⚠️ (TW // KDRT, Child Abuse–kekerasan pada anak) ⚠️
"Yang kamu lakukan pada Alif sudah keterlaluan, Pak! Alif juga Anak kita, nggak seharusnya kamu memperlakukan dia layaknya binatang!"
"Anak itu gila. Orang gila tidak ada gunanya untuk hidup, yang ada dia beban buat keluarga kita. Aku masih punya hati memberinya tempat tinggal, kalau tidak sudah aku buang Anak itu! Kamu diam dan ikuti saja perintahku, Lastri!"
"Durhaka! Kamu durhaka pada Anakmu sendiri!"
Tamparan keras mengenai pipi kanan Lastri, rasa panas tidak menyurutkan niat untuk membela anaknya. "Tahu apa kamu tentang durhaka? Kamu yang durhaka pada suamimu karena tidak taat pada perintahku!"
Wanita itu bersimpuh, menahan kaki suaminya yang hendak pergi. "Aku mohon, lepaskan Alif, biarkan Alif seperti Anak yang lainnya. Aku janji akan menjaganya, aku Ibunya."
Pak Margo mendorong istrinya, cekcok dengan sang istri dengan permasalahan yang sama setiap hari membuatnya naik pitam. Pak Margo mengambil rotan bersiap untuk memukul Lastri. Rutinitas yang dilakukan Pak Margo jika bertengkar dengan Lastri, menghukum agar istrinya tersadar akan perbuatannya, pria keji itu memang ringan tangan.
Pukulan demi pukulan Lastri tahan dan tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis. Dirinya tidak mempunyai kekuatan untuk melawan, energinya sudah habis, mulutnya pun sudah tidak bisa bersuara. Lastri selalu berdoa, agar ia tetap hidup supaya bisa menjaga Alif. Alif adalah kekuatan baginya, selama ada Alif dunianya akan baik-baik saja. Dipukul setiap hari pun tak apa yang nampak kebal terhadap tubuhnya. Lastri ikhlas menerima sikap suaminya kasar.
Setelah membuang rotannya dengan kasar, pria itu mengambil gelas berisi air teh panas yang baru diseduh Lastri untuknya. Gelas kaca itu melayang menghantam tubuh Lastri yang sudah lemas. Rasa panas terbakar menjalar ke seluruh tubuh, Lastri tidak sanggup lagi untuk mengadukan bagaimana rasa sakit yang dialami. Serpihan kaca kecil juga melukai di beberapa titik tubuhnya yang kurus.
Puas. Pak Margo pergi dari rumah, menutup pintu kencang sampai kacanya bergetar. Lastri harap, dia tidak menemui Alif dengan gejolak emosi yang tinggi. Anak itu pasti akan dihajar oleh tangannya sendiri. Ia sendiri tidak bisa membayangkan wajah memelas Alif yang kesakitan.
***
Selesai jam pelajaran Lala bersama Gemi berada di perpustakaan untuk mengembalikan buku paket yang dipinjam selama pelajaran berlangsung. Menyusun buku tebal itu satu persatu. Mata pelajaran Akuntansi Keuangan membuat keduanya pusing, apalagi di jam terakhir. Otak sudah lelah untuk berpikir menghitung angka, salah jurusan lagi-lagi yang mengganggu pikiran.
"Mau langsung pulang, La?" tanya Gemi.
Lala tersenyum. "Kayaknya." Lala mengecek ponsel di saku, Fajar belum menghubungi melalui telepon ataupun mengirim pesan lewat chat. "Kalau kamu, Gem?"
"Iya. Abangku udah di depan."
"Enaknya punya Abang." Lala geleng-geleng. "Sedangkan aku Anak pertama, perempuan pula."
"Haha, nasib, La." Gemi merangkul Lala yang cemberut. "Aku duluan, ya. Nggak enak sama Abangku udah nungguin lama."
"Iya, sana. Baik-baik punya Abang, Gem. Entar aku rebut lho." Gemi yang sedang memakai sepatu di depan teras perpustakaan langsung menoleh, menatapnya tajam. "Bercyanda bercyandaa," ucap Lala tak bersalah.
"Silakan buat kamu, La. Nanti aku bilangin Abang, lho, kalau kamu suka sama dia!"
"Cuma bercanda, Gem. Awas aja sampai ngomong, aku kasih tahu juga crushmu. Aku yang bakal ngomong kamu suka dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Setinggi Bumantara
Fiksi RemajaSetinggi apa kamu bisa meraihnya? Kalimat yang selalu terbesit di dalam pikiran Fajar. Lelaki yang mempunyai banyak mimpi dalam hidup, tetapi impian yang banyak itu tidak begitu saja terwujud. Ekonomi menjadi penghalang mengejar pendidikan, ia juga...