PROLOG

221 8 4
                                    

Tanganku terhempas, aku seperti digenggam oleh maut. Aku tidak bisa berjalan untuk membantu diriku sendiri. Mobilku tidak mendarat cukup baik, dengan posisi tubuhku terbalik. Darah terus mengalir dari dahiku. Dengan gemetaran aku melihat jam tanganku menunjukkan jam dua belas malam.

Siapa yang mau menolongku pada tengah malam? Aku meragukan itu, karena jalanan yang kutempuh sekarang lumayan sepi. Tidak ada orang, atau sepeda motor. Aku tidak tahu kemana ponselku menghilang, jika ada pun, ponselku juga tidak berguna karena sedang mati total.

Satu-satunya adalah berteriak. Dengan suara sendu, aku berteriak, “Tolong! Tolong aku!” aku berteriak namun tidak ada orang yang mau menolongku. Darah amis tercium, bahkan menetes dari dahi lalu turun ke mata.

Aku tidak mau mati. Dengan suara sendu, aku meminta tolong, tapi tidak ada jawaban dan pusing mendera. Kerongkonganku terasa terbakar, dan haus, tubuhku berkedut nyeri, dahiku mengeluarkan darah yang deras. Namun aku masih bisa untuk mengedipkan mata walaupun hanya sesekali. Aku sesak napas di mobil selama tinggal di sini. Berat dan mengganjal.

Siapa di sana? Aku mengedipkan mata, tidak bisa melihat dengan jelas. Apa yang kulihat itu orang atau Malaikat maut, aku tidak tahu. Buram. Buram.

Aku melihat seseorang. Ya, seseorang berjalan lalu terhenti. Dia memandangiku, dan tersenyum sedih. Aku tidak bisa melihat dengan jelas. Aku mengedipkan mataku lagi dan ketika aku melihatnya dengan jelas, mataku terbelalak.

Napasku memburu.
Aku menangis. Suaraku di redam, dan suara kecilku memberontak. Ketika dia memandangiku dia bilang dia sayang padaku, lalu dia menoleh sumber suara dan melenggang pergi.

Pertahanku untuk tetap sadar menghilang. Mataku menutup sempurna. Dan napasku berhenti.

GATE OF DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang