#3 Jaden

8 0 0
                                    

Juan merasa lega sudah bisa berhasil menyelesaikan presentasi, meski semua dia yang buat dan yang lain hanya tinggal mempelajari. Capek memang tapi ya sudahlah, yang penting segera selesai pikirnya.

Juan sedang makan siang di kafetaria kampus. Suatu hal yang sangat langka mengingat Juan benci keramaian dan lebih sering makan di taman sambil mengecek tugas dan pekerjaannya yang masing-masing tidak bisa di tinggalkan. Beruntung Juan bekerja di tempat omnya dan pekerjaannya memang tidak selalu ada di tempat. Di bilang pegawai tetap sih belum, tapi magang juga bukan, namun waktunya fleksibel sehingga sesekali dia bisa pergi ke kampus di jam kerja. Beruntungnya lagi dia punya jadwal kelas yang jarang bentrok dengan pekerjaannya. Tapi entah di semester selanjutnya dia bisa seperti ini lagi atau tidak, kalau makin rumit sepertinya dia harus ambil kelas karyawan di akhir pekan supaya lebih memudahkan.

"hai, yang lain mana?"

Juan meletakan sendoknya dan menatap orang yang kini duduk di depannya

"gua gak tahu, gua lapar jadi kesini"

"gua tahu, mana mungkin orang kenyang pergi ke sini buat makan"

"ya pertanyaan lu aneh sih"

"hahahahaha sorry "

Suasana hening hanya ada dentingan sendok dan nampan makanan yang saling beradu dan menghasilkan suara hingga akhirnya Jaden membuka kembali percakapan.

"lo dah baikan?"

"untuk?"

"you know what I mean, bro"

"keliatannya gimana?" kata Juan sambil makan hanya tidak melihat pada lawan bicaranya

"dah bertahun tahun.."

"gue tau.."

"dan lo masih mau kaya gini?"

"gua bisa apa?"

"lupa.. lo bisa lupain"

"gue udah lupa"

"iklasin"

"gue juga dah iklas" juan menaruh sendoknya di nampan makanan yang isinya sudah berpindah ke perutnya. Kini dia menatap lawan bicaranya

"lalu kenapa lo jadi kaya gini, banyak diam, lo berbanding terbalik 180 derajat dari lo yang dulu. jangankan gue, orang lain juga pasti mikir lo belum move on"

"ya gue harus gimana?! Udah bukan waktunya gue dengerin omongan orang Jad"

"kalo gitu sekarang gue tanya, apa yang membuat lo jadi kayak gini sekarang?"

"gini gimana dulu yang lo maksud?"

"ya jadi banyak diem, banyak menyendiri. Lo aja kesini bisa di hitung jari padahal lo udah mau semester 4 kan di sini.. mau 2 tahun lho"

"gue hanya takut kaya kemaren lagi, gue sosialisasi salah, gue fokus juga gue di tinggal kan? Di selingkuhin malah. Gue juga introspeksi mungkin problemnya di gue. Bahkan lepas dari Vania aja gue di kasih cobaan mulu kan? Mungkin gue nya yang ga deserve di sini jadi ya gue memilih menikmati kesendirian dengan aktivitas gue sekarang, salah?"

Jaden hanya diam,,, ini kali pertama dia mendengar lagi omongan panjang lebar Juan setelah sekian lama. Jaden juga salah satu yang bertemu kembali dengan Juan dalam kondisi yang sudah berbeda. Dia memang mendengar setelah Vania memang masih ada yang lain yang hadir di hidup Juan tapi dari beberapa sosok itu hanya Vania yang memberikan efek paling parah bagi Juan.

Sudah dijatuhkan Vania, di tambah terluka karna Shanaya, lalu gadis bernama Ryana yang menambah luka Juan hingga merasa semua di kisahnya tidak berjalan baik dan memilih untuk membekukan hatinya. Hanya itu yang Jaden tahu tapi sama sekali dia belum pernah melihat sosok ketiga orang itu seperti apa karna sejak lulus SMA baik Juan, Jaden, Kevin, dan Jerick berpencar dengan pilihan masing-masing.

"oke kalo gitu gue tanya, ada yang lo suka sekarang ?"

"ga ada"

"kalo gue kenalin temen gue lo mau?"

"nggak usah"

"siapa tau kalian bisa saling nyembuhin kan"

"sembuh itu tugas mandiri bukan kelompokan"

"ya lo kira kalo lo di bawa ke rumah sakit itu perawatnya nggak akan kelompokan buat ngobatin lo gitu?"

"beda konsep ege!"

"sama aja, makanya jangan jadi yang paling beda di keluarga"

"sialan!" desis Juan saat profesi keluarganya di bawa bawa. Jaden hanya tertawa melihat ekspresi masam Juan

"dah lah, pergi gue dari pada lo bully" Juan pun mulai membersihkan bekas makannya, mengambil barang barangnya dan beranjak pergi

"tunggu tanggal mainnya ya bro!" kata jaden sambil sedikit berteriak dan melambaikan tangan karna entah kapan dia bisa bertemu dan berbicara lagi dengan Juan seperti tadi.

"Jad, gue boleh duduk di sini?"


Jaden menoleh ke sisi kirinya setelah melihat Juan sudah menghilang dari pandangannya. Dia terkejut saat melihat siapa yang menyapanya barusan. 

Clara.




Clara Garnetha Olivia si pujaan hati yang diam diam dia stalk semua akun sosial medianya.


Lama tidak mendapat balasan dari orang yang dia tanyai dan malah di pandangi saja membuat Clara kembali bertanya.


"jad? Lo gapapa?"


"hah? Eh... apa .. tadi bilang apa? Sorry tadi abis liatin temen gue takutnya nyasar"


Alasan gak bermutu Jaden membuat Clara menahan tawanya sedikit.


"gue boleh duduk di sini? Soalnya yang lain penuh. Bisa? Udah pegel ini bawanya" kata Clara sambil melirik nampan makanan miliknya


"oh.. oh iya iya sini" Jaden buru buru


"sendiri aja ra?"


"iya , yang lain kebagian kelas pagi tadi"


"oh jadi kamu ini sempat ada kelas atau habis makan siang?"


Sungguh.. sungguh pertanyaan yang gak jelas. Bisa bisanya Jaden menanyakan perihal jadwal ke Clara padahal dia tahu hari ini Clara ada kelas sebelum jam makan siang alias tadi dan nanti di lanjut jam 2 siang untuk kelas lainnya. Kenapa Jaden bisa tahu? Ya karna dia punya mata mata yang sejurusan sama Clara, mana sering sekelas dan sekelompok pula jadi mustahil informasinya nggak akurat.


Memang orang kalo udah ketemu crushnya tuh suka mendadak bodoh. Jaden salah satunya


"oh, tadi udah. Ini baru keluar, agak telat malah keluarnya gue tadi"


Tuh kan.. dasar Jaden emang.


"lo , tumben sendirian biasanya suka bertiga" tanya balik Clara


"lagi iseng aja mau makan siang terus lihat temen gue si Juan tadi jadi nyamperin. Pas banget dia pergi terus lo dateng"


Clara hanya mengangguk angguk sambil menyuap makan siangnya.


'anying si Juan bawa berkah emang, untung gue tadi nyamperin dia dan ga jadi balik ke kelas. Kapan lagi kan bisa makan sama Clara' batin Jaden 














to be continue.....

Bukan Rumahku [AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang