Di tengah menunggu kedatangan dosen pada mata kuliah berikutnya, Arkha dan teman-temannya baru saja kembali dari kantin, melangkah menuju kelas dengan kebosanan. Rion, salah satu dari mereka, sepertinya menjauh entah ke mana. Hanya tersisa Lintang dan Kaafi yang berada di sisi Arkha. Namun langkah mereka mendadak terhenti ketika melihat keramaian di depan kelas.
Suara riuh terdengar di depan kelas, di mana sekelompok cewek berkerumun mengelilingi seseorang yang membawa kotak polkadot berukuran sedang. Tidak perlu dikatakan, cewek itu pasti akan bertemu dengan Arkha. Sudah banyak cewek yang tidak tahu malu malah melemparkan diri mereka pada cowok tampan itu.
"He's here!"
"Oh My God! Gue baru lihat dari dekat ternyata Arkha emang ganteng banget!"
Arkha mendekati cewek-cewek yang memuji gayanya dengan langkah tenang. Tersenyum, cewek pembawa kotak yang setinggi bahunya itu juga berusaha mendekat, menyembunyikan gugupnya di balik senyuman.
Terdengar pujian tak terucap mengenai ketampanan Arkha, postur tubuhnya yang ideal, dan tatapan mata tajam yang melekat padanya. Sementara cewek di hadapan Arkha itu sedang dalam keadaan gugup, karena detik ini, di depan semua orang ia akan memutuskan untuk menyatakan perasaannya.
"Kak Arkha," gumamnya, napasnya berusaha diatur di tengah kegugupan yang melanda. Arkha tetap diam, melihat cewek itu dengan penuh tanda tanya di matanya.
Cewek itu memanggil dengan ragu karena dihadapkan dengan Arkha yang hanya merespon dengan mendeham sambil menaikkan sebelah alisnya. Suasana keributan kembali melanda ketika Arkha memberikan responsnya, meski hanya melalui suara mendeham.
"Aku suka, em ... suka sama Kak Arkha. Kakak mau gak jadi pacarku?" tanyanya, dan napasnya terasa tersentak, seolah-olah tercekat oleh kata-katanya yang baru saja diucapkan.
Teriakan riuh memenuhi depan kelas Arkha, dengan sebagian orang mendorong Arkha untuk menerima cewek tersebut, sementara yang lain menyarankan untuk menolak. Lebih banyak lagi yang hanya diam dan menatap cewek itu dengan pandangan jijik, karena dengan beraninya menyatakan perasaan di lorong kampus seperti ini.
Arkha sudah tahu cewek di hadapannya bermaksud apa. Dia juga berhasil menyimpulkan bahwa cewek yang berani menyatakan cinta padanya bukan seangkatan dengannya, ditandai oleh wajah cewek itu yang masih terlalu polos. Bagi Arkha, kata-kata cewek itu terasa seperti omong kosong.
Sementara itu, Lintang, sahabat Arkha, menggumam di tengah keramaian, "Jadi Arkha enak banget ya, tiap hari ada aja cewek yang nembak. Tapi kok gue gak ada ya, kapan coba gue ditembak sampai seratus, eh—maksimal lima puluh cewek deh biar gue gak keliatan jonesnya," seraya melipat kedua tangannya di depan dada, mata Lintang masih terfokus pada kerumunan cewek yang menyatakan cinta pada Arkha.
Kaafi tertawa riang, merangkul bahu sahabatnya dengan semangat. "Sampai nenek lo perawan lagi juga kagak bakalan bisa lo kayak Arkha, mimpi aja sono."
Lintang, dengan ekspresi penuh kegusaran, menoyor kepala Kaafi. "Kalau nenek gue perawan gak bakalan ada gue di dunia, Bego!"
Kaafi menasehati Lintang dengan santai, "Makanya jangan ngarep ketinggian, urusin dulu nilai-nilai lo tuh yang merah, jangan urusin status lo mulu. Jomlo ya jomlo aja, ngenes ya ngenes aja." Kesal, Lintang menggeram sebagai respons terhadap saran Kaafi.
"Ya udah terserah lo deh Mr. Genius, omong apa aja bebas!" seru Lintang dengan nada kesal.
Di antara mereka berempat, Kaafi dikenal sebagai yang paling rajin. Dia juga paling pintar di kelas. Materi yang selalu diajarkan dosen cepat masuk padanya. Tetapi dia tetap kalah populer dibandingkan Arkha, bahkan menjadi sahabat Arkha baru membuat Kaafi jadi terlihat oleh banyak orang.
Kaafi mengucapkan dengan rendah hati, "Makasih, makasih, gue sadar kok gue pinter, jadi gue juga mau sahabat gue mengikuti ke jalan yang benar."
Lintang membalas dengan kesal, "Najis!"
Kaafi hanya tertawa mengolok-olok, "Apa titisanku?"
Sementara itu suasana masih riuh di depan kelas Seni Musik. Kelas yang selalu menjadi pusat perhatian banyak mahasiswa Charitas University karena tentu saja ada Arkha di sana. Arkha kembali menatap seorang cewek yang baru saja menyatakan perasaan padanya. Dengan tatapan tajam, Arkha masih terdiam, menyelidiki wajah cewek di hadapannya. Tangannya masuk ke dalam saku celananya, menciptakan keheningan tiba-tiba di antara mereka. Keadaan menegangkan saat semua menunggu jawaban dari Arkha, cewek itu sendiri tampak gelisah, panas dingin, dan keringat bercucuran di pelipisnya.
Arkha menaikkan sebelah alisnya, mendekatkan wajahnya ke telinga cewek itu, dan berbisik dengan nada penuh penekanan. Mendengar bisikan tersebut membuat cewek itu tercekat, darahnya seolah menaik, tubuhnya kaku, dan kotak yang dipegangnya gemetar.
Setelah memberikan bisikan misterius, Arkha pergi, meninggalkan cewek itu yang masih bergeming. Lintang dan Kaafi terlihat bingung, tetapi tetap mengikuti Arkha memasuki kelas.
Cewek itu menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan, mencoba mengatur napasnya setelah ucapan misterius Arkha yang membuatnya terdiam.
"If you wanna be my girlfriend, are you down to smooch all the time?"
* * *
Haii semuanya!!
Sorry hari ini agak telat dan bukan jam biasanya
Tapi semoga suka sama cerita ini ya
Kasih vote dan komen kamu yaa
FOLLOW INSTAGRAM & TIKTOK AKU @ERLITASCORPIO

KAMU SEDANG MEMBACA
Flow Effect
RomanceBagaimana jika kamu tiba-tiba didekati playboy yang terkenal di kampus? Vania Anindyta Clarie, menyarankan hal ini untuk kamu; 1. Menghindar, 2. Pura-pura nggak lihat, 3. Pura-pura gila. * * * FLOW EFFECT. © 2024 Erlita Scorpio (erlitascorpio). All...