"Mama maaf," lirik Geora kecil dengan suara serak.
Seorang wanita yang telah melahirkan dan membesarkannya hanya diam dengan tatapan kosong. Walau begitu tangan wanita yang Geora sebut Mama itu mengepal kuat hingga urat-uratnya terlihat.
Geora berusaha menahan tangisnya, sejak beberapa jam yang lalu dia terus menangis hingga matanya membengkak. Mungkin jika bercermin wajahnya sudah hampir sama seperti monster.
"Mama, Geora salah tapi jangan diemin Geora Mama." Geora sujud mencium kaki sang ibu. Tapi baru beberapa detik tubuh Geora menghantam lantai cukup keras.
Mata ibunya memerah menahan amarah, tangannya masih mengepal, bedanya sekarang objek pandanganya menuju pada Geora. Geora seorang gadis kecil yang seharusnya diperlakukan penuh kelembutan.
"Pembunuh!" teriak sang ibu murka.
Geora menggeleng, dia bangkit mencoba meraih tangan ibu. Sayangnya lagi-lagi yang Geora dapatkan hanyalah dorongan kasar hingga tubuh kurusnya kembali terjatuh.
"Anak nakal, seharusnya kamu yang mati bukan suami saya!" Geora menutup telinga.
Hatinya hancur, hancur saat mendengar dirinya kembali disalahkan atas kematian sang ayah beberapa minggu yang lalu. Belum sembuh lukanya kehilangan sang ayah, Geora malah ditampar kenyataan tentang dirinya yang disalahkan atas insiden yang merenggut nyawa sang ayah.
"Bukan Geora, Mama." Tidak ada sahutan, ibunya malah pergi dengan langkah lebar masuk ke dalam kamar. Meninggalkan Geora yang kembali terisak kencang.
Geora menyeret tubuh kecilnya ke arah foto ayah. Gadis kecil dengan penampilan acak-acakan itu memeluk foto ayahnya yang telah tiada dengan erat. Dia berdoa agar ayahnya masuk ke dalam surga dan bahagia di sana, tetapi bisakah Geora kembali egois dengan berharap sang ayah masih ada di sisinya saat ini.
"Kalau saja ayah masih di sini pasti Mama tidak benci aku, Pa. Papa bisakah Papa kembali?" Geora menatap langit-langit rumahnya dengan tatapan penuh harap.
Sayangnya takdir tetaplah takdir, sesuatu yang telah terjadi tidak dapat diulang kembali, termasuk kematian. Memang luka paling besar adalah kematian orang yang tercinta. Tetapi Geora sekarang punya dua luka, ditinggal cinta pertamanya, dan dibenci dengan ibu yang selama ini begitu menyayanginya.
Sepertinya masih banyak luka-luka lainnya, Geora kecil tidak mengerti mengapa semuanya seakan berbalik. Kebahagiaan, tawa, kehangatan semuanya hilang dalam waktu beberapa minggu.
"Tuhan Geora cuma ingin di sayang Mama dan hidup bahagia di masa depan." Doa seorang gadis kecil berumur delapan tahun.
Hingga lama-lama rasa kantuk hadir. Geora menyenderkan tubuhnya di tembok sambil terus memeluk foto sang ayah, hingga tak lama dari itu dia terlelap dengan wajah masih penuh dengan air mata yang semakin lama semakin mengering. Sayangnya tidak dengan luka yang gadis kecil itu dapatkan.
Hai guys!
Ini bukan fanfiction pertama aku, tapi memang bukan juga fanfiction terbaik yang pernah aku tulis. Semoga kalian bisa suport karya-karya aku yang masih banyak kekurangan ini ya.
Aku bakal share siapa ada cast dari cerita ini, jadi mohon ditunggu.
Jangan lupa vote dan komen ya guys. Jangan lupa juga share ke teman-teman kalian ya.
Di sini siapa nih yang ngefans sama NCT dan Aespa? Siapa nih fansnya Jaemin?
Hehe komen sebanyak-banyaknya ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pancarona
FanfictionGeora membenci Nakula yang selalu membullynya dan bersikap kasar. Geora juga harus dihadapkan dengan Reka yang dingin dan tidak jauh sikapnya dengan Nakula. Hanya satu harapan Geora untuk ke luar dari penderitaannya, yaitu mendekati Batara ketua OSI...