Gelora sudah yakin hidupnya tidak akan pernah bisa tenang setelah dia berurusan dengan Nakula. Pria angkuh dan begitu membenci dirinya. Tiada hari tanpa caci maki dan bullyan dari Nakula, sepertinya penderitaan Gelora adalah salah satu kebahagiaan untuknya.
Mungkin jika Nakula di tanya, apa kebahagiaannya di dunia ini. Maka jawabannya adalah membuat Gelora tunduk dan menderita di tangannya.
Sepertinya saat ini, Gelora hanya mampu memejamkan mata ketika sebuah cairan berwarna coklat dengan bau menyengat mengalir dari atas kepalanya.
Gelora mengepalkan tangan kuat, mati-matian menahan mual serta marah dalam dirinya. Sebenci-bencinya dia dengan Nakula, Gelora lebih membenci dirinya yang lemah dan menjijikan seperti saat ini.
Suara tawa menggema di mana-mana, seolah Gelora adalah tontonan yang seru dan lucu sehingga pantas ditertawakan. Perempuan, laki-laki semuanya tidak ada yang peduli dengan penderitaan gadis malang yang sedang meringis menahan bau yang begitu menusuk indera penciumannya.
"Iyuww, jijik banget sih!" Gelak tawa makin terdengar ketika salah satu dari mereka mulai mengeluarkan suara.
"Jangan gitu dong guys, kasian tau." Gelora hanya mampu menunduk dalam menyembunyikan wajahnya.
Mati-matian Gelora berusaha menahan air mata, tak ingin terlihat lemah di mata orang-orang seperti mereka semua. Orang-orang kaya yang tidak punya hati, yang hanya mampu menindas orang yang berada di bawah mereka.
"Nakula lo dapet air itu dari mana, dari comberan ya?" Suara tawa semakin keras. Gelora mengepalkan tangannya, memaki semua orang di dalam hatinya.
Gelora bukanlah manusia suci yang tidak bisa marah dan membenci, dan Gelora membenci Nakula yang membuatnya sampai berada di situasi seperti saat ini.
"Bau sampah, oh iyakan emang sampah ya!"
"Haha mana dalemannya keliatan." Gelora langsung memeluk tubuhnya sendiri ketika mendengar kata-kata itu. Dia malu, rasanya dia ingin menghilang dari dunia saat ini juga.
"Bangun lo sialan!" Nakula menendang tangan Gelora yang sedang bertumbu di atas tanah. Gelora tersentak kaget hampir saja terjatuh jika dia tak siap menerima tendangan pada tangannya.
Gelora mengangkat kepalanya, menatap Nakula dengan pandangan marah. Nakula menyadari itu, tetapi sama sekali tak peduli dan tetap menatap Gelora dengan pandangan jijik.
"Bubar guys, kasian sampah ini udah mulai marah," ucap Nakula diikuti gelak tawa semua orang.
"Ngapa lo, mau ngamuk ke gue?!" Gelora kembali menunduk. Dia berusaha sabar, walau nyatanya dia tak mampu. Namun, apa yang bisa dia lakukan selain menerima semua ini.
"Ada apa ini?" Seketika hening. Hanya terdengar suara langkah kaki tegas yang membelah kerumunan.
"Namula?" Suara berat itu membuat Nakula memutuskan pandangannya dari Gelora. Dia bersedekap dada menatap pemuda berkaca mata di depannya.
"Oh, ketua OSIS?" Nakula bertanya dengan nada merendahkan.
"Keterlaluan kalian! Kalian itu udah pada dewasa!" Batara sang ketua OSIS bertetiak marah saat menyadari penampilan kacau Gelora.
"Bangun!" Gelora menjauh, mencoba untuk bangkit sendiri. Gelora tak ingin tangan bersih Batara menjadi kotor karena dirinya.
"Bubar!" Teriak Batara marah.
Semua orang tampak tak suka tetapi tetap membubarkan diri, begitu pula Nakula yang masih sempat meludahi sebelah Barata sebelum benar-benar pergi.
"Makasih," ucap Gelora tanpa menatap Batara.
"Sama-sama, mending kamu bersihin badan kamu." Gelora mengangguk dan melangkah pergi dari sana menuju toilet.
Di dalam toilet Gelora hanya mampu menangis, marah dengan dirinya yang begitu lemah. Gelora tidak tau, apa dosanya di masa lalu hingga mendapatkan kehidupan yang menyakitkan seperti saat ini.
"Kenapa Tuhan?" lirihnya.
***
"Ah, sialan si Batara," maki Nakula yang baru saja sampai di kantin bersama teman-temannya.
"Lo sih kalau ngebully bawa pasukan. Lain kali bully diem-diem biar si cupu enggak ikut campur." Nakula berdecak sebal.
Dia sengaja membawa banyak orang agar Gelora lebih malu lagi, atau bahkan menderita karena ulahnya. Sayangnya sudah ketiga kalinya Batara mengacaukan semua rencananya.
"Awas aja si cupu itu," ucap Nakula kesal. Dia akan membuat perhitungan pada Batara yang terus ikut campur dengan masalahnya.
***
Tidak ada yang tau sebenarnya apa alasan Nakula suka membully Gelora dan terlihat begitu membenci gadis yang bahkan sepertinya tidak memiliki salah kepada pemuda itu.
Namun, banyak yang tidak mau ikut campur dan malah berurusan dengan Nakula. Karena di sekolah ini semua orang sudah tau seberapa kejam Nakula saat membully korbannya. Bahkan Gelora bukanlah satu-satunya seseorang yang sering sekali dibuat menderita oleh Nakula, ya walau Gelora yang paling parah.
Nakula memang sering membully, paling tidak dia akan mengerjai dan membuat sang korbannya sampai menangis dan meminta ampun. Bukan seperti Gelora yang selalu pemuda itu buat kewalahan.
Bagaimana tidak, Nakula pernah dengan sengaja mengunci Gelora di gudang. Merampas semua uang Gelora hingga gadis itu berakhir pulang jalan kaki. Menyiram Gelora dengan air-air berbau yang entah dia dapat dari mana, dan masih banyak lagi.
Sepertinya Gelora sudah membangunkan singa dalam diri Nakula. Semua orang penasaran apa alasan Nakula melakukan itu, tetapi mereka semua lebih sayang dengan kehidupan nyaman dan tanpa masalah. Karena dengan mengusik Nakula, sudah dipastikan kehidupan orang itu tidak akan pernah bisa tenang.
Gelora menyeka air matanya, dia harus kuat jangan sampai Nakula tau jika dirinya selemah ini. Jika seperti ini pasti Nakula sangat bahagia karena berhasil membuatnya menangis.
"Kamu harus kuat, Gelora," ucapnya pada diri sendiri.
Nyatanya yang peduli pada Gelora hanyalah dirinya sendiri. Pada akhirnya Gelora kembali menguatkan dirinya sendiri, dan hancur kembali seperti awalnya.
Annyeong
Jangan lupa vote dan komen yuk biar aku bisa semangat update.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pancarona
FanfictionGeora membenci Nakula yang selalu membullynya dan bersikap kasar. Geora juga harus dihadapkan dengan Reka yang dingin dan tidak jauh sikapnya dengan Nakula. Hanya satu harapan Geora untuk ke luar dari penderitaannya, yaitu mendekati Batara ketua OSI...