Nyawanya Redup
26
Hari yang ku tunggu-tunggu akhirnya tiba. Seminar dari orang yang mengajarkanku akan Ketuhanan dan makhluk-Nya itu digelar lagi setelah sekian lamanya. Terakhir di bulan Juli tahun lalu. Seminar ini dinarasumberi oleh Arif Billah 1.000 tahun sekali. Orang-orang hari ini berbondong-bondong berkunjung ke kota kami. Ada yang dari Pulau Sumatra, ada yang dari Pulau Kalimantan, juga ada yang dari berbagai kota di Pulau Jawa.
Pagi hari ini sangat yang cerah diselimuti penuh semangat karena akhirnya bertemu dan mengingat kembali ilmu yang menyelematkanku di kala kotorku menjemput. Mendalami hakikat Ketuhanan karena pada dasarnya "Tak kenal maka tak sayang", maka mengenal Tuhan sedalam-dalamnya ialah sesuatu yang wajib sebelum di tahap menyembahnya. Salah satu sabda Nabi yang ku ingat dari perbincangan aku dan bapak di bulan Ramadhan tahun lalu adalah "Mengenal Tuhan merupakan tahap pertama bukan tahap terakhir dalam keislaman."
Mulanya, ilmu ini ku pelajari sejak aku menginjak usia 9 tahun. Kala itu bapak sebagai penghantar ilmu tersebut dengan diriku yang masih buta akan mengenal Tuhan.
"Bagaimana manusia tercipta?"
"Takdir bisa dirubah atau tidak?"
"Bagaimana kehidupan manusia setelah di surga?"
Segala perihal Tuhan, asal muasal manusia, dan akhir dari kehidupan akan terjawab perlahan di sini. Mau pertanyaan ujung dari dunia pun terjawab. Bukan hanya embel-embel perkataan seseorang saja, ilmu ini melewati tahap pendalaman ayat-ayat Al-Quran, sabda Nabi, kitab-kitab sepanjang peradaban, hingga penelitian para ahli sains. Dikemas oleh seseorang yang memang diberi ranah untuk menyebarkannya; Arif Billah. Semuanya terangkum utuh di sana.
Hari ini mulai kupertanyakan nyawaku masih nyala atau tidak. Akankah masih bertahan cintanya kepada Tuhan atau sudah mulai menjauh dan tak mengerti arah jalan pulang. Akankah manusia menggerus hatiku yang dulunya bersinar terang di langit.
27
Rumpang yang Rampung
Oleh Nayfa Matsna, 27 Februari 2023.
Rumpang berakhir dengan tenang,
Menerima sosok pengisi hati yang jauh di angan-angan.
Menutup mata,
Berbincang mengenai sang Maha.
"Maaf, maaf, maaf", diucap mendera air mata berjatuhan.
Matahati berputar sana sini mencari ingatan,
Ingat siapa yang telah dicantumkan.
Lahir berlinang air mata,
Setetes malu telah terperangkap.
Hati ditusuk berangsur-angsur kerinduan,
Lelaku tangan membubuh ingatan.
Kosongnya ruang hampa,
Cahaya datang mengurai kesedihan.
Kasih, sayang, rindu mencari wadahnya,
Kini telah datang waktunya.
Langit memanggil kasihnya,
Hujan menyampaikan sayangnya,
Payung menyapu bersih rindunya,
Disimpan tanpa terhapus satu hebatnya.
Kini Februari memerintah langit dengan baik,
Tanpa matahari yang mengusik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Mimpi, Kotor, dan Cinta yang Diembannya
Historia CortaRayakan Takdir Tuhan adalah sebuah judul dari kesuluruhan karya-karyaku. Perihal tulis-menulis, pada dasarnya aku tak terlalu mahir untuk mendalaminya. "Rayakan Takdir Tuhan" merupakan perwujudan dari merayakan takdir Tuhan. Bukan hanya merayakan di...