8. Need You

945 69 1
                                    

Jessa tidak bisa berhenti mengutuk nama Zeke di dalam hatinya. Pria itu sudah mengacaukan kencan yang sudah direncanakan sejak lama oleh mama Jessa. Meski memang bukan Zeke sendiri yang mengacaukannya secara langsung, tapi kehadiran Pono yang mendesak Raquellia di rumah wanita itu membuat Jessa mau tak mau harus pulang dan menghentikan pembahasan lebih serius dengan Khandra.

"Pak Pono ngapain ke sini?" tanya Jessa yang agak memelankan suaranya, takut sang mama mendengar.

Pono memberikan cengiran khas sembari menggaruk tengkuknya yang Jessa yakini memang tidak gatal. Itu gerakan refleks Pono ketika tidak enak hati mengganggu kenyamanan orang lain, khususnya yang sekiranya memiliki jabatan lebih tinggi darinya.

"Maaf, Mbak Jess. Saya cuma dapet perintah dari si Bapak. Nggak berani saya ke sini sambil maksa mamanya Mbak Jess kalo bukan perintah Bapak."

Jessa memejamkan mata serta menunjukkan helaan napas yang sudah pasti membuat Pono semakin tidak enak hati. Namun, ketidaknyamanan Jessa tidaklah lebih penting ketimbang perintah Zeke bagi Pono saat ini. Pria yang memang lebih tua dari Zeke dan Jessa itu tetap menunggu kesediaan Jessa untuk ikut sopir pribadi Zeke itu.

"Pak Zeke bilang nggak kalo saya udah dipecat?"

"Dipecat sama siapa, Mbak? Kok, berani banget orangnya? Kalo Bapak tahu—"

"Bapak sendiri yang mecat saya, Pak Pono."

Seketika saja Pono terdiam. Wajah pria itu tidak sungkan menunjukkan hawa kebingungan yang sebenarnya agak menghibur Jessa, tapi Jessa tak mau tertawa dan menjadi mengubah topik pembicaraan mereka.

"Kalo Mbak dipecat, kenapa perintahnya untuk bawa Mbak Jess karena ada tugas?"

Jessa menghela napasnya lagi di depan Pono. "Itu juga saya nggak ngerti. Mending Pak Pono pastikan lagi Bapak kasih perintah yang bener. Saya malu kalo udah dipecat malah balik ke tempat Bapak."

Pono dengan patuh berusaha menghubungi nomor atasannya. Jessa memilih untuk mengambil minuman di lemari pendingin karena otaknya sedang dalam mode panas. Akibat Zeke, pikiran Jessa sekarang tidak baik-baik saja. Intinya, Jessa tidak ingin menemui Zeke. Dia tidak mau rencana terbarunya kacau karena Zeke yang bisa saja menggunakan kekuasaannya.

"Mbak Jess," panggil Pono.

"Ya? Udah dapet info yang bener, Pak Pono?"

"Udah. Katanya Bapak nggak jadi mecat Mbak Jess. Mbak Jess disuruh balas email kantor, katanya Mbak Jess belum resmi dipecat. Surat pemecatannya aja nggak ada, Mbak."

Jessa meneguk segelas air dingin dan dengan tatapan memohon Pono yang terus menyorot, mana bisa Jessa menggunakan alasan lain? Mau tak mau Jessa memang harus ikut dengan Pono agar tidak ada hal rusuh yang ke depannya terjadi.

"Jadi ...?" ucap Pono penuh dengan harapan.

Jessa memutar bola matanya dan berkata dengan terpaksa, "Jadi saya harus ikut sama Pak Pono."

Pono tersenyum dengan lega, sepertinya Zeke memang memberikan ultimatum yang tidak main-main pada Pono hingga begitu lega ketika Jessa berkata akan ikut dengan Pono.

"Saya ganti baju—"

"Nggak usah, Mbak Jess. Kalo ganti baju lagi, nanti kelamaan. Saya nggak mau kena marah. Kita berangkat sekarang aja, ya? Lagian pakaian Mbak Jess bagus, kok. Nggak bakal diomelin Bapak kalo pake baju itu."

Baju bagus? Ini gaun mahal, Pak Pono! Saya pakai ini karena untuk menarik hati teman kencan saya. Jessa meraung di dalam hati karena Pono memang mengapresiasi gaun perempuan itu, tapi tidak tahu bahwa bertemu dengan Zeke dengan gaun tersebut akan sangat berlebihan.

Merayu Hati Yang Setia / TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang