3. Terdiam Kaku

361 38 15
                                    

Ketiga cewek itu duduk di meja kantin kampus Charitas. Vania tampak hanya menemani kedua sahabatnya tanpa menyentuh apa pun. Di sisi lain, Pamela dan Alvieta asyik menyeruput jus setelah menghabiskan makanan mereka.

"Vania, lo kenapa sih dari tadi diem aja? Kesambet baru tau rasa!" celetuk Pamela, mencoba memenuhi suasana percakapan. "Kalau ada masalah, tuh cerita ke gue! Jangan pendam sendiri!"

Vania terdiam, membenarkan anak rambut yang menghalangi wajahnya. Pamela dan Alvieta menunggu dengan penasaran saat Vania memilih untuk tidak memberikan respons yang jelas.

"Astaga, Vania. Gue tanya jawab dong gimana sih?!" kesal Pamela, mengisyaratkan rasa frustasinya. Ia kemudian menyeruput jus jeruknya dengan cepat, mencoba meredakan kekesalannya.

"Iya, Van, lo kenapa jangan diem-diem gitu dong," seru Alvieta yang ikut merasa penasaran.

Vania menggigit daging bibir bagian dalamnya, menghela napas kasar, lalu menatap kedua sahabatnya secara bergantian. "Gue kemarin abis lihat ...," Vania menggeleng cepat. "Udah lah, gue gak mau lanjut lagi."

"Yah, kok gitu digantung malah bikin gue makin penasaran kenapa sih? Lo abis liat apa?" tanya Pamela lagi, kekesalannya semakin terlihat jelas. Vania ragu, dan keheningan yang terjadi membuat suasana semakin tegang.

"Gue ... abis liat orang ciuman secara langsung," akhirnya Vania menjawab dengan memelankan suaranya di kalimat terakhir.

"HAH?!" teriak Pamela dan Alvieta, bersamaan, tanpa bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.

Beberapa mata murid di kantin membelok ke arah meja mereka, memandang dengan bingung. Pamela dan Alvieta hanya bisa tersenyum malu, merasa menjadi pusat perhatian.

Vania menepuk jidatnya. "Kalian berdua gak bisa ya pelanin suara, bikin malu banget deh."

Alvieta menegakkan tubuhnya dan merapat ke meja, menatap Vania dengan penuh selidik. "Seriusan? Lo abis liat siapa?" tanyanya, mengabaikan ucapan sebelumnya.

"Iya, cerita sama kita, gue penasaran banget maksud lo apa," kata Pamela, mendukung ucapan Alvieta.

"Gue abis liat Tamara ciuman sama Arkha," balas Vania lagi, mengungkapkan kejadian yang baru saja dialaminya di toilet.

"Gila itu cewek murah banget sih sama semua cowok dia ladenin. Beruntung banget dia sama Arkha, pasti udah kesenengan tuh anak, berasa dapet rejeki nomplok. Gue yakin pasti sekarang dia lagi pamer deh sama temen-temennya," ucap Pamela, membicarakan dengan heboh.

"Beneran Arkha ciuman sama Tamara? Kalau diingat-ingat, gue juga pernah mau ciuman sama Arkha," kata Alvieta, menyelipkan pengalaman pribadinya.

Pamela tersedak mendengarnya dan langsung melirik Alvieta, membelalakkan matanya. "Hah? Yang bener lo, masa sih Arkha mau ciuman sama cewek kayak lo. Lo cuma ngarang cerita, kan? Karena lo juga mau dicium sama Arkha, secara cowok ganteng siapa yang gak mau sih?"

"Ih, gue serius ya gini-gini gue cantik juga kok, muka gue cantik kok jadi Arkha pasti juga suka sama gue," Alvieta membela diri dengan penuh keyakinan.

"Tuh kan, kepedean banget. Arkha suka sama lo? Coba entar gue tanya sama Arkha, dia kenal sama lo apa nggak, pasti dia gak bakal tau sama sekali," ucap Pamela, tertawa sambil terus meledek Alvieta yang sudah mengepulkan asap di kepalanya.

"Lo itu sahabat gue bukan sih? Seneng banget ngejelek-jelekin gue, sekali kek lo bilang gue cantik, imut, dan gemesin. Nyebelin banget deh," gerutu Alvieta sebal, menekan-nekan sedotan cukup kuat ke dasar gelas plastik, menyalurkan rasa kesalnya.

"Justru itu, lo harusnya bersyukur. Sahabat lo ini bicara apa adanya, itu artinya gue terbuka sama lo. Tapi walaupun gitu, sebagai sahabat lo juga, gue selalu ada kok buat lo," ucap Pamela dengan semangat, mencoba meyakinkan Alvieta.

"Kenapa jadi pada ribut begini sih," Vania menopang dagunya, pusing memperhatikan kedua sahabatnya yang selalu ribut.

"Lo marahin Pamela aja, suruh siapa dia buat gue kesel," ucap Alvieta mendelik jengkel.

"Baper mulu, gue cuma bercanda doang jangan diambil hati. Gue dukung kok kalau lo jadian sama Arkha," ucap Pamela tersenyum. "Ya walaupun gak tau kapan."

Alvieta memutar bola matanya. "Mulai lagi deh!"

Pamela tersenyum sekilas, lalu perhatiannya kembali pada Vania lagi. "Terus gimana, Van? Pas lo liat mereka lagi ciuman, lo langsung tegur atau balik? Kalau gue sih udah jambak rambut itu cabe, gak rela banget Arkha ciuman sama dia," ucapnya bergidik geli, membayangkannya.

"Tapi, Arkha bukan ciuman sama Tamara doang kali, setau gue dia deket sama banyak cewek Charitas, kecuali kita bertiga tentunya," tambah Alvieta setelah itu menyeruput jusnya sampai habis. "Tinggal gimana lo aja sih, Van. Kaget banget ya lihatnya?"

"Ya, gue pasti kaget lah! Lihat adegan romantis di drama Korea ternyata beda sama lihat secara langsung! Yang nyata di depan mata gue malah bikin gue kesal bang-"

Kalimat Vania terputus. Vania membelalakkan matanya sempurna saat ia mengalihkan pandangannya ke salah satu meja kantin. Dia tak menyangka akan hal ini. Vania bergeming.

Di antara banyaknya meja kantin, mahasiswa yang sedang makan, dan banyak orang di sekitar, Vania terkejut melihat Arkha yang duduk tidak jauh darinya dan sedang memperhatikannya.

* * *

Balik lagi membawa chapter 3!

Makin ke sini makin seru! AKU JAMIN!😍❤

Jadi jangan lupa berikan dukunganmu. Vote dan komentar wajib hukumnya supaya cerita ini bisa lanjut lagi❤

Happy reading❤

FOLLOW IG DAN TIKTOK AKU @ERLITASCORPIO

Flow EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang