Target

99 19 9
                                    

Geora beringsut mundur saat Nakula mengikis jarak antara mereka. Nakula yang melihat ketakutan Geora tersenyum puas, dia mencengkeram dagu Geora memaksa gadis itu untuk menatap ke arahnya.

"Udah mulai berani?" Geora langsung menggeleng, dia menatap Nakula dengan mata bergetak berusaha mengalih tatapannya dari iblis tampan di depannya.

Geora akui Nakula memang tampan, mungkin orang yang tidak mengetahui sifat pria itu akan menganggap Nakula sempurna. Penampilan, wajah, pendidikan, dan tentunya kekayaan. Nakula memiliki semuanya, hanya saja Nakula benar-benar bagai iblis berwujud manusia.

"Kenapa baru dateng?" Nakula melepas cengkeramannya membuat Geora dapat bernapas lega, pemuda itu juga sudah mengikis jarak walau pandangannya tak lepas dari Geora.

"Tadi aku disuruh nganterin makanan murid lain, aku enggak bermaksud melawan." Geora mencoba menjelaskan dengan suara bergetar, di menautkan kedua tangannya dan menunduk takut.

"Oh jadi lebih mentingin orang lain?" Geora tersentak kaget saat suara keras berasa dari lantai, ternyata Nakula menendang bekas botol hingga mengenai dinding.

"Geora," panggil Nakula dingin. Bahkan mendengarnya saja sukses membuat Geora merinding.

"Jangan pernah nganggep gue main-main, oke?" Gadis itu mengangguk cepat. Bahkan di sama sekali tak berani berpikir jika Nakula main-main. Lagi pula orang bodoh mana yang tidak bisa melihat Nakula ini benar-benar iblis.

"Sekarang gue lagi ga mood liat muka lo, jadi sana!" Nakula mendorong Geora tanpa aba-aba sehingga gadis itu terjatuh.

Geora meringis merasakan lutut dan telapak tangannya yang nyeri, tetapi dia tak ingin menyia-nyiakan kesempatakan untuk lepas dari Nakula. Geora bangkit dan langsung pergi dari sana tanpa menoleh.

Nakula berdecih sinis melihat itu, dia mengedikkan bahu dan memasukki ruangan di sebelahnya, ruangan yang memang sering dia pakai untuk membolos tanpa diketahui siapa pun, selain Geora dan beberapa temannya.

Sedangkan Geora bernapas lega saat sudah mulai menjauh, dia melihat telapak tangan dan lututnya yang memerah dan lecet. Dia menghela napas kasar, sungguh malang sekali nasibnya.

Tetapi lebih baik begini dari pada terus-terusan bersama Nakula. Karena rasanya Geora akan segera mati ditangan iblis tersebut, memikirkannya saja membuat Geora bergidik ngeri.

Geora menoleh saat merasakan seseorang memperhatikannya, ternyata benar, dari arah samping kanannya ada Reka yang sedang memperhatikannya dengan wajah datar, tapi entah mengapa Geora mendapatkan arti dari tatapan itu.

"Sepertinya hidupnya enggak akan tenang." Geora berucap lesu. Sepertinya Reka sudah mulai menjadikannya target.

Geora menunduk dan pergi dari sana, dia tak ingin berurusan dengan siapa pun lagi dan apa lagi orang itu Reka. Karena satu sekolah pun tau Nakula dan Reka tak ada bedanya, dua-duanya adalah iblis berwujud tampan. Hanya saja Reka pembawaannya lebih tenang, tetapi entah mengapa hal itu mahal membuat Geora semakin dilanda ketakutan luar biasa di dalam hatinya.

***

Ternyata kebebasan Geora tak bertahan lama. Jam istirahat dia kembali terjebak bersama Nakula, sialnya lagi dia berusaha mati-matian bernapas dengan benar. Bagaimana tidak Nakula dan beberapa teman lelaki itu merokok di dalam ruangan tempat mereka berkumpul, masalahnya Geora sangat benci yang namanya asap rokok.

"Kenapa?" Geora menggeleng, tak mungkin dia berkata jika tak bisa menghirup asap rokok. Jika terjadi bukan asap rokok yang membunuhnya, tetapi yang sedang merokok saat ini.

"Ikut gue." Geora mengekori Nakula yang berjalan ke luar, sebelum itu pemuda itu sudah mematikan rokoknya.

Geora tanpa banyak bicara mengikuti langkah kaki lebar Nakula. Dia menggerutu dalam hati karena langkah Nakula yang sangat lebar dan dia sulit menyamainya.

"Lama amat!" Geora rasanya ingin menangis sekarang juga, dia berjalan lebih cepat hingga berdiri tepat di belakang Nakula.

Tujuan mereka adalah kantin, Geora sudah tau tujuan pria itu. "Beliin gue makanan kayak biasa, pakai uang lo." Geora m
engangguk lesu.

Uang jajannya habis, setelah ini berarti dia mengorbankan perutnya yang sejak tadi berdemo minta segera diisi, ternyata Nakula sengaja agar membuat hidup Geora semakin sengsara.

N

akula tampak tak peduli dengan wajah murung gadis malang di depannya. Dia langsung memainkan ponselnya tanpa peduli dengan sekitarnya.

Sedangkan Geora mati-matian berusaha menutup telinga. Mendengar cacian dari orang-orang sekitarnya adalah hal yang biasa, hampir setiap hari dia mendengar dan menerima semuanya. Walau begitu rasa sakitnya masih sama, bahkan semakin hari rasanya semakin dalam.

Geora menoleh ke arah Nakula, dia menatap pemuda itu lama dari kejauhan sembari mengantri. Dia kadang bertanya-tanya dalam hati, kenapa Nakula begitu membencinya, mengapa semua orang membencinya. Padahal Geora juga sama seperti mereka, Geora juga seorang gadis yang ingin merasakan namanya kebahagiaan dan memiliki kenangan masa sekolah yang indah.

Apakah karena dia jelek, penampilannya tak menarik, atau lainnya. Tetapi apakah karena itu semua Geora tak pantas bahagia?

Tanpa sadar air matanya merembes turun, Geora yang sadar langsung menghapusnya. Tak ingin orang lain melihat dan dia kembali dibully, bukannya kasihan pasti orang-orang akan mengejeknya.

Hingga tatapannya bertemu dengan mata tajam Nakula, sepertinya Nakula merasakan sejak tadi ada yang memperhatikannya. Nakula menaikkan sebelah alisnya seperti bertanya, Geora segera mengalihkan tatapannya. Dia tak ingin menambah masalah.

"Ingat Geora kamu harus hidup tenang," gumam Geora.

Sedangkan Nakula terkekeh sinis melihat Geora mengalihkan tatapannya. Nakula tidak bodoh, dia melihat kesedihan di mata gadis itu, sayangnya Nakula sama sekali tidak peduli dengan hal itu.

"Menderita ya tetap menderita," ucap Nakula sembari mematikan ponselnya dan menatap sekeliling dengan tatapan datar.

Tbc

Jangan lupa vote dan komen!

PancaronaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang