Di kantor, keesokan paginya, Zeke tidak bisa berkonsentrasi terhadap pekerjaannya. Kekacauan di dalam kepalanya menjadi sangat riuh. Tidak bisa dihentikan sama sekali perasaan yang tidak nyaman ini melihat Jessa membereskan barangnya di kantor. Perempuan itu sudah bersikap sangat dingin kepada Zeke, dan tidak ada cara yang bisa dilakukan oleh pria itu untuk bisa mendobrak dinding dingin Jessa.
"Saya sudah kemasi barang-barang saya, Pak."
Zeke mengepalkan tangannya di depan mulut. Pria itu tampak sangat resah untuk benar-benar melepaskan kepergian Jessa. Pada akhirnya dia memang sangat sangat menyesal untuk memutuskan memecat Jessa dengan tiba-tiba.
"Saya belum temukan sekretaris pengganti. Gimana saya bisa memulai pekerjaan dengan kamu yang pergi?"
"Kemarin waktu saya nggak kerja, Bapak bisa, kok kerja. Saya yakin perusahaan sebesar MT Corp. ini nggak akan kekurangan pekerja. Nggak akan ada yang bisa membuat pekerjaan Anda terhambat, Pak. Termasuk saya."
Jessa terlalu yakin dan pandai bicara. Ditengah gelombang keresahan yang Zeke rasakan, dia tidak bisa nyaman dalam menjalankan hari jika tak mampu mengulur-ulur waktu.
"Jessa, kita bisa bernegosiasi. Saya siap untuk mempertimbangkan apa yang kamu inginkan. Kita bisa menyepakati hal-hal baru. Misalnya, kamu bekerja dengan jumlah jam kerja yang lebih sedikit. Saya nggak masalah, Jessa. Katakan kepada saya apa yang kamu inginkan."
Jessa menggelengkan kepalanya. Tidak tampak mau memberikan keputusan baru. Zeke benar-benar dalam masalah jika begini.
"Saya akan memberikan arahan untuk sekretaris baru Bapak nantinya, tapi saya nggak ingin datang. Saya hanya akan mengarahkan melalui panggilan video, dan Bapak tidak boleh ikut campur. Saya akan melakukannya dengan cara saya. Gimana?"
Meski itu terdengar tidak menyenangkan, tapi hanya itu satu-satunya kesempatan yang Zeke miliki. Manfaatkan sekarang atau tidak ada kesempatan sama sekali.
"Oke. Kamu boleh melakukan work from home, berapa gaji yang kamu inginkan? Saya akan berikan—"
"Pak. Saya hanya mau mengarahkan, bukan WFH untuk bekerja dengan Bapak. Saya garis bawahi, saya hanya akan mengarahkan sekretaris pribadi Bapak yang baru, bukan bekerja. Nggak perlu Bapak mencari cara untuk membujuk saya apa pun rencana Anda."
Shit. Nggak mempan. Tampaknya memang Zeke tidak diizinkan untuk melanjutkan hubungan apa pun dengan Jessa.
***
Pulang. Jika biasanya Zeke pulang ke penthouse, mulai malam ini dia tidak berniat untuk menjadikan tempat itu sebagai tempat pulang. Rumah orangtuanya yang memang luas menjadi pelarian yang paling tepat. Sebab pulang ke penthouse hanya akan mengingatkannya pada Jessa. Mengingatkan pria itu akan kenangan bersama Jessa. Khususnya kenangan yang memang berhubungan dengan permainan mereka di ranjang.
Ah, sial! Kenapa malah kesannya jadi patah hati? Padahal aku nggak menempatkan Jessa di ruang hati mana pun.
Zeke masih begitu paham bahwa hatinya terisi nama Laila, bukan Jessa. Namun, entah kenapa pria itu malah merasa kekurangan dengan perginya Jessa? Kenapa dia yang kecewa karena Jessa menghentikan pekerjaannya? Baik pekerjaan di kantor, ataupun di penthouse semuanya membuat Zeke kecewa.
"Hi, Mom!" sapa Zeke dengan lemah.
Gwen Caraqueen Tatum menatap putranya yang tidak biasanya pulang ke rumah datang dan menyapa dengan cara yang tidak pernah Gwen pahami. Ada apa gerangan yang bisa membuat Zeke pulang tanpa harus dikomando keras-keras untuk pulang? Karena semenjak perceraian Zeke dengan Laila, hampir tidak ada yang bisa mendekati Zeke termasuk orangtuanya sendiri. Zeke terlalu sibuk berkubang pada patah hatinya terhadap perceraiannya dengan Laila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merayu Hati Yang Setia / Tamat
RomanceJessa Nyra sibuk mengurus kehidupan atasannya hingga lupa dia juga memiliki kehidupan sendiri. Sudah sepuluh tahun dia bekerja bersama pria yang cuek dan hanya sibuk menyuruh ini dan itu. Di tahun ketujuh, Jessa Nyra mendapatkan kesibukan baru: meng...