— INTERLOCKED —
"Jangan merasa paling tersakiti, terkadang kamu juga menyakiti orang lain, namun tak menyadari."
Matahari kembali menyambut, melupakan gelap dan indahnya malam hari. Matahari bersinar dengan terik, seakan-akan ia sangat bersemangat untuk menyambut hari baru dengan beribu-ribu keajaiban tiap detiknya. Seperti pagi ini, entah keajaiban apa yang mendorong Zyan untuk menuju roftop sekolah, tempat yang sangat jarang ia kunjungi. Biasanya Zyan hanya akan berkeliling di sekitar kantin untuk memastikan tidak ada satupun siswa yang mencoba-coba untuk kabur dari kelas pagi, tapi kali ini tungkainya menaiki satu persatu anak tangga menuju roftop tanpa sadar apa tujuannya.
Di pojok sana, tak jauh dari kakinya berpijak, dapat dilihat sebuah pintu usang yang semula berwarna putih kini perlahan pudar dan terkelupas. Zyan memutar kenop pintu setelah lama berfikir. Pintu usang itu terbuka, semilir angin langsung menerpa tubuhnya begitu saja tanpa diminta. Sinar hangat dari sang mentari, tiupan angin sepoi-sepoi yang membuat rambutnya bergerak kesana-kemari, serta kicauan burung-burung yang hinggap pada kawat mendominasi sepinya suasana roftop.
Zyan melangkah lebih jauh dari posisi sebelumnya, matanya mengerjap kagum ketika melihat gumpalan awan yang sangat indah dimatanya. Sudut bibirnya membentuk lengkungan tipis, suasana hatinya sungguh baik pagi ini. Ia kembali menelisik keadaan sekitar, memastikan jika tak ada orang di atas sini. Namun asap rokok secara tidak sopan menyelusup masuk ke rongga hidungnya secara tiba-tiba, matanya memicing melihat keadaan sekitar, hingga netra rubahnya bertubrukan dengan punggung laki-laki tak ia kenali sedang duduk di balik tumpukan kursi dan meja usang.
Zyan mendekat, asap rokok semakin tercium pekat, sangat menggangu pernapasannya. Zyan menepuk laki-laki yang membelakangi dirinya hingga laki-laki itu berbalik menatap dengan tajam.
Zyan membuang napas panjang saat mengetahui siapa laki-laki yang menghembuskan asap rokok terus-menerus sejak tadi. "Masuk ke kelas!" perintah Zyan.
Bian tak acuh dengan perintah Zyan, ia kembali menghisap satu batang rokok yang diapit di sela-sela jarinya. Menghembuskan asapnya begitu saja tanpa memperdulikan Zyan.
Zyan berdecak kesal, "rokok nggak bakalan bikin lo keren, bikin lo mati iya," sarkas Zyan.
Lagi-lagi tak ada respon dari Bian, membuat Zyan mendengus kesal, kemudian Zyan mengambil rokok yang terselip di antara sela-sela jari Bian dengan paksa, membuangnya ke lantai roftop yang kotor lalu memijaknya begitu saja. Dihadiahi tatapan kaget oleh lawan bicaranya yang tak mendengarkan penuturannya sedari tadi.
Bian menyorot dingin Zyan yang berdiri di hadapannya, dengan tiba-tiba ia bangkit dari duduknya, menarik kerah seragam Zyan dengan kasar. Netra mata Bian bertabrakan dengan sepasang netra Zyan yang menatapnya dengan tenang.
"Ulangi kata-kata lo sekali lagi!" sungut Bian. Ia tak suka jika ada orang yang dengan lancang mengganggu ketenangannya.
Zyan menatap lamat sepasang netra di hadapannya sambil melempar seutas senyum, "merokok nggak bikin lo keren, Abian. Lo bisa aja mati."
KAMU SEDANG MEMBACA
INTERLOCKED
Teen FictionSayatan luka yang merubah rangkaian kata menjadi cerita indah pada tiap lembarannya, namun tersirat rasa sakit pada masing-masing kalimat yang telah ditata dengan manis. Sebuah kisah tentang mereka yang tumbuh dengan luka, dipertemukan oleh takdir s...