Gelora mengelap seragamnya yang kotor karena terkena tumpahan minum yang tadi dia beli untuk Nakula. Gelora mendesah lelah saat warna dari minuman tidak kunjung hilang dari seragam putihnya, di tambah bajunya yang sedikit menerawang. Sialnya lagi hari ini Gelora tidak membawa baju ganti.
Gelora tersentak kaget saat merasakan sesuatu yang lembut bertengger manis di bahunya. Gadis dengan kepang dua itu menoleh, dan terkejut saat menemukan Batara berada di belakangnya sambil tersenyum ramah.
"Pakai aja," ucap Batara ketika melihat Gelora ingin melepas jaketnya.
"Dari pada kamu semakin jadi omongan orang, pakai aja dulu." Gelora mengangguk ragu, tetapi akhirnya semakin mengeratkan jaket milik Batara.
"Makasih," ucap Gelora pelan.
"Sama-sama. Nakula lagi?" Gelora menatap Batara, dan kembali mengangguk.
"Anak itu memang enggak pernah berubah," ucap Batara tak habis pikir.
Sebagai ketua OSIS sudah beberapa kali Batara berurusan dengan Nakula yang selalu saja membuat onar. Namun, Nakula sama sekali tak pernah merasa jera dengan tegurannya atau bahkan guru sekali pun.
"Kalau gitu saya pergi dulu." Batara melangkah pergi, meninggalkan Gelora yang masih memandang punggung pemuda itu dengan tatapan senang.
Gelora merasa senang karena ada yang mau bicara dengannya selain Hanin. Di tambah Gelora semakin tersenyum lebar saat mencium aroma wangi dari jaket milik Batara.
Beberapa kali dia melihat Batara mengenakan jaket ini, sepertinya ini wangi khas Batara. Namun, yang membuat Gelora bingung adalah kenapa Batara repot-repot meminjamkan jaketnya kepada Gelora. Walau beberapa kali menyelamatkan secara tidak langsung dirinya dari Nakula, tetapi Gelora tidak menyangka Nakula mau berinteraksi dengannya di luar gangguan Nakula.
"Aku utang budi dengan Batara," ucapnya.
Gelora memakai jaket Batara dengan rapi. Sepertinya dia harus kembali ke kelas karena jam pelajaran sudah di mulai sejak beberapa menit yang lalu.
Nyatanya Gelora memang tidak pernah bisa hidup tenang. Dia kira koridor sudah sepi karena jam pelajaran, sayangnya tidak seperti itu. Masih ada beberapa murid yang dengan terang-terangan menatap hina dirinya. Beberapa orang juga menyadari jika jaket yang Gelora kenakan adalah milik Nakula.
Gelora mencoba tak peduli, sayangnya dia merasa bersalah karena telah memakai jaket milik Batara. Dia takut jika Batara malah terkena masalah karena dirinya, walau beberapa dari mereka malah mengatakan Gelora sebagai perempuan murahan.
"Itu jaket yang sering dipakai Batara kan? Kok bisa sama si cupu?"
"Biasa jalang sikapnya memang begitu, pasti dia godain Batara?"
"Dasar ganjen!"
Gelora mencoba menutup telinganya rapat, walau sebenarnya Gelora tetap merasakan sakit hati. Tetapi ini bukan salahnya bukan, Batara yang memang berniat membantu dirinya.
Gelora berjalan cepat menuju kelas, dia tak bisa terus-terusan berada di situasi seperti ini. Karena pasti beberapa saat lagi mereka akan membullynya.
***
Kabar Gelora memakai jaket milik Batara sudah tersebar luas. Walau sudah melepaskan jaket Batara dan malah terlihat bajunya yang kotor, mereka semua masih saja menghakimi Gelora.
Sejak ke luar dari kelas banyak sekali orang menatapnya sinis, dan bahkan ada beberapa dari mereka menghampirinya dan mengatakan hal menyakitkan.
Gelora mencari keberadaan Batara, dia ingin berkata terima kasih dan akan menyampaikan jika besok dirinya akan memulangkan kembali jaket milik pemuda itu.
Sayangnya Batara tidak ada, Gelora sudah mencarinya dibeberapa tempat tetapi tak kunjung menemui. Sepertinya Batara sedang memiliki urusan di luar sekolah.
Gelora akhirnya memilih duduk di koridor yang sepi, koridor paling ujung yang memang jarang dilewati. Di sana Gelora hanya mampu menatap ke arah lapangan yang saat ini sedang begitu ramai oleh beberapa siswa laki-laki.
"Gelora?" Gelora yang murung seketika tersenyum lebar melihat Hanin sahabatnya datanng dengan beberapa camilan.
"Buat kamu."
"Makasih!" seru Gelora bahagia.
Hanin memang lahir dari keluarga yang dapat dikatakan cukup. Karena itu beberapa kali Hanin membantu Gelora, bahkan tanpa Gelora minta sekali pun.
"Gue cariin dari tadi, kirain ke mana."
"Mau mulangin jaket Batara," jawab Gelora. Karena memang Hanin sudah tau cerita yang sebenarnya.
"Dia enggak ada?" tanya Hanin menebak.
"Iya," balas Gelora lesu.
"Yaudah setelah dicuci aja, lagi pula maklumin aja Bapak ketua OSIS kita sibuk." Gelora tersenyum malu mendengar ucapan Hanin.
"Anah kamu kenapa?" ledek Hanin ketika menyadari sebuah raut perubahan dari Gelora yang biasanya begitu sangat pendiam.
"Jangan bilang kamu suka sama dia karena dipinjamin jaket?!" tuduh Hanin tepat sasaran.
"Aku cuma kagum aja, ternyata masih ada ya orang sebaik Batara." Selama di sekolah ini hampir semua orang tutup mata. Bahkan Hanin sekali pun.
Hanin banyak memilih diam karena sudah menebak jika pihak yang menang pasti bukanlah dirinya.
TBC
Besok aku lanjut ya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pancarona
FanficGeora membenci Nakula yang selalu membullynya dan bersikap kasar. Geora juga harus dihadapkan dengan Reka yang dingin dan tidak jauh sikapnya dengan Nakula. Hanya satu harapan Geora untuk ke luar dari penderitaannya, yaitu mendekati Batara ketua OSI...