pemegang lulusan terbaik di jurusannya, menjadikan masa-masa sarjana milik Anindya hanya diisi dengan belajar, belajar dan belajar. Anindya berpikir tidak ada salahnya bergabung dengan acara malam ini, toh satu semester lagi dia akan menyelesaikan sekolah pascasarjananya di kampus ini.
Atas arahan teman-temannya, Anindya mengenakan dress satin berwarna hitam yang tidak menutupi bahunya sama sekali. "Bener kan, kamu bakal cantik banget kalau pakai dress ini. Aku aja sampai pangling saking cantiknya karena biasanya kamu selalu pakai kemeja atau nggak dress kebesaran," ucap Ara.
Acara minum ini hanyalah acara yang sering diselenggarakan oleh teman satu angkatan Anindya untuk merayakan minggu ujian yang telah selesai. Minggu ujian yang melelahkan dan juga menyita banyak waktu untuk sekedar hidup tenang. Dan malam ini, semua beban itu lepas dengan begitu mudahnya. Namun, Anindya paham bahwa dirinya tidak pernah mengonsumsi alkohol sama sekali, dan untuk malam ini dia hanya memesan soda.
Tidak bisa dipungkiri, malam ini Anindya begitu cantik. Rambut panjang miliknya dibiarkan tergerai. Lipstik merahnya tampak begitu menggoda. Tak jarang para laki-laki yang melihatnya justru melihat ke arah payudaranya yang sedikit terbuka.
Gila, gue baru tahu Anindya bisa se-sexy itu.
Payudaranya mantap tuh, pas di tangan gue.
Semua pujian atau bahkan kata-kata yang melecehkan dirinya terdengar langsung di telinga Anindya. Dia tidak nyaman dan mulai risih. "Aku mau balik dulu," pamit Anindya.
Namun, tiga teman laki-laki dijurusannya tampak tak memberikan izin dan justru menarik Anindya untuk kembali duduk. Ara, Bella, dan Fiki tidak ada yang bisa membantunya keluar dari situasi ini. Mereka juga ditahan oleh semua laki-laki yang ada di sini. Meja yang semula hanya berisi Anindya dan beberapa temannya itu kini telah ramai dengan gerombolan laki-laki yang tadi menariknya. Bahkan semakin lama mereka semakin gila dengan mengajak bermain Truth or Drink. Tentu ini adalah permainan yang bisa saja mereka gunakan untuk mencari sebuah keuntungan.
Dan benar, sudah kali kelima Anindya dengan terpaksa meminum lima gelas alkohol di depannya. Anindya sudah mulai kehilangan kesadaran. "Itu Anindya udah teler, anterin balik tuh," ucap laki-laki dengan percaya diri memapah Anindya dan mengatakan bahwa dia tahu alamat milik Anindya.
"Hati-hati bro, jangan lupa pakai pengaman."
***
"Gila, dosen dateng ke club. Mana minum-minum lagi. Semoga nggak ketahuan mahasiswa lo," ucap salah satu teman Dimas. Dimas tidak menyangkal bahwa dirinya memang sering melepaskan penat dengan berdekatan dengan alkohol. Malam ini pun dia tak segan untuk datang memenuhi undangan teman-temannya untuk berpesta alkohol.
"Hadiah dari gue gimana bro?" Tanya Handy dengan tawa puas melihat perubahan raut wajah Dimas.
"Mahasiswa gue, Han." Jawab Dimas jujur.
"Bisalah diajak, kalau nggak mau aneh-aneh ajak pacaran terus dinner ngabisin duit ayah lo itu," saran teman Dimas yang lain. Semua orang sudah mengetahui bagaimana hubungannya dengan ayahnya. Dimas berusaha mengabaikan hal ini.
"Sudah gue transfer ke rekening lo," tunjuk Dimas kepada Handy. Malam ini entah mengapa Dimas ingin pamit terlebih dahulu. Setelah keluar dari club Dimas melihat seseorang yang begitu ia kenal. Anindya—asisten sekaligus teman satu apartemennya—yang tampak dipapah oleh seorang laki-laki. Melihat itu, Dimas lantas mendekat dan merebut Anindya dari laki-laki mesum satu itu.
"Maaf Pak, saya hanya ingin mengantar Anindya ke rumahnya."
"Saya yang antar dia, saya kenal kakaknya," bohong Dimas. Tanpa menunggu perintah, laki-laki itu lantas pamit dan menumpahkan sumpah serapahnya karena gagal mengantarkan Anindya.
Astaga, bajunya ke buka banget.
***
Sepanjang perjalanan menuju apartemen. Kepala Dimas sudah mulai terasa pusing karena efek lama tidak mengonsumsi alkohol, terlebih Anindya yang berada di dekatnya meracau tak jelas dan cukup membuat kepalanya semakin berat. Dimas memilih memejamkan mata. Tak biasanya Dimas sampai tahap seperti ini, sesekali dia datang ke club bersama teman-temannya tak sampai membuatnya pulang dalam keadaan mabuk. Bahkan dia pernah mendapatkan gelar manusia dengan tingkat toleransi alkohol yang tinggi.
Sesampainya di gedung apartemen yang mereka tempati, mereka berjalan gontai dengan saling memapah untuk sampai ke dalam unit. Dimas yang biasanya mampu mengendalikan diri, hari ini terlihat begitu lelah. Bahkan untuk menekan pin mereka membutuhkan waktu hampir lima menit. Waktu yang terbuang sia-sia.
Brukkk
Seolah tak cukup dengan drama menekan pin, keduanya jatuh. Anindya bangun dengan sisa-sisa kesadarannya. Dia menarik paksa Dimas untuk bangun dan membawanya ke dalam kamar milik Dimas. Setelah pintu terbuka, keduanya disambut dengan kamar bernuansa abu-abu putih yang sangat rapi. Ada sebuah meja dengan buku dan laptop yang tertata rapi, sebuah kasur yang cukup untuk dua orang dan sebuah rak buku yang terlihat tidak muat.
"Dosen kok pergi mabok-mabok juga," protes Anindya. Dimas tampak tenang bahkan tak terusik dengan suara Anindya yang cukup keras. Beberapa saat, Anindya memandangi wajah teduh dosen yang sedikit menjengkelkan itu. 'Pak Dimas kalau gini manis.' Setelah beberapa saat memandangi Dimas yang terlelap, Anindya memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Namun, tiba-tiba Dimas menarik tangannya dan membuat dirinya jatuh ke dalam pelukan Dimas. Anindya hanya diam. Dapat Anindya rasakan tangan yang begitu erat memeluknya. Aroma parfum, alkohol dan aroma tubuh Dimas bercampur dan semakin membuat pelukan itu semakin nyaman. Anindya menyukai pelukan ini.
"Hmmm, aku mau ke kamar." Anindya berusaha melepaskan pelukannya. Mendengar itu, Dimas membuka matanya dan menatap Anindya yang terlihat begitu kacau. Dress satin hitam yang cukup membuat Dimas tersihir. Dimas mulai gila, dirinya tak ingin melepaskan Anindya yang sekarang berada di dalam kukungannya.
"Jangan pergi. Kamu cantik banget malam ini." Tanpa aba-aba. Dimas mendekatkan wajahnya dan mulai mencium bibir merah Anindya. Anindya terkejut tapi justru menikmati ciuman pertamanya. Dimas bermain pelan sebagai permulaan. Semakin lama, ciuman itu semakin dalam. Dimas menggigit bibir Anindya agar dirinya mendapatkan kesempatan untuk memperdalam ciumannya. Keduanya sudah dimabuk dengan ciuman yang begitu panas itu.
Dimas menyudahi ciuman itu, dia memandangi Anindya yang sudah berada dibawahnya. Nafsu menyelimuti Dimas ketika melihat Anindya dengan tampilan seperti ini. Kaki jenjangnya, payudaranya, bibirnya atau apapun yang ada ditubuh Anindya malam ini terlihat begitu indah. Dimas menggigit beberapa spot dan meninggalkan bekas kemerahan. Anindya mencoba mendorong kepala Dimas supaya menyudahi kegiatannya. Anindya tak mampu menahan desahannya karena mendapat rangsangan yang asing itu. "Ahh, ahh, please stop."
Dimas melepaskan pakaiannya dan hanya menyisakan celana pendeknya. Dengan tangan-tangan kuatnya, dia melepaskan pakaian milik Anindya dan melemparkannya ke sembarang arah. Dress satin hitam yang tidak ada harga dirinya. Tidak ada sehelai benang yang menutupi tubuh Anindya.
Melihat Anindya dengan rambut dan lipstik yang berantakan semakin membuat Dimas menggila. Dimas mendekatkan wajahnya ke payudara milik Anindya dan memainkan nipple Anindya dengan lidahnya searah jarum jam. "Aahh, ahh." Semua desahan itu menjadikan nafsu Dimas semakin meningkat. Tangan kanannya bergerak aktif meremas payudara kiri Anindya, sedangkan tangan kirinya menggesek inti tubuh Anindya. Anindya semakin kelimpungan dengan tubuhnya yang diacak-acak oleh Dimas.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Mistake or Luck (21)
Romancecw // mature content, rough activities of sex. "Akhhh... Dimasss," desah Anindya saat miliknya dipenuhi oleh milik Dimas. Hubungan dosen dan mahasiswa yang seharusnya tetap pada jalur profesional justru berubah menjadi hubungan intim yang begitu p...