1. How we meet

8K 45 0
                                    

***

Melihat daftar nama mahasiswa yang akan menjadi asistennya, Dimas lantas menghembuskan napas malas. Dia pikir akan mendapatkan asisten laki-laki karena saat ini dia sedang malas berurusan dengan seorang perempuan. Kadang juga dia lelah ketika melihat teman-temannya begitu antusias mengenalkannya dengan kenalan mereka, mulai dari yang pendiam hingga penggoda. Namun, Dimas belum memiliki keinginan untuk sekedar berkenalan hingga dengan sopan dia menolak semua tawaran itu.

Lantas dilain sisi, Anindya harus menerima kenyataan bahwa dia harus menjadi asisten dosen baru yang dingin dan terlihat tidak memiliki sisi kemanusiaan. Bahkan sesekali Anindya merasa bahwa dirinya sedang dikerjai oleh dosennya itu. Semester akhir yang seharusnya dia gunakan untuk fokus thesis tapi justru harus dihadapkan dengan dosen dingin itu. 

Ara : "Kenalanku ada yang sewain apart, kamu mau nggak? Bayar setengah aja karena bakal share room sama temennya." 

Anindya yang saat ini sedang dihadapkan dengan pengusiran oleh ibu pemilik indekosnya--karena indekosnya akan direnovasi--lantas harus mati-matian mencari indekos baru. Untung saja Ara menawarkan sebuah apartemen dengan harga murah karena dia akan berbagi ruangan dengan penyewa yang lainnya. 

Anindya lantas terburu-buru dan membayarkan semua harga sewa hingga akhir tahun. Dia tidak peduli dengan siapa yang akan tinggal bersamanya. Asalkan dia mendapatkan tempat tinggal, dia merasa aman. Meskipun apartemen yang akan dia tempati hanya terdapat satu kamar mandi. 

Hendy : "Jangan lupa seneng-seneng. Udah gue siapin kejutan."  Dimas tidak menjawab pesan yang dikirimkan oleh temannya yang sudah rela menyewakan apartemen untuknya. Dia segera melangkah menuju kamarnya. 

Dimas mendengar suara air menyala dari kamar mandi apartemennya, tidak mungkin jika itu adalah hantu.  Dimas mendekati sumber suara dengan pelan, suara itu masih terdengar. Dia kembali tenang karena suara itu tidak terdengar lagi. Namun... 

"AAAAAAAAAAAA...." Dimas dan Anindya memekik bersama. Anindya, mahasiswa yang menjadi asistennya di kampus keluar dari kamar mandi apartemen yang dia sewa dari temannya. Handuk putih yang Anindya kenakan hanya mampu menutupi separuh dari payudaranya dan sebagian pahanya. Dimas memalingkan wajahnya malu melihat itu. 

Dimas masih tidak menangkap apa yang sedang terjadi, bayangan Anindya dengan handuk putihnya sekelebat memenuhi pikirannya. Tanpa ragu, Dimas memberondong pertanyaan kepada temannya. Akal bulus satu gengnya, menjebak dirinya dengan mahasiswanya, dalam satu apartemen yang sama, dengan satu kamar mandi bersama. 

"Bagaimana bisa kamu tinggal di sini?" Tanya Dimas kepada Anindya. Anindya lantas menceritakan ibu indekosnya yang tiba-tiba merenovasi bangunan indekos, mengusirnya, hingga tawaran dari temannya yang berakhir menjadikannya hidup berdampingan dengan dosen yang sering dia bicarakan dengan temannya.

"Mau bagaimana lagi, kita akan tinggal bersama selama beberapa bulan. Aturan dari saya, jangan keluar kamar mandi seperti itu. Mohon kerja samanya," pinta Dimas seraya meninggalkan Anindya sendirian di depan televisi. 

***

Meskipun hidup berdampingan dengan Anindya, Dimas hanya melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa merasa bahwa ada orang lain yang mengawasinya. Rutinitasnya hanya olahraga pagi, pergi ke kampus, mengajar, dan pulang. Mungkin sesekali dia juga bersama teman-temannya. 

Anindya juga merasa demikian, dia berusaha untuk tidak mudah terpengaruh dengan kehadiran Dimas di sekitarnya. Dia tetap melakukan aktivitas sehari-seharinya, mulai dari memasak, membaca tumpukan bukunya, hingga membereskan apartemen yang dia tempati bersama Dimas. Namun, yang menjadi pembeda adalah Anindya yang selalu memasak lebih untuk sengaja dia tinggalkan di meja makan untuk Dimas. 

Dimas yang terbiasa hidup sendiri lantas menerima perlakuan itu dengan aneh. Tetapi, Dimas selalu menikmati masakan Anindya yang terbilang  enak dan sesuai dengan seleranya. "Terima kasih makanannya," ucap Dimas setelah mendengar pintu kamar Anindya yang terbuka.

 Lambat laun, keduanya sudah tidak merasa canggung ketika tinggal di apartemen yang sama. Dimas dan Anindya sudah mulai akrab. Akrab dalam batas yang tidak melewati hubungan profesional sebagai dosen dan mahasiswa, dan sebagai penyewa apartemen yang sama. 

Dimas juga mulai menyadari bahwa Anindya bukanlah wanita yang menye-menye seperti yang  temannya kenalkan. Sehingga, Dimas cukup menerima Anindya untuk tinggal bersamanya. 

Dimas mulai menerima pemberian Anindya, sebuah kotak bekal untuk makan siang. Dimas menerima itu dengan senang. Dimas juga tidak malu untuk membawa kotak bekal berwarna merah muda yang sangat tidak cocok dengan penampilan rapi Dimas. 

Anindya yang hobi memasak lantas merasa sangat bahagia karena dapur apartemen ini begitu lengkap sehingga dia dengan leluasa melakukan eksperimen dengan bumbu-bumbu dan bahan yang telah dia kumpulkan. 

Selama itu pula, keluar desas-desus bahwa Dimas sudah beristri karena setiap hari dia selalu membawa kotak bekal itu. Dimas selalu menikmati makan siangnya dengan lahap dengan wajah yang sumringah. Bukan seperti Dimas yang dikenal oleh kebanyakan mahasiswa di kampus ini. 

***

Dimas : "Malam ini saya pulang terlambat, masak untuk kamu saja. Terima kasih." 

Anindya menerima pesan singkat dari Dimas. Anindya memang tampak menimbang ajakan teman-temannya untuk mengikuti little party yang diadakan oleh anak satu jurusannya. Anindya memang mengakui bahwa tidak pernah mengikuti kegiatan tersebut. 

"Tapi aku bingung aku harus pakai baju apa?" Jawab Anindya jujur. Ara, Bella dan Fiki lantas menatap Anindya lekat-lekat. Memperkirakan pakaian seperti apa yang cocok untuk Anindya kenakan malam ini. Ketiga sahabat itu lantas membawa Anindya menuju indekos Ara, sebagai manusia dengan koleksi pakaian kurang bahan yang lengkap. 

***

check bio to join my channel 😋🔞

Mistake or Luck (21)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang