3. The day after (21)

4.8K 27 0
                                    


Cahaya matahari menyusup melalui celah-celah jendela, membangunkan seorang perempuan yang masih terbungkus oleh selimut berwarna abu-abu senada dengan nuansa kamar ini. Dia mencoba membuka mata, merasakan bahwa tubuhnya terasa lengket, perutnya sedikit mual, dan nyeri dibeberapa bagian. Anindya miring ke kanan, matanya terbelalak saat melihat punggung laki-laki tanpa mengenakan pakaian. Anindya bangun, mengamati sekeliling dan merasa asing dengan ruangan ini. Anindya mengintip selimut yang masih menutupi tubuhnya, dia tidak mengenakan selehai kain apapun. 

Dress satin hitam yang dia kenakan semalam, celana dalam dan bra miliknya tersebar disekitar ranjang bersama dengan kemeja dan celana bahan laki-laki disampingnya. Anindya bangun tanpa ingin tahu siapa laki-laki tidur dengannya. Pergerakan ringan dan selimut yang tertarik itu membuat laki-laki itu bangun. Anindya masih sibuk memunguti pakaiannya dengan menahan perih diarea selangkangannya. 

"Anindya," panggil laki-laki itu. Anindya semakin kaget karena hafal dengan suara laki-laki ini. Tidak lain dan tidak bukan laki-laki itu adalah Dimas, dosennya. Anindya semakin mengeratkan pegangannya pada selimut yang masih menutupi tubuhnya, dia mendadak takut dan tidak berani untuk menjawab panggilan itu. "We did it last night," lanjut Dimas. Hati Anindya mendadak begitu perih mendengar pengakuan itu keluar dari mulut Dimas. "Maaf." 

Anindya berusaha menutupi rasa perih diselangkangan dan didalam hatinya dengan terus memunguti pakaiannya. Dia berdiri dan mengenakan asal pakaiannya. Dalam diam, Anindya meninggalkan Dimas sendirian yang masih menatap punggungnya yang semakin menjauh. 

 ...

Anindya memandangi tubuhnya yang penuh dengan tanda kemerahan. Upayanya untuk bersenang-senang dengan teman satu jurusannya telah memperkenalkan Anindya dengan penyesalan yang mendalam. Anindya menangis, menyesali apa yang telah dia perbuat hingga berakhir having sex bersama dosennya. Anindya terus menangis dibawah guyuran air hangat yang menenangkan tubuhnya, bayangan Dimas dan desahan sepanjang malam perlahan hadir dalam ingatannya. 

Anindya tidak keluar kamar sama sekali setelah mandi. Dia mengurung diri, mengumpulkan berbagai macam informasi untuk mencegah kehamilan hingga lupa tidak makan dari semalam. Mendengar suara pintu terbuka, Anindya tidak peduli dan masih fokus dengan agendanya. Beberapa saat kemudian Dimas mengetuk pintu kamarnya, "Anindya, ayo makan." Ajak Dimas. Anindya tidak menjawab. "Saya tahu kamu takut dan kecewa sama saya, tapi saya mohon kali ini untuk keluar dan makan terlebih dahulu." 

Anindya membuka pintunya, melewati Dimas yang masih berdiri didepannya. Anindya sudah duduk dimeja makan dan menikmati makanan yang telah Dimas siapkan. Keduanya saling diam dan sibuk dengan makanan masing-masing. Anindya melirik satu kantong plastik yang Dimas simpan disampingnya. Satu kantong plastik berisi testpack dan beberapa suplemen vitamin. 

Anindya telah selesai makan, dia lantas berdiri hendak mencuci piring dan tangannya. "Saya mau bicara sama kamu," pinta Dimas. Anindya masih diam dan tidak menghiraukan ucapan Dimas. "Saya mohon maaf, saya salah. Saya tidak membenarkan apa yang saya lakukan. Saya.."

"Pak, saya juga salah. Saya minta maaf. Saya tidak ingin membicarakan hal ini kembali, saya harap bapak berusaha untuk berpura-pura tidak mengingat tentang apa yang kita lakukan semalam." Potong Anindya. 

"We did it last night, bagaimana bisa kamu mengatakan hal itu Anindya. Saya akan bertanggung jawab." Dimas berdiri menyusul Anindya. Mencegah Anindya untuk meninggalkannya sendiri dalam kalimat yang belum selesai. 

"Pak Dimas mau tanggung jawab apa?" Mereka saling berhadapan di depan pintu kamar Anindya. Dimas melihat mata sembab Anindya, dia tahu bahwa Anindya menangis begitu lama di kamar mandi. 

"Apapun yang terjadi, ada saya." Air mata Anindya lantas luruh, upayanya untuk tetap tegar dan berusaha untuk bersikap biasa-biasa tidak berhasil. Dia takut, dia cemas. Dimas memeluk tubuh ringkih Anindya. Anindya menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Dimas. "Kamu aman, kamu aman," ucap Dimas untuk menenangkan Anindya. 

Meskipun masih berat, Anindya merasa jauh lebih tenang dalam pelukan hangat yang Dimas berikan. Anindya mengajak Dimas untuk berbicara di kursi ruang tamu. Dimas menyiapkan teh hangat sebelum akhirnya Anindya membuka suara. 

"Saya ingat semua," ucap Anindya jujur, Dimas lantas mengangguk menyetujui ucapan Anindya. "Saya janji tidak akan datang keacara seperti itu." 

"Saya juga tidak akan mengonsumsi alkohol lagi." Keduanya mencapai kesepakatan. Sore ini, Dimas dan Anindya berusaha untuk saling menerima tentang apa yang telah mereka lakukan semalam. Dimas menyimpan testpack yang dia beli di kotak P3K karena Anindya menolak untuk menerimanya dan Dimas menerima keputusan itu. 

...

"Gimana semalem?" Tanya Handy kepada Dimas yang baru saja sampai di lobby karena Dimas melarangnya untuk masuk kamar apartmen. "Kenapa dah? Gimana enak nggak?" 

"Stop nanya, Han! Nih barang lo," jawab Dimas ketus. 

Handy masih berisik dan Dimas yang enggan mendengarkannya lantas segera kembali ke kamarnya. Tidak bisa dipungkiri, bayangan kejadian semalam masih tercetak jelas dalam bayangannya. Bagaimana desahan-desahan Anindya memenuhi kamarnya, menyebutkan namanya dan memintanya untuk berhenti.

"Akhhh... Euhhh... Euhhh... STOP!!"  racau Anindya saat Dimas kembali mempercepat hentakannya didalam lubang inti Anindya. Hentakan yang semakin cepat itu membuat kedua payudara Anindya bergerak tak karuan. Dimas meremas payudara Anindya  bergantian dan membuat lubang Anindya semakin licin akibat tambahan ransangan yang dia berikan.

Anindya mendongak, matanya terpejam, mulutnya terbuka disertai desahan-desahan yang tidak berhenti. Anindya merasakan milik Dimas semakin besar memenuhi inti tubuhnya. "Euhhh... Uhhh... Euhhh..." 

Dimas menarik miliknya, mengeluarkan cairan cintanya di atas perut Anindya. Anindya benar-benar kacau. Mereka berdua terengah-engah setelah mencapai puncak kenikmatan. 

Dimas mengingat dengan jelas semua kejadian itu, membuatnya berakhir bermain sendiri dikamar mandi seraya membayangkan miliknya memenuhi lubang inti milik Anindya. 


Mistake or Luck (21)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang