6. Lost Direction

186 32 10
                                    

INTERLOCKED

"Sudah ditampar oleh kenyataan, tapi masih saja memeluk erat sebuah harapan."

Menghilang atau kehilangan? Bukankah lebih baik menghilang daripada kehilangan? Ralat, tak ada yang baik antara keduanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menghilang atau kehilangan? Bukankah lebih baik menghilang daripada kehilangan? Ralat, tak ada yang baik antara keduanya.

Lembar demi lembar membuka kehidupan baru usai merasa kehilangan, berusaha bangkit dari keterpurukan, menyembuhkan luka demi luka akibat ditinggalkan orang tersayang. Meski begitu, rasa rindu akan selalu bersemayam.

Ingatan pada masa lampau, berputar bak kaset rusak pada benak perempuan itu. Pikirannya penuh, menerawang jauh kejadian terdahulu, di mana keluarganya masih memiliki tiang yang kokoh. Fokusnya yang semula tertuju pada lembaran kertas berisikan soal, kini terpecah dan terpaku pada sebuah bingkai foto.

Hembusan angin mendayu-dayu menerpa tubuh, jendela ruang tamu sengaja ia buka untuk menemani malamnya. Sinar rembulan menyelinap masuk pada jendela, menyorot tenang wajahnya. Perempuan itu menggenggam erat sebuah bingkai foto, membelai lembut foto yang ditangkap beberapa tahun lalu. Foto tersebut indah, benar-benar indah, namun berhasil membuat dadanya berdenyut nyeri menahan sesak.

Pada foto itu, tampak dengan jelas papanya berdiri tegap sambil menggendong tubuh kecilnya yang tengah memegang sebuah balon berwarna kuning, dan di sebelah papanya, terdapat almarhum mamanya tengah merangkul pundak sang abang yang kala itu tak setinggi sekarang.

Masing-masing pahatan wajah itu diukir dengan seutas senyuman penuh kehangatan, tak ada senyum paksa pada belah bibir mereka, seakan-akan kebahagiaan terus-menerus merengkuh keluarga kecil itu.

Rachel meletakkan kembali bingkai tersebut, tak ingin berlama-lama terjebak pada kenangan manis. "Lucu banget takdir Tuhan, semua kebahagiaan gue direbut gitu aja. Oke kalau dikasih jeda, ini enggak, hari ini mama meninggal, Minggu depannya papa nikah sama sahabat mama." Tawa Rachel mengambang bersamaan dengan hembusan angin yang perlahan menghilang tak berbekas.

Ia kembali membawa fokusnya pada lembar-lembar soal yang harus ia kerjakan saat ini. Pukul sembilan malam, Rachel baru saja tiba di rumah usai intensif sejak sore tadi. Saat tiba di rumah, keadaan sunyi menyambut raga penat nya. Ia memilih untuk beristirahat sejenak di ruang tamu, sebelum kembali mengayunkan langkah ke kamarnya. Namun sepertinya ia terjebak di sini, niatnya hanya sekedar melepas penat, berujung menghabiskan malam di ruang tamu, sembari mengisi soal-soal yang harus ia kumpulkan besok pada guru pembimbingnya.

Pukul satu malam, matanya terus-menerus merinci satu persatu soal yang tertera. Mengukir tinta hitam pada kertas putih, ribuan rumus ia uraikan dengan rapi dan terperinci. Hembusan angin mendayu-dayu beriringan dengan alunan musik, sayup-sayup namun masih dapat ia dengar, lagu Kekal milik Nadin Amizah mengalun tenang dalam kesunyian.

"Baru pulang?" Suara serak khas bangun tidur menyambar rungunya dengan tiba-tiba. Rachel tersentak kaget, spontan menoleh ke arah sumber suara, tanpa sengaja mengumpat dalam hati.

INTERLOCKEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang