Jangan lupa vomentnya kakaa, terimakasih
Demam Abinawa tak kunjung turun, bukannya merasa takut atau tersiksa, Abinawa justru bahagia. Ia jadi bisa menggunakan alasan sakitnya untuk mendapat perhatian lebih dari Lyora.
"Tanganku lemas. Lihat, aku tidak bisa mengangkat tanganku dalam waktu lama," Abinawa mencoba meyakinkan Lyora untuk menyuapinya. "Aku juga tidak nafsu makan, lidahku pahit, aku tidak bisa makan sendiri."
Lyora berdecih, ia tahu Abinawa hanya melebih-lebihkan sakitnya. "Baiklah, kalau begitu tidak usah makan."
"Aw, Lyora ..., perutku sakit, pasti karena aku belum makan sejak kemarin," Abinawa menghela napas, ia yakin Lyora paham maksudnya, tetapi Lyora tidak mau menyuapinya.
"Maka dari itu, makanlah. Kau tidak lihat aku sudah masak bubur untukmu?" Lyora menaruh mangkuk berisi bubur hangat itu di pangkuan Abinawa, membuat Abinawa langsung memegang mangkok itu agar tidak terjatuh.
Dengan bibir cemberut, Abinawa memegang sendok di mangkok itu. Ia sengaja menghela napas panjang untuk menarik perhatian Lyora, lalu yang ia lakukan hanya mengaduk-aduk buburnya.
Lyora geram, ia merebut sendok itu dari Abinawa dan langsung menyuapinya dengan sesendok penuh bubur nasi yang telah ia buatkan untuknya.
Abinawa langsung tersenyum penuh kemenangan, ia membuka mulutnya lebar-lebar, menerima suapan dari Lyora. Untuk pertama kalinya setelah mereka menikah, Abinawa mendapatkan suapan dari Lyora. Abinawa benar-benar berharap ia tidak akan segera sembuh dari sakitnya.
Dengan mata berseri-seri ia terus menerima suapan bubur dari Lyora hingga suapan terakhir. "Terima kasih, Lyoraku."
* * *
Usai dirasa cukup energi untuk beraktivitas kembali, Abinawa mengajak Lyora untuk mengunjungi rumah orang tuanya. Awalnya Lyora hendak menyarankan untuk Abinawa istirahat dulu di rumah karena dia baru saja sembuh dari demamnya, tetapi lagi-lagi Lyora terlalu gengsi untuk itu.
Abinawa yang sudah bersiap sejak tadi, masih menunggu Lyora untuk mempersiapkan diri. Lyora bingung apa yang harus ia lakukan dengan rambutnya, diikat atau diurai saja.
Akhirnya Lyora memutuskan untuk mengikat rambutnya, melihat hal itu Abinawa menghampiri Lyora yang sedang duduk menghadap cermin di meja riasnya. Abinawa membungkuk, ia menarik pita rambut Lyora hingga terlepas dari rambutnya.
"Aku lebih suka rambutmu terurai," Abinawa mengusap puncak kepala Lyora, lalu ia meraih tangan Lyora untuk mengajaknya bangun. "Sudah, ayo berangkat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Mission: Love
RomanceON GOING Di mata Abinawa, Lyora adalah berlian diantara kepingan perak. Lyora adalah bulan diantara miliaran bintang. Lyora adalah bunga mekar di padang tandus. Permintaan terakhir sahabatnya mewujudkan impiannya untuk menikahi Lyora. Meskipun hanya...