23
LANGIT bagaikan payung yang menjulang tinggi dan teduh di antara warna yang membiru. Awan masih dalam tahapnya yang mencoret-coret seisi langit, belum mengepul riuh di udara. Sejuknya pagi ini disambut dengan rencana-rencana baik yang menumpuk sedari lama. Hingga untuk tidak mewujudkannya pun sangat disayangkan. Hari ini jadwalku akan pergi bersama teman yang perannya sudah berjalan lanjut sampai sekarang—sedari sepuluh tahun yang lalu. Seperti rencana-rencana sebelumnya—yang di mana setiap libur akhir semester—kami akan berkunjung ke sekolah kami dahulu, lantas berkelana ke tengah kota Solo. Entah berkelananya sampai mana dan akan di mana tujuannya, yang penting kami berkumpul dahulu. Perihal mau ke mana, dibicarakan saja sambil jalan, pasti juga akan bertemu satu nama tempat yang menjadi tujuan kami.
Pagi ini aku masih harus pergi ke bangunan mengerikan itu, padahal ujian sekolah sudah usai beberapa minggu lalu—tinggal menunggu pengumuman kelulusannya saja. Sangat membosankan, padahal hari ini ada rencana yang menurutku besar, dan bisa menjadi investasi kebahagiaan. Waktunya pun bertabrakan. Enak saja mengganggu rencana besarku kali ini. Lagipula temanku yang lain sudah diizinkan liburan oleh sekolahnya
Pergi ke sekolah dengan rasa malas dan terkesan dipaksa pasti akan selalu membuahkan rasa yang tidak mengenakkan. Aku menyusun rencana. Sebuah rencana kecil yang kemarin berhasil, semoga hari ini juga berhasil, demi menuju rencana besar. Kemarin, sebuah rencana ku susun matang. Rencananya adalah; karena kemarin diadakan upacara, aku tak bisa mengelaknya, maka aku akan mengikuti upacara terlebih dahulu, lantas jika gurunya tidak masuk kelas, aku akan izin ke ketua kelas yang lugu. Karena ibu masuk kerja hari ini, dan tiada yang menjemputku, semua orang di rumah sibuk hari ini, tersisa Nenek—yang mungkin hari ini akan santai di ranjang atau mencari bahan untuk memasak pada pedagang keliling yang sudah menjadi langganan sejak lama—aku akan bilang ke ibu dengan beralasan "Bu, aku sudah pulang, tolong pesankan ojek online, ya."
Rencana itu berhasil! Selepas upacara aku langsung kabur terbirit-birit. Untung guru-guru dikabarkan sedang sibuk rapat. Ketua kelas pun mengizinkan dengan mudah. Aku tidak akan lewat gerbang utama sekolah, itu akan sangat menakutkan. Aku akan lewat lorong kecil yang tembus pada ruangan sempit pedagang jus, yang bertatapan langsung dengan ramainya jalanan. Aku mencari keberadaan bapak ojek lantas menaiki jok motornya dengan hati senang. Kali ini kenakalanku berhasil. Tidak apa-apa, toh juga sekali-kali seperti ini.
Hari ini akan ku lakukan hal yang sama. Bedanya, kali ini Bapak yang akan menjemputku. Tidak seperti Ibu, beralasan ingin membolos di sela-sela kegiatan yang itu-itu aja di sekolah, Bapak cukup mudah untuk mengizinkan, tanpa harus berbohong pun. Aku meminta tolong Bapak untuk menjemput melalui gawai.
"Pak, aku bolos, ya, lagipula di sekolah sudah tidak ada kegiatan apapun. Tolong jemput di depan toko pedagang jus, bisa?"
"Bisa, Bapak segera jemput, ya."
Mudah sekali perihal bolos-membolos kalau meminta izin ke Bapak.
Seperti rencana-rencana per-semester sebelumnya, kami akan berkunjung terlebih dahulu ke sekolah kami dahulu untuk mencium tangan bapak ibu guru yang telah memikul tanggung jawabnya mengurus kami. Lantas memilih destinasi mana yang akan kami kunjungi—biasanya di tengah kota dan di sebuah bangunan tinggi ber-AC tempat berbagai makanan, minuman, pakaian, mainan, dan barang lainnya—menaiki bus transportasi umum yang telah dilayankan oleh Dinas Perhubungan Kota Surakarta. Di tengah-tengahnya pasti terselip tawa dan gunjingan yang entah datangnya dari mana, pasti salah satu dari kami yang menyulut apinya.
Dengan hati senang karena sudah berhasil kabur dari sekolah, aku lekas memakai pakaian sudah ku siapkan untuk sebuah rencana besar hari ini. Memakai kemeja putih keabu-abuan berselimutkan rompi hitam—yang mungkin sudah menjadi pakaian andalanku dalam manata keindahan berpakaian—dengan bawahan celana berwarna hijau tentara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Mimpi, Kotor, dan Cinta yang Diembannya
Historia CortaRayakan Takdir Tuhan adalah sebuah judul dari kesuluruhan karya-karyaku. Perihal tulis-menulis, pada dasarnya aku tak terlalu mahir untuk mendalaminya. "Rayakan Takdir Tuhan" merupakan perwujudan dari merayakan takdir Tuhan. Bukan hanya merayakan di...